Mohon tunggu...
Wahyu Andriyani Lumik
Wahyu Andriyani Lumik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Wahyu Andriyani Lumik mahasiswa S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Sehidup Semati

25 Agustus 2022   10:00 Diperbarui: 25 Agustus 2022   10:03 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cinta Sehidup Semati

            Seorang wanita bernama Sofi keluar dari butiknya. Setelah semua karyawannya pulang, dia segera menutup butik tersebut dan tampak tergesa-gesa menuju mobil sedannya. Dia pun melaju dengan kencang dengan sedan tuanya, sedan merk Honda Accord Maestro tahun 1991. Sesekali dia menengok jam tangannya. Petang ini dia akan menghadiri acara reuni bersama teman-temannya dulu. Dia tidak mau ketinggalan dengan momen yang telah dibahas dua bulan sebelumnya hingga disela kesibukannya, dia pun menyempatkan waktu untuk datang ke acara tersebut. Tampak sekolah yang masih seperti dulu dan tidak ada perubahan sedikitpun. Ia pun keluar dari mobilnya lalu memandangnya sejenak sekolah yang memberikannya kenangan. Nana, sahabat yang sekarang menjadi pelanggan butiknya pun memanggil di teras aula sambil melambaikan tangan. Sofi membalas lambaian tangan itu dan berjalan mendekati Nana dan segera bergabung dengan teman-temannya. Saling pandang untuk memhami wajah yang telah berubah. Keakraban pun mulai muncul di setiap sudut ruangan.

Aryo mendekati Sofi. Lelaki tampan itu nampaknya mengagetkan Sofi. Mereka berjabat tangan sambil saling melempar pandang. Mereka pernah berpacaran waktu SMA dulu selama empat bulan dan mereka putus. Setelah mengobrol sejenak, mereka saling tukar kartu nama kemudian Aryo pun berlalu menemui teman lainnya. Sofi pun masih memandangi Aryo. Ingin sekali mengulang masa-masa SMA dimana ia berpacaran dengan Aryo. Dari kejauhan Aryo pun memandangi parasnya Sofi yang cantik jelita. Nampaknya mereka berdua saling mencintai satu sama lain namun mereka masih saling menyembunyikan perasaan cintanya.

Hari itu hari Minggu, hari dimana seorang dokter bernama Aryo libur bekerja .Aryo bergegas memacu sedannya Mercedes Benz S-350 untuk mendatangi butik Sofi. Namun setelah sampai di butik Sofi ternyata Sofi sedang keluar kota. Aryo pun meninggalkan kadonya berupa bunga di atas meja kerja Sofi. Keesokan harinya Sofi menanyakan kepada Puput, salah satu karyawannya mengenai perihal bunga yang diletakkan di atas meja.

Sofi      : "Ini bunga dari siapa Put?"

Puput   : "Biasa lah buk. Penggemar beratmu."

Mendengar jawaban Puput, Sofi sudah paham siapa yang telah memberi bunga tersebut. Sejak selesai reuni dia selalu didekati Aryo dan tak lain bunga itu adalah kiriman dari Aryo. Sofi pun merasa bingung ketika dalam bunga terdapat ungkapan yang menyatakan cinta. Meskipun Sofi mencintai Aryo namun sebenarnya Sofi ingin mengembangkan bisnisnya terlebih dahulu baru nanti ketika bisnis yang digelutinya sukses, ia baru akan menikah bersama calon suaminya, Aryo.

            Hari semakin sore. Matahari mulai terbenam di ujung Barat. Sofi bergegas menutup butiknya dan menuju ke taman. Ia merenung. Ia juga bingung antara dua pilihan. Dia akan mengembangkan bisnis butiknya ataupun akan menikah dan mengurus rumah maupun anak. Hari semakin gelap. Lampu taman menjadi saksi kebimbangan Sofi yang harus bisa memilih jalan hidup kedepannya. Meski masih bimbang dan belum menemukan pencerahan, Sofi pun berlalu dan pulang ke rumah.

            Hari demi hari telah berlalu. Bulan pun telah berganti. Tepat pada tanggal 16 Maret 2018 adalah hari pernikahan Sofi dengan Aryo. Sofi telah memutuskan untuk menikah. Di hari itu mereka berdua telah sah menjadi pasutri dan hubungan mereka telah halal. Seorang dokter bernama Aryo menikah dengan wanita pemilik usaha butik bernama Sofi. Tepat tiga minggu setelah hari pernikahan, Aryo mendapatkan telepon dari kantor. Aryo dipindahtugaskan ke luar kota. Aryo dan Sofi bingung harus bagaimana. Namun karena tuntutan tugas akhirnya Sofi pun setuju. Aryo dan Sofi harus rela meninggalkan rumah dan kampung halamannya dan harus tinggal di rumah dinas. Malam itu mereka mengemas pakaian dan semua kebutuhan yang akan dibawa pindah ke rumah dinas. Keesokan harinya, setelah subuh mereka berpamitan dengan orangtuanya lalu berangkat menuju kota Kudus Jawa Tengah dengan membawa dua mobilnya, mereka memilih berangkat pagi karena jaraknya yang jauh dari Bantul, Yogyakarta - Kudus, Jawa Tengah. Setelah memakan waktu kurang lebih empat jam, mereka berdua pun sampai kota Kudus, Jawa Tengah. Kota penghasil rokok terbesar di Jawa.

            Mereka pun segera memarkirkan kedua mobilnya di halaman rumah dinasnya. Rumah yang akan mereka tempati bersama. Halaman rumah itu tidak terlalu besar namun cukup untuk memarkirkan kedua mobil mereka. Halaman rumah itu juga terlihat asri karena adanya berbagai tanaman hias terutama anggrek. Aryo dan Sofi menghela napas melepas kepenatan usai menempuh perjalanan jauh. Mereka pun segera masuk ke rumah. Rumah itupun tidak terlalu besar mungkin sekitar 75 meter persegi. Rumah itu bergaya minimalis kekinian. Aryo sejenak termangu di ruang tamu sedangkan istrinya, Sofi telah merebahkan diri di kamar. Aryo memandangi sekeliling. Bukan karena apa-apa, ia hanya memandangi perabot yang ada. Di ruang tamu itu memang ada meja dan kursi namun meja dan kursi sudah lawas yang kondisinya terlihat usang. Kayu pada perabotan itu sedikit demi sedikit telah rapuh dan mengelupas karena dimakan teter. Selain itu spon pada kursi busa itu sudah robek. Di dalam robekan terlihat sarang kecoa. Aryo terdiam dan bergumam jika rumah ini sepertinya sudah lama tidak ditempati. Meningat kondisinya yang kotor dan menjadi sarang serangga terutama kecoa tidak mungkin rumah ini sebelumnya ditempati dalam waktu dekat. Pasti sudah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dibiarkan kosong. Kalaupun ada yang menempati beberapa minggu yang lalu, kondisinya tidak akan seperti ini. Aryo pun melamun. Ia bahkan tidak tau kalau ternyata Sofi istrinya sudah berada dibelakangnya. Aryo pun terkejut.ia tidak mengira kalau ternyata istrinya sudah ada dibelakangnya.

Sofi      : "Ada apa to mas kok sepertinya ada yang dipikirkan karena aku lihat dari tadi mas Aryo melamun."

Aryo    : "Nggak ada apa-apa kok dek. Ini lagi melihat ruang tamu aja yang agak kotor. Sepertinya rumah ini sudah agak lama ditinggal penghuninya yang dulu."

            Sofi pun melihat sekeliling. Memang kondisi rumah itu kotor. Kotor karena debu di bagian bawahnya kemudian banyak sarang laba-laba di langit-langit rumah itu.

Sofi      : "Yasudah mas nanti kita bersihkan. Yang terpenting rumah ini juga masih layak untuk kita tempti berlindung dari panas dan hujan."

Aryo pun mengangguk tanda setuju. Mereka pun beristirahat sejenak kemudian mereka membersihkan rumah bersama-sama. Aryo membersihkan bagian langit-langit rumah dan Sofi menyapu dan mengepel lantai. Setelah semuanya bersih mereka kemudian menata pakaian yang dibawanya ke dalam lemari. Setelah semuanya lengkap mereka kembali beristirahat. Hari semakin malam. Jarum pendek jam dinding menunjuk angka 02 dan jarum panjang menunjuk angka 3 yang artinya jam 02:15 Aryo belum tidur. Ia berusaha memejamkan mata namun tidak bisa. Entah apa yang membuatnya tidak bisa tidur malam ini. Aryo mencoba memejamkan mata sambil mendengarkan lagu. Akhirnya lagu itu sayup-saup hilang dari pendengarannya dan tidur. Tak berapa lama sayup-sayup suara Adzan Subuh membangunkan dari tidur pulasnya. Segera Aryo dan Sofi mengambil air wudhu dan bersama-sama menunaikan sholat Subuh. Aryo kemudian keluar rumah dan duduk di teras. Hawa dingin menusuk tubuhnya namun Aryo harus bersiap bekerja di salah satu rumah sakit ternama di kota Kudus. Secangkir teh hangat telah disiapkan Sofi

Sofi      : "Ini mas tehnya. Di sruput dulu mumpung masih hangat."

Aryo    : "Walah dek kamu kok ya repot-repot. Makasih ya dek." (meminumnya dan memakai sepatu)

Sofi      : "Sudah mau berangkat mas? Hati-hati ya mas." (sambil mengulurkan tangan berjabat tangan dengan suaminya)

Aryo pun tersenyum. Ia berlalu meninggalkan Sofi dan menuju mobilnya. Ia menstarter mobil kemudian ditunggunya agar mesin panas dan oli telah sempurna melumasi bagian-bagian mesin. Setelah dirasa mesin sudah panas, ia memacu kendaraannya berjalan menembus kabut dan hawa dingin. Istrinya kemudian masuk dan duduk di ruang tamu. Istrinya hanya di rumah karena ia telah mempercayakan butiknya kepada Nana sahabatnya. Nana dipilih untuk mengelola butik Sofi karena jarak yang jauh membuat Sofi tidak bisa menjaga butik seperti dulu. Semenjak pindah ke Kudus, Sofi pun baru sekali pulang kampung itupun saat hari lebaran karena suaminya belum ada libur. Di rumah, Sofi tidak bisa tenang. Rumah itu sepi, sunyi tanpa ada suara apapun. Sofi terus-terusan memikirkan kampung halaman. Waktu terus berjalan. Kini sudah jam setengah empat sore. Deru mobilpun terdengar, tanda Aryo suami Sofi sudah pulang dari bekerja. Sofi menghampiri Aryo. Diajaknya Aryo masuk. Secangkir teh panas sudah disiapkan di meja ruang tamu.

Sofi      : "Mas, perasaanku nggak enak mas sama kampung halaman."

Aryo    : "Lho nggak enak gimana to dek?"

Sofi      : "Nggak tau mas, perasaanku nggak enak mas. Aku pengin pulang mas."

Aryo    : "Iya dek aku juga tau kok. Aku juga pengin sekali pulang dek. Tapi aku belum bisa pulang dek. Aku juga tidak mengizinkan kamu pulang sendirian dek. Bahaya."

Sofi mengangguk tanda setuju. Mereka berdua lantas bergegas mengambil air wudhu kemudian melaksanakan sholat berjamaah.

            Dua tahun kemudian, waktu itu Sofi tengah hamil tua. Suaminya pun mengambil cuti guna menjaga Sofi yang sudah hampir waktunya melahirkan. Sore itu, Aryo dan Sofi bergegas ke rumah sakit. Diinjaknya pedal gas dalam-dalam agar cepat sampai. Setelah sampai Sofi pun dibawa ke ruang persalinan. Aryo menunggu di luar. Jantungnya berdegup kencang memikirkan sang istri dan buah hatinya. Dokter pun keluar dari ruang persalinan. Aryo segera menemui dokter itu.

Aryo    : "Gimana dok persalinan istri saya?"

Aryo bertanya dengan nada yang gugup. Dokter itu kemudian menjawab

Dokter : "Alhamdulillah lancar. Anaknya laki-laki."

Aryo pun segera masuk ke ruang bersalin itu. Dilihatnya anak laki-lakinya di samping istrinya. Istrinya pun bersyukur karena prosesnya lancar dan hari ini adalah hari dimana sebuah karunia besar dari Allah SWT bagi Aryo dan Sofiyaitu dengan dititipkannya seorang anak laki-laki. Anak tersebut diberi nama Jofran Ardiansyah.

            Dua hari pasca melahirkan akhirnya Sofi dibawa pulang. Kini di rumah sudah ada yang menemani Sofi disaat suaminya bekerja yaitu sang buah hati. Disamping rasa kegembiraan akan datangnya sang buah hati terselip rasa kerinduan kampung halaman karena sejak Aryo dipindahtugaskan di Kudus, mereka hanya setahun sekali saat lebaran bisa pulang kampung. Itupun tidak lama. Sebenarnya Sofi dan Aryo ingin sekali menjenguk orang tuanya namun karena tuntutan tugas sampai saat ini belum ada waktu untuk kembali ke Jogja.

Sofi      : "Mas, kapan ya kita bisa balik ke kampung halaman?"

Aryo    : "Besok kalau ada dokter penyakit dalam selain aku di rumah sakit itu, aku bisa minta izin."

Aryo juga memiliki keinginan pulang ke Jogja namun karena dokter penyakit dalam hanya Aryo maka mau tidak mau setiap hari meski hari liburpun tetap bekerja. Terkadang kalau ada panggilan pasien yang darurat pun ia harus siap.

            Malam itu tepat pukul 20:00 WIB. Aryo yang baru saja menunaikan sholat Isya pun mendapat telpon. Ya benar sekali, telpon dari rumah sakit. Ada satu pasien yang baru datang yang gawat darurat. Dengan cekatan ia langsung ke rumah sakit tempat bekerjanya itu. Sofi yang melihat Aryo buru-buru pun menegurnya agar berhati-hati di jalan. Tanpa diberi tau Aryo, Sofi sudah tau jika suaminya buru-buru pasti ada panggilan dari kantor. Tak berselang lama handphone Sofi berbunyi. Terlihat Fatna yang memanggil. Fatna adalah adik sepupu Sofi yang tinggal sama kedua orang tua Sofi. Diangkatnya telpon itu. Ternyata telpon itu berisi kabar duka. Kabar dimana ayah Sofi meninggal dunia. Hati Sofi pun tidak tenang. Sofi menangis. Ingin sekali ia pulang namun suaminya masih di rumah sakit.

            Sofi pun menelpon suaminya. Ternyata suaminya sudah selesai bertugas. Suaminya pun meminta izin pihak rumah sakit kalau ia akan pulang karena ayah mertuanya meninggal dunia. Ayah Sofi meninggal dunia pukul 19:45 WIB di kediamannya. Diketahui bahwa ayah Sofi terkena serangan jantung. Sempat hendak meminta pertolongan kepada petugas medis namun nyawanya tidak tertolong.

            Sepulang dari kantor Aryo bergegas pulang. Dilihatnya jam yang ada di dasbor mobil. Sudah jam 22:45 WIB. Sesampainya di rumah tanpa berpikir lama ia segera mengemas pakaian dan bergegas menuju kabupaten Bantul, Provinsi Jogja. Hawa dingin dan mengantuk pun ia tahan karena apapun itu ia harus segera sampai Jogja karena mertuanya meninggal. Aryo mengemudikan kendaraan kemudian Sofi dan anaknya berada di belakang. Malam pun semakin larut. Pukul 00:00 WIB mereka baru sampai di jalan Tuban-Semarang. Dilihatnya dari spion tengah, istri dan buah hatinya dibelakang pun sudah tertidur pulas namun Aryo yang sudah mengantuk pun tetap melaju dengan cukup kencang. Dilihatnya speedometer menunjuk angka 90km/jam.

            Waktu demi waktu terus berlalu. Jalan demi jalan telah terlalui. Pukul 02:15 WIB mereka memasuki gerbang Tol Tanjungmas-Srondol. Tidak berlama-lama Aryo lantas tancap gas. Tol yang sepi membuat Aryo mengemudikan kendaraan semakin kencang. Pedal gas diinjaknya sedalam mungkin dengan menggunakan transmisi atau gigi lima. Yang ada di benak Aryo hanya satu yaitu sampai tujuan dengan cepat. Istrinya yang terbangun menawarkan diri untuk bergantian mengemudi namun Aryo bersikeras tetap ia yang mengemudikan kendaraan supaya cepat sampai dan kasihan kepada istrinya karena belum lama melakukan persalinan. Istrinya pun mengalah kemudian isrinya mengajaknya mampir ke rest area untuk menghilangkan kepenatan namun lagi dan lagi Aryo menolaknya.

            Malam yang semakin larut hingga pagi menjelang membuat Aryo tidak bisa menahan kantuknya. Mobil melesat dengan cepat dan posisi stir kini semakin melebar kekanan dan "Duarrrrrrr!!!!" bunyi keras hantaman mobil Aryo dengan tembok pembatas tol menggelegar. Mobilpun hancur dan terbalik. Aryo terbujur kaku dengan sang istri Sofi. Kerumunan warga segera mendatangi lokasi bersama kepolisian setempat. Setelah diidentifikasi ternyata Aryo dan Sofi meninggal dunia di tempat. Namun ada sebuah keajaiban besar bahwa anak dari Aryo dan Sofi hanya mengalami luka ringan. Polisi pun segera mengubungi pihak keluarga. Pihak keluarga pun lemas baik orang tua Aryo maupun ibunya Sofi. Aryo dan Sofi yang berniat melayat ke tempat ayahnya terpaksa perjalanannya terhenti di Tol Semarang-Solo dan ajal menjemputnya.

            Setelah diautopsi, jenazah Aryo dan Sofi dibawa ke kampung halamannya. Tiga jenazah berjajar di kediaman Sofi. Jenazah ayah Sofi kemudian menyusul jenazah Sofi dan jenazah Aryo. Berdasarkan hasil TKP polisi, diduga Aryo kelelahan. Waktu itu menujukkan pukul 03:10 WIB. Karena posisi jalan tol waktu itu sepi maka Aryo memacu kendaraannya dengan sangat kencang hampir 120km/jam. Dengan suasana malam yang dingin dan terus menerus menatap jalan raya maka suasana kantukpun datang. Aryo tertidur sehingga stir melebar kekanan. Dikarenakan mobil yang semakin melebar ke kanan akhirnya menabrak pembatas tol sehingga bodi mobil sedan istrinya yaitu Honda Accord Maestro 1991 sebelah kanan ringsek parah nyaris tak berbentuk. Aryo meninggal karena benturan keras dan tubuhnya terjepit sedangkan istrinya yang dibelakangnya juga mengalami hal yang sama yaitu benturan kanan mobil dan terjepit. Tak sampai di situ. Karena kecepatan kendaraan kencang maka setelah menabrak dan menggores bagian samping mobil sebelah kanan, kendaraan tersebut terguling sehingga proses evakuasi malam itu memakan waktu cukup lama.

            Kini Aryo dan Sofi tinggal sebuah nama. Anak semata wayangnya mendadak yatim piatu. Aryo dan Sofi dikebumikan siang itu pada pukul 13:00 WIB dalam satu liang lahat. Sedangkan ayah Sofi dikebumikan di sampingnya. Ya.. suasana duka dan terpukul bagi kedua keluarga yaitu Sofi dan Aryo. Mereka tak menyangka bahwa Aryo dan Sofi akan secepat ini dipanggil Allah SWT. Mau tak mau keluarga harus mengikhlaskannya karena semua sudah telanjur dan Aryo dan Sofi sudah tenang di alam sana dan semoga sang buah hati mereka senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya yang telah tiada dan selalu mendoakannya. Kini Jofran Ardiansyah hidup sebatang kara. Tanpa kedua orang tua namun ia kini diasuh oleh adik sepupu Sofi yaitu Fatna. Mungkin Aryo dan Sofi inilah yang dinamakan cinta sehidup semati. Mereka terlahir ke dunia, hidup sampai dewasa kemudian saling mengenal dan pelaminan adalah jalan yang harus ditempuh sebelum mereka bisa tinggal dalam satu atap dan kini mereka berdua meninggal dunia dalam satu waktu dan satu atap kendaraan di ruas Tol Semarang-Solo.

TAMAT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun