Mohon tunggu...
Moh Wahyu Syafiul Mubarok
Moh Wahyu Syafiul Mubarok Mohon Tunggu... Penulis - Part time writer, full time dreamer

No Sacrifices No Victories

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Melawan Kemustahilan "Indonesia Net Zero Emission 2050"

6 September 2021   22:02 Diperbarui: 6 September 2021   22:01 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3. Harga power purchase agreement (PPA) PLTS di Indonesia(IESR, 2020)

Ada empat pilar yang harus terpenuhi; energi terbarukan, elektrifikasi, penurunan energi fosil, dan penggunaan bahan bakar bersih (clean fuel). Empat aspek penting tersebut semuanya berkaitan dengan produksi energi rendah emisi. Peta jalan tersebut kemudian dibagi menjadi tiga tahap seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Peta jalan net zero emission 2050 (IESR, 2021)
Gambar 2. Peta jalan net zero emission 2050 (IESR, 2021)
Secara garis besar, skema tersebut menjadikan energi bersih sebagai mesin pendorong utama untuk mewujudkan net zero emission 2050. 

Tentu sembari terus menekan penggunaan batu bara sebagai "pelumas" kegiatan ekonomi. Satu energi terbarukan yang sangat menjanjikan di Indonesia adalah tenaga surya. 

Bila laporan Kementrian Energi Sumber Daya Manusia (ESDM) menyebut potensi tenaga surya kita hanya 207 Gigawatt per tahun, nyatanya analisis IESR justru mengungkap lebih banyak potensi dengan total 20.000 Gigawatt per tahun. 

Bak gayung bersambut, harga power purchase agreement (PPA) untuk panel surya di Indonesia terus melandai (gambar 3). Tren serupa juga terjadi di beberapa negara seperti ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 3. Harga power purchase agreement (PPA) PLTS di Indonesia(IESR, 2020)
Gambar 3. Harga power purchase agreement (PPA) PLTS di Indonesia(IESR, 2020)

Gambar 4. Harga Solar PV di beberapa negara (Climate Action, 2020)
Gambar 4. Harga Solar PV di beberapa negara (Climate Action, 2020)

Tentu, musuh dari teknologi panel surya adalah intermitensi. Sel surya mendadak berhenti memanen energi matahari ketika mendung atau malam tiba. Sehingga dibutuhkan energy storage seperti baterai untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan. 

Yuval Noah Harari di bukunya yang berjudul Homo Deus menyebut bahwa dua hal yang menjadi pencarian manusia adalah data storage dan energy storage. Hal ini seolah menjadi justifikasi betapa pentingnya teknologi baterai untuk menopang keberlanjutan dari energi baru terbarukan yang rendah karbon.

Apalagi, Indonesia telah dititipi oleh Tuhan sebagai pemilik sumber daya nikel terbesar di dunia. Mineral ini menjadi material terpenting dalam pengembangan baterai lithium ion yang akan menguasai pasar energy storage dunia. Sehingga, kita tidak hanya bisa mencapai net zero emission 2050, tetapi Indonesia juga berpotensi untuk menjadi pemain dalam industri energi terbarukan global, yang pastinya membuka lebih banyak lapangan pekerjaan serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Fajar Perubahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun