Mohon tunggu...
Wahyu Noliim Lestari Siregar
Wahyu Noliim Lestari Siregar Mohon Tunggu... MAHASISWA -

Jangan Takut Bermimpi, dan Lukiskanlah itu dalam Kanvas Dunia mu yang Nyata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekuasaan Dalam Pluralis Agama Menurut Paul Tillich

19 November 2016   22:21 Diperbarui: 19 November 2016   22:58 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://thestoryprize.blogspot.co.id/

Hingga tingkat tertentu hal ini karena orang-orang Yahudi hidup di antara orang-orang kafir dalam kondisi yang belum pernah dialami oleh orang-orang Yahudi pra-pembuangan. Kepemimpinan Ezra dan Nehemia, keduanya adalah pribadi yang kaku dan kuat, perasaan yang kuat mengenai pemisahan agama dipelihara. Juga dalam kitab Yahudi mengutuk agama lain dan menegaskan bahwa Yahwe adalah satu-satunya Allah yang benar atau bahwa semua Allah lain harus ditunjuk kepada Yahwe (Ul 5; Kel 20).[9]

Tinjauan Etis

Keterbukaan dan kesadaran menerima dalam agama Kristen lambat-laun menghilang sejalan dengan menguatnya kekuasaan hierarkis sebagai tradisi yang tidak lagi menjadi sumber hidup. Stagnasi dan penyerahan diri dari agama Kristen ini yang berakibat dengan penolakan terhadap pluralisme berlangsung selama abad pertengahan dan reformasi. Hubungan antara agama Kristen dengan agama-agama lain merupakan salah satu persoalan pokok dalam pemahaman diri orang Kristen.

 Dengan timbulnya sekularisme modern orang-orang Kristen mulai terbuka terhadap perjumpaan yang lebih kreatif dengan agama-agama lain. Tillich memberi contoh bagaimana agama Kristen yang lebih terbuka ini menilai agama-agama lain. Sikap ini akan mengakhiri upaya orang Kristen untuk menobatkan agama-agama lain melalui penilaian diri sendiri dan dialog. Konflik diantara sekularisasi dan agama sampai sekarang ini masih terus dirasakan. Sekularisasi selalu cenderung menyamakan agama sebagai faktor-faktor penghambat usaha kearah memanusiakan manusia dan menduniakan dunia. Tentang sekularisasi dapat dimengerti karena unsur pengajaran pietisme. Dari pihak gereja sekularisasi dianggap salah satu musuh yang paling besar oleh karena nilai-nilai yang dibawakannya ditakuti merusak nilai-nilai kerohanian yang disalurkan oleh gereja.

Kenyataan ini menyebabkan orang-orang Kristen menilai kembali pemahaman mengenai kristologi dan pewartaan Injil. Gereja adalah gereja apabila ia hadir untuk orang lain. Gereja harus berbagi masalah-masalah sekular dari kehidupan sehari-hari manusia, bukan mendominasi melainkan menolong dan melayani. “Gereja untuk orang lain” adalah suatu penyataan yang sangat kuat dan sangat menarik jika diterima secara luas dan antusias.[10] Dalam kehidupan seorang Kristen, ia tidak terlepas dari kepercayaan-kepercayaan lain disekitarnya. Bagaimana respon dalam dinamika hidupnya tanpa kehilangan kepercayaannya. Dalam hal ini sikap yang dituntut adalah sikap saling menerima. Gereja sebagai tubuh Kristus haruslah menerima segala perbedaan dan menjadikan orang-orang menjadi merdeka. Dengan demikian sikap saling menerima inilah kelihatan pemikiran akan Tuhan yang Esa.

Kekristenan apabila diperhadapkan dengan agama-agama non-Kristen selalu menimbulkan persoalan karena tidak akan pernah melepaskan kleimnya bahwa Yesus Kristus itulah kebenaran yang akhir. Tentu kita menyadari dan akan mempertahankan keyakinan kita bahwa Yesus Kristus sebagai kebanaran akhir dan tidak dapat digantikan dengan totalitas kebenaran atau pendapat-pendapat agama lain. Justru karena timbul persoalan maka dialog sangat diperlukan. Tanpa dialog kekristenan hanya akan menjadi semacam “idiologi” bagi sekelompok eksklusif orang-orang yang menamakan dirinya sebagai orang Kristen. Kleim Kristen akan menjadi sah, apabila ia juga mengusik dan menggerakkan orang-orang yang berbeda diluarnya, sehingga dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa dialog merupakan bagian internal dari misi Kristen itu sendiri.[11]

Pada hakekatnya tujuan tiap-tiap kepercayaan itu sama, akan tetapi praktek pelaksanaannya yang berbeda. Kristus yang menerima manusia dalam keberadaannya yang berdosa dan mengangkat serta membenarkan manusia itu. Oleh karena itu teladan penerimaan Kristuslah yang kita nyatakan dalam hidup kepercayaan kita sekalipun ada perselisihan dalam menuju kasatuan. Sikap penerimaan inilah merupakan buah berita dari ciptaan baru yang berlandaskan kasih. Sikap penerimaan ini dapat kita lihat dalam gereja Katolik sesudah Konsili Vatikan II. Dalam masa modernitas gereja-gereja Kristen baik Protestan, Roma Katolik, dan Ortodoks bersama-sama melihat dan mengakui pentingnya saling pendekatan berupa dialog dan bentuk-bentuk lain.

Pertemuan dengan orang-orang yang beragama lain harus menjurus kepada suatu dialog (baik itu secara langsung atau tidak langsung, formal atau non formal). Suatu dialog anatar orang Kristen dengan agama lain sama sekali tidak menyangkal keistimewaan Kristus, bukan pula menghilangkan kewajiban kepada Kristus, melainkan suautu pendekatan Kristen yang sejati kepada orang lain yang harus berperikemanusiaan, dan dalam kerendahan hati. Dialog membuka kemungkinan untuk bersama-sama mengusahakan bentuk-bentuk masyarakat baru dan pelayanan baru.

Kesimpulan

Pada saat ini para teolog telah banyak melakukan pendekatan terhadap  agama-agama. Hal ini dilakukan agama satu agama tidak salah menilai agama lain. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang dapat dilakukan oleh setiap masyarakat. Metodenya ialah dengan berdialog maka suatu agama dapat melihat dan menilai agama lain, juga dengan berdialog segala perbedaan dapat dibicarakan tanpa ada jarak pemisah. Dalam pemahaman ini mengarahkan kita sebagai orang Kristen bagaimana kita lebih matang dengan menghadap agama-agama lain dan juga bagaimana orang Kristen lebih mampu menghadapi benturan-benturan yang akan datang. Oleh karena itu dengan adanya pengajaran ini orang Kristen harus memahami kembali kepada kebenaran yang sesungguhnya yaitu Alkitab.

[1] Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani. (Jakarta: BPK-Gunung Mulia), 2001. hlm: 240

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun