Positivisme hukum adalah aliran yang menekankan bahwa hukum terdiri dari aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara atau otoritas yang sah dan harus dipatuhi oleh masyarakat. Dalam pandangan ini, hukum dianggap sebagai aturan tertulis yang jelas dan eksplisit, yang dibuat oleh lembaga yang memiliki kewenangan, seperti legislatif atau pengadilan. Positivisme memisahkan hukum dari moralitas dan nilai-nilai sosial. Pemikiran ini berkembang melalui tokoh-tokoh seperti John Austin dan H.L.A. Hart, yang menyatakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa yang sah dan harus ditaati, tanpa memperhatikan apakah aturan tersebut sejalan dengan nilai-nilai moral masyarakat.
Sociological Jurisprudence (Jurisprudensi Sosiologis)
Sociological Jurisprudence berfokus pada hubungan antara hukum dan masyarakat dan memandang hukum sebagai fenomena sosial yang hidup. Menurut Roscoe Pound, hukum harus dapat merespons kebutuhan sosial dan perubahan dalam masyarakat. Hukum tidak hanya dilihat sebagai teks formal, tetapi juga harus dipahami dalam konteks bagaimana ia diterapkan dan memberikan solusi atas masalah sosial. Oleh karena itu, hukum yang baik adalah hukum yang mampu menanggapi masalah sosial dan memberikan keadilan sosial, bukan hanya berdasarkan aturan yang tertulis.
Living Law (Hukum yang Hidup)
Living Law, yang diperkenalkan oleh Eugen Ehrlich, menyatakan bahwa hukum yang sesungguhnya berlaku dalam masyarakat tidak hanya terdiri dari aturan tertulis, tetapi juga mencakup norma-norma yang hidup dalam kehidupan sosial. Hukum yang hidup adalah hukum yang diterima oleh masyarakat dan dijalankan dalam praktik sehari-hari, meskipun tidak tercatat dalam undang-undang atau peraturan formal. Oleh karena itu, hukum bukan hanya berasal dari negara, tetapi juga dari interaksi sosial dan kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat. Living Law menunjukkan pentingnya norma-norma sosial yang diterima secara luas oleh masyarakat.
Utilitarianism (Hukum Utilitarianisme)
Utilitarianisme adalah teori yang menyatakan bahwa hukum harus berfokus pada pencapaian kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Dalam pandangan ini, hukum yang baik adalah hukum yang dapat membawa manfaat sosial yang terbesar, meskipun itu berarti mengorbankan beberapa kepentingan individu untuk kebaikan bersama. Tokoh-tokoh seperti Jeremy Bentham dan John Stuart Mill mengembangkan teori ini, yang menyatakan bahwa hukum harus menciptakan kesejahteraan sosial yang lebih besar, mengutamakan kebahagiaan mayoritas daripada kepentingan individu.
Pemikiran Emile Durkheim
Emile Durkheim, salah satu tokoh sosiologi hukum terkemuka, memandang hukum sebagai refleksi dari solidaritas sosial dalam masyarakat. Durkheim membedakan dua jenis solidaritas: solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Dalam masyarakat tradisional, solidaritas mekanik berlaku, di mana norma dan hukum diterima oleh masyarakat karena kesamaan dalam nilai-nilai dan kepercayaan. Namun, dalam masyarakat modern, yang lebih kompleks, solidaritas organik muncul, di mana norma dan hukum berfungsi untuk mengatur interaksi antara individu yang berbeda dan saling bergantung satu sama lain.
Pemikiran Max Weber
Max Weber menekankan pentingnya rasionalitas dalam sistem hukum. Menurut Weber, hukum dalam masyarakat modern harus bersifat rasional dan terstruktur, dengan prosedur yang jelas dan transparan. Weber melihat hukum sebagai sebuah sistem yang tidak hanya mengatur hubungan antara individu, tetapi juga mempengaruhi struktur sosial secara lebih luas. Hukum, dalam pandangannya, berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan yang rasional dalam kehidupan sosial dan ekonomi.