Nama: Wahyuni Ayu Wulandari
NIM: 222111304
Kelas: 5H
Mata Kuliah: Sosiologi Hukum
Dosen: Bapak. Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.
Prodi: Hukum Ekonomi Syariah
UIN Raden Mas Said Surakarta
TUGAS UAS SOSIOLOGI HUKUM
Salam sejahtera bagi kita semua. Perkenalkan, nama saya Wahyuni Ayu Wulandari, seorang mahasiswi Program Studi Hukum Ekonomi Syariah di UIN Raden Mas Said Surakarta dan saat ini sedang menempuh semester 5. Saya memiliki cita-cita menjadi seorang jaksa muda yang dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat. Dalam artikel ini, saya ingin berbagi wawasan yang saya peroleh dari podcast yang saya buat mengenai sosiologi hukum, sebuah bidang ilmu yang menghubungkan hukum dengan realitas sosial masyarakat kita. Selain itu, artikel ini juga akan memuat rangkuman pembelajaran dari mata kuliah Sosiologi Hukum yang mencakup pertemuan 1 hingga 14.
Definisi Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara hukum dan masyarakat. Dalam sosiologi hukum, hukum tidak hanya dilihat sebagai peraturan tertulis atau norma yang ditetapkan oleh negara, tetapi juga sebagai fenomena sosial yang hidup dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, sosiologi hukum adalah kajian yang mempelajari hukum sebagai fenomena sosial yang nyata. Hukum merupakan bagian integral dari struktur sosial yang lebih luas, dan cara hukum diterima dan diterapkan dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, budaya, dan politik masyarakat tersebut.
Hukum dan Kenyataan Masyarakat
Hukum dan kenyataan masyarakat saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Hukum tidak dapat dipisahkan dari kondisi sosial, politik, dan budaya tempat ia diterapkan. Dalam konteks Indonesia, yang memiliki keberagaman budaya, hukum negara, hukum adat, dan hukum agama sering kali berinteraksi dan membentuk pluralisme hukum. Misalnya, di beberapa daerah, hukum adat lebih dihormati daripada hukum negara, menggambarkan bahwa hukum akan efektif bila relevan dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian, kenyataan sosial akan sangat memengaruhi penerimaan hukum oleh masyarakat.
Yuridis Empiris dan Yuridis Normatif
Dalam sosiologi hukum, terdapat dua pendekatan utama: yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif lebih berfokus pada kajian terhadap teks-teks hukum yang ada, seperti undang-undang, peraturan, dan keputusan pengadilan. Pendekatan ini memberikan kerangka formal tentang bagaimana hukum seharusnya diterapkan. Sementara itu, pendekatan yuridis empiris mempelajari penerapan hukum dalam kenyataan sosial, yaitu bagaimana hukum diimplementasikan dalam praktik dan apakah kebijakan hukum benar-benar mencapai tujuan yang diinginkan dalam masyarakat. Kedua pendekatan ini penting untuk memahami hubungan antara hukum dan masyarakat, baik dari sisi normatif maupun praktis.
Positivisme Hukum
Positivisme hukum adalah aliran yang menekankan bahwa hukum terdiri dari aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara atau otoritas yang sah dan harus dipatuhi oleh masyarakat. Dalam pandangan ini, hukum dianggap sebagai aturan tertulis yang jelas dan eksplisit, yang dibuat oleh lembaga yang memiliki kewenangan, seperti legislatif atau pengadilan. Positivisme memisahkan hukum dari moralitas dan nilai-nilai sosial. Pemikiran ini berkembang melalui tokoh-tokoh seperti John Austin dan H.L.A. Hart, yang menyatakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa yang sah dan harus ditaati, tanpa memperhatikan apakah aturan tersebut sejalan dengan nilai-nilai moral masyarakat.
Sociological Jurisprudence (Jurisprudensi Sosiologis)
Sociological Jurisprudence berfokus pada hubungan antara hukum dan masyarakat dan memandang hukum sebagai fenomena sosial yang hidup. Menurut Roscoe Pound, hukum harus dapat merespons kebutuhan sosial dan perubahan dalam masyarakat. Hukum tidak hanya dilihat sebagai teks formal, tetapi juga harus dipahami dalam konteks bagaimana ia diterapkan dan memberikan solusi atas masalah sosial. Oleh karena itu, hukum yang baik adalah hukum yang mampu menanggapi masalah sosial dan memberikan keadilan sosial, bukan hanya berdasarkan aturan yang tertulis.
Living Law (Hukum yang Hidup)
Living Law, yang diperkenalkan oleh Eugen Ehrlich, menyatakan bahwa hukum yang sesungguhnya berlaku dalam masyarakat tidak hanya terdiri dari aturan tertulis, tetapi juga mencakup norma-norma yang hidup dalam kehidupan sosial. Hukum yang hidup adalah hukum yang diterima oleh masyarakat dan dijalankan dalam praktik sehari-hari, meskipun tidak tercatat dalam undang-undang atau peraturan formal. Oleh karena itu, hukum bukan hanya berasal dari negara, tetapi juga dari interaksi sosial dan kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat. Living Law menunjukkan pentingnya norma-norma sosial yang diterima secara luas oleh masyarakat.
Utilitarianism (Hukum Utilitarianisme)
Utilitarianisme adalah teori yang menyatakan bahwa hukum harus berfokus pada pencapaian kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Dalam pandangan ini, hukum yang baik adalah hukum yang dapat membawa manfaat sosial yang terbesar, meskipun itu berarti mengorbankan beberapa kepentingan individu untuk kebaikan bersama. Tokoh-tokoh seperti Jeremy Bentham dan John Stuart Mill mengembangkan teori ini, yang menyatakan bahwa hukum harus menciptakan kesejahteraan sosial yang lebih besar, mengutamakan kebahagiaan mayoritas daripada kepentingan individu.
Pemikiran Emile Durkheim
Emile Durkheim, salah satu tokoh sosiologi hukum terkemuka, memandang hukum sebagai refleksi dari solidaritas sosial dalam masyarakat. Durkheim membedakan dua jenis solidaritas: solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Dalam masyarakat tradisional, solidaritas mekanik berlaku, di mana norma dan hukum diterima oleh masyarakat karena kesamaan dalam nilai-nilai dan kepercayaan. Namun, dalam masyarakat modern, yang lebih kompleks, solidaritas organik muncul, di mana norma dan hukum berfungsi untuk mengatur interaksi antara individu yang berbeda dan saling bergantung satu sama lain.
Pemikiran Max Weber
Max Weber menekankan pentingnya rasionalitas dalam sistem hukum. Menurut Weber, hukum dalam masyarakat modern harus bersifat rasional dan terstruktur, dengan prosedur yang jelas dan transparan. Weber melihat hukum sebagai sebuah sistem yang tidak hanya mengatur hubungan antara individu, tetapi juga mempengaruhi struktur sosial secara lebih luas. Hukum, dalam pandangannya, berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan yang rasional dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Efektivitas Hukum
Hukum tidak akan efektif hanya jika dilihat dari segi teks undang-undang atau peraturan yang ada. Sebuah hukum baru bisa disebut efektif apabila benar-benar diterapkan dalam masyarakat dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Efektivitas hukum sangat bergantung pada implementasinya dalam praktik, termasuk pada tingkat kesadaran hukum masyarakat dan sejauh mana hukum tersebut memenuhi kebutuhan sosial yang ada.
Hukum dan Pengendalian Sosial
Hukum berfungsi sebagai alat pengendalian sosial, yang digunakan untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat. Pengendalian sosial ini dapat berupa sanksi yang diberikan kepada individu yang melanggar aturan, serta pengaturan perilaku untuk menciptakan kesepakatan bersama. Hukum bekerja bersama dengan norma sosial lainnya, seperti norma agama dan adat, untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat.
Socio-Legal Studies
Socio-legal studies adalah pendekatan yang mempelajari hubungan antara hukum dan masyarakat dengan cara yang lebih luas dan multidisipliner. Penelitian dalam bidang ini melibatkan analisis bagaimana hukum bekerja dalam konteks sosial yang lebih besar, termasuk faktor-faktor budaya, politik, ekonomi, dan gender. Contoh penelitian dalam bidang ini adalah analisis tentang kesetaraan gender di pedesaan, yang dapat menunjukkan sejauh mana hukum memberikan dampak positif terhadap perempuan.
Hukum Progresif
Hukum progresif, seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, menekankan pentingnya hukum yang adaptif dan berpihak pada keadilan sosial. Hukum progresif tidak melihat hukum sebagai sesuatu yang kaku dan statis, tetapi sebagai instrumen yang harus terus berkembang sesuai dengan dinamika kebutuhan masyarakat. Dalam perspektif ini, hukum harus mampu memberikan solusi yang lebih manusiawi dan berkeadilan.
Pluralisme Hukum dan Studi Hukum Islam dengan Pendekatan Sosiologi
Pluralisme hukum adalah fenomena di mana terdapat lebih dari satu sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. Di Indonesia, pluralisme hukum terlihat dalam interaksi antara hukum negara, hukum adat, dan hukum agama. Hal ini menciptakan tantangan tersendiri, terutama ketika ada konflik antara ketiganya. Pendekatan sosiologi hukum juga dapat digunakan untuk memahami bagaimana hukum Islam diterapkan dalam masyarakat Indonesia, dengan memperhatikan konteks sosial dan budaya yang ada. Dalam hal ini, hukum Islam dapat berinteraksi dengan sistem hukum lainnya dan tetap memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Terima kasih sudah membaca, teman-teman!
Perjalanan kali ini menunjukkan bahwa hukum adalah sesuatu yang terus berkembang dan harus terus beradaptasi dengan perubahan masyarakat. Dalam perkuliahan Sosiologi Hukum ini, saya belajar banyak tentang dinamika hukum dalam masyarakat dan pentingnya keseimbangan antara hukum formal
#muhammadjulijanto2024 #sosiologihukum #prodihukumekonomisyariah #uas #fakultassyariahuinradenmassaidsurakarta
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI