Identitas budaya sering kali berjuang untuk bertahan dalam perkembangan era globalisasi yang cepat. Hal ini menjadi perhatian di dunia pendidikan, di mana banyak pihak mulai melihat etnopedagogi sebagai "pendidikan berbasis nilai-nilai dan budaya lokal" sebagai solusi untuk memperkuat identitas dan karakter generasi muda. Falsafah Nggahi Rawi Pahu berasal dari budaya masyarakat Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan merupakan konsep etnopedagogi yang dapat diterapkan. Kabupaten Dompu, yang terletak di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, dijuluki "Bumi Nggahi Rawi Pahu". Julukan ini diberikan untuk menggambarkan karakteristik budaya dan filosofi hidup masyarakat Dompu, yang sangat terikat dengan prinsip-prinsip luhur kearifan lokal. Berdasarkan prinsip-prinsip luhur, falsafah ini mengajarkan integritas, tanggung jawab, kerja keras, dan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Artikel ini akan membahas bagaimana penerapan falsafah Nggahi Rawi Pahu dalam pendidikan karakter dapat memperkuat moralitas dan identitas anak bangsa. Selain itu, akan diuraikan nilai-nilai karakter utama yang dapat ditanamkan melalui pendekatan etnopedagogi ini.
Falsafah Nggahi Rawi Pahu sebagai Landasan Pendidikan Karakter
Menurut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005–2025, pembangunan karakter adalah salah satu program prioritas pemerintah dalam pembangunan nasional. Dengan mengeluarkan Perpres No. 87 Tahun 2017, tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), pemerintah juga meningkatkan peran sekolah dalam pembangunan karakter. Gerakan pendidikan yang disebut "Penguatan Pendidikan Karakter" bertujuan untuk meningkatkan karakter siswa melalui penggabungan olah hati (etika), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Dengan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila serta pengintegrasian kearifan lokal dalam pendidikan karakter, Penguatan Pendidikan Karakter dapat dicapai. Nilai-nilai ini termasuk kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, cinta kebangsaan, penghargaan prestasi, komunikasi yang efektif, cinta damai, minat dalam membaca, perhatian terhadap lingkungan, perhatian terhadap masyarakat, dan tanggung jawab. Berdasara kan pedoman model penilaian karakter yang dikeluarkan oleh Kemendikbud tahun 2019, terdapat Lima nilai utama dari delapan belas nilai tersebut adalah religius, nasionalis, mandiri, integritas, dan gotong royong.
Nggahi Rawi Pahu secara harfiah berarti "memegang teguh apa yang telah diucapkan." Falsafah ini mengajarkan pentingnya memegang komitmen, menjaga kehormatan diri, serta menunjukkan integritas dalam perkataan dan tindakan. Di masyarakat Kabupaten Dompu-NTB, konsep ini menjadi landasan moral untuk membentuk kepribadian yang jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas.
Nggahi rawi pahu adalah perwujudan dari sikap konsisten dalam hidup dan kehidupan ini. Sejalan dengan pesan tetua di Dompu menitipkan satu kalimat “Renta ba lera, kapoda ba ade, karawi ba weki”. Renta ba lera berarti diucapkan oleh lidah. Kapoda ba ade berarti dikuatkan oleh hati. Karawi ba weki berarti dikerjakan oleh raga. Hal itu berarti setiap yang diucapkan atau diikrarkan oleh lidah, kemudian dikuatkan oleh hati serta pikiran dan selanjutnya dikerjakan oleh tubuh. Inilah gambaran menyatukan kata dengan perbuatan.
Menurut kajian etnopedagogi, pendidikan berbasis kearifan lokal dapat membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Dengan mengadaptasi nilai-nilai lokal seperti falsafah Nggahi Rawi Pahu ke dalam kurikulum, siswa tidak hanya belajar pengetahuan akademik tetapi juga membangun karakter yang kuat dan berakar pada budaya mereka sendiri.
Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Falsafah Nggahi Rawi Pahu
Penerapan falsafah Nggahi Rawi Pahu dalam pendidikan karakter mencakup beberapa nilai inti yang relevan dengan pendidikan modern. Berikut adalah beberapa nilai utama yang diangkat dalam falsafah ini: