Namun, pikiranku selalu kembali melayang pada tugas yang belum selesai. "Kenapa semua harus menumpuk seperti ini?" keluhku dalam hati. Aku menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.Â
   Setelah beberapa saat, aku mulai menuliskan beberapa ide untuk novelku. Cerita yang selalu aku tulis saat merasa terjebak dalam rutinitas. Karakter-karakternya seolah menjadi pelarian dari beban yang kuhadapi.
    "Mungkin aku bisa memasukkan elemen perjuangan dalam cerita ini," gumamku, sembari mencatat ide ke dalam ponselku.
   Di sekitar tempat ini, banyak orang berlalu-lalang dengan segala aktivitas kesibukannya. Ada yang berjalan bersama teman-temannya, mengobrol dan tertawa, sementara yang lain tampak lebih fokus, berjalan sendiri dengan tatapan serius. Mereka semua memiliki tujuan, entah itu pulang ke penginapan mereka, atau datang untuk menghadiri kelas. Suara langkah kaki dan percakapan mereka menjadi latar belakang yang hidup, tetapi aku tetap tenggelam dalam dunia imajinasiku.Â
   Setiap kali melihat mereka, aku teringat bahwa setiap orang memiliki cerita dan perjuangan masing-masing. Mungkin itu yang membuatku semakin bersemangat untuk menulis. Cerita-cerita mereka bisa menjadi inspirasi, menjadi bagian dari novelku. Dengan semangat baru, aku kembali menuliskan ide-ide yang berkecamuk dalam pikiranku, berharap bisa menciptakan sesuatu yang bisa menginspirasi orang lain, seperti aku terinspirasi oleh kehidupan di sekitarku.
   "Hai, Put. Lagi ngapain? Kok serius sekali kelihatannya?" Suara ramah memecah lamunan menyapaku.Â
   Aku tersentak, mengangkat wajahku dan melihat seorang perempuan dengan senyum manis berdiri di depanku. Ia adalah Aminah, teman jurusanku. Dengan balutan abaya hitam ia sangat cantik, dan aku melihat ia membawa beberapa buku di tangannya.Â
    "Eh, iya, hai. Lagi duduk saja nih. Kamu mau kemana?" tanyaku sembari menepuk tempat duduk di sebelahku, mempersilakan Aminah duduk.Â
   "Mau ke perpustakaan. Lagi nyari referensi untuk tugas Telaah Kurikulum. Aku duluan, ya, assalamu'alaikum."Â
   "Oh, ya sudah. Hati-hati, ya, wa'alaikumussalam."Â
   Ia melambaikan tangan dan berlalu, meninggalkan aku dengan senyum yang masih terukir di wajah. Percakapan singkat itu memberikan suntikan semangat baru. Aku kembali fokus menulis di ponselku, dengan perasaan yang lebih tenang dan termotivasi. Mungkin, cerita-cerita kecil di sekitar kita, bahkan percakapan singkat yang tak terduga, bisa menjadi inspirasi yang tak ternilai harganya.