Di balik agenda itu, untuk memuluskan langkah Inggris keluar dari Uni Eropa, beberapa politisi menyebar berita bohong (hoax). Seperti tentang klaim Inggris membayar 350 juta poundsterling setiap minggu ke Uni Eropa, propaganda tersebut berhasil membujuk warga Inggris untuk memilih keluar Uni-Eropa. Jumlah nominal itu kemudian setelah dikonfirmasi adalah kesalahan data yang disajikan tim kampanye.
Dengan demikian, jika kita menyadari post-truth adalah era kebohongan, lalu siapa yang memproduksi itu?
Menurut James Bill, ada empat produsen kebohongan. Pertama, kebohongan itu diproduksi oleh para politisi dan kekuasaan. Kepercayaan kita pada para politisi sangat rendah, skandal politik, dan korupsi terjadi hampir semua elemen pemerintah, baru-baru ini politikus Romahurmuzy terjerat kasus jual-beli jabatan di Kementerian Agama.
Siapa yang tak kenal politisi ini, sosok yang mewakili elemen nasionalis-religius, membius publik dengan retorikanya, merasa paling suci kini menjadi maling negara.
Kedua, yaitu media lama (old media) atau media arus utama. Media tradisonal memainkan peran penting dalam membentuk pandangan publik.
Seringkali, media arus utama menyebarkan berita bohong melalui propaganda ekonomi dan politik meskipun tetap mengklaim bekerja secara objektif.
Ketiga, hadirnya media baru. Media baru memanfaatkan kemudahan akses. Melalui koneksi internet, kita bisa kapan saja, mengakses ragam informasi aktual.
Namun, pada prosesnya, media baru ini tidak menggunakan etika jurnalisme. Media baru ini bagi saya adalah produksi hoax (berita bohong) paling besar.
Keempat adalah Fake news, bersumber dari media sosial yang secara rutin memproduksi berita-berita bohong, berita tentang tujuh kontainer yang berisi surat suara yang telah tercoblos, kasus Ratna Sarumpaet beberapa waktu lalu adalah contoh konkret dari berita bohong (hoax).
Jika, kekuasaan dan media sebagai tulang punggung negara dan demokrasi telah kehilangan kredibilitas dan subjektvitasnya, maka yang terjadi adalah masyarakat akhirnya hanya mempercayai media yang ia yakini tanpa memandang kredibilitas, objektivitas berita yang disajikan.Â
Maka, untuk mencegah maraknya kebohongan yang merupakan ciri dasar dari post-truth, maka perlu sinergitas semua pihak.