Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bapakku Polisi 2

27 Desember 2024   13:04 Diperbarui: 27 Desember 2024   13:04 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari Dinas Militer 

Oleh Wahyudi Nugroho

Sejak kapan bapakku jadi polisi ? Aku tak tahu. Tak pernah beliau bercerita secara detil saat aku masih kecil. Akupun tak pernah bertanya kepadanya.

Riwayat perjalanan hidupnya aku himpun dari potongan-potongan kisah yang pernah dialaminya. 

Beliau pernah berjalan kaki pulang pergi saat terjadi perang di Surabaya. Ikut aksi perlawanan rakyat dalam perang 10 November 1945. Beliau sudah menjadi anggota militer, dulu mungkin masih BKR, bertugas di Tulung Agung.

Saat itu institusi militer mungkin belum punya kendaraan apapun. Untuk mengangkut personilnya menempuh jarak yang jauh. Namun penugasan untuk bergabung dalam pertempuran itu tetap harus dijalankan. Satu-satunya solusi, jalan kaki.

Apa saja yang ia lakukan saat telah sampai di Surabaya ? Tak pernah aku dengar ceritanya. Iapun tak berkisah, apakah alat perang yang beliau gunakan saat itu, bambu runcing atau sudah senjata api.

Kisah berikutnya saat terjadi peristiwa Agresi Militer Belanda tahun 1949.  Bapakku ditugaskan di bagian logistik, beliau tinggal di lereng Gunung Kelud, di desa Sumber Glatik.

Ia tinggal di rumah penduduk, Mbah Warsa. Saat aku sudah dewasa aku pernah bertemu istrinya, Mbah Pantes, yang usianya telah 98 tahun. Meski demikian ingatan dan indera penglihatan dan pendengaran wanita ini benar-benar masih sempurna. Sekali pandang saat aku berkunjung saat lebaran, ia selalu berkata "awakmu anake Soekidjo ta ?" 

Saat itu ayahku tentunya telah dilengkapi dengan senjata. Karena ia sering bercerita bahwa telah berulang kali beliau berburu di hutan lereng gunung ini. Dengan kemampuan bidiknya beliau sering membawa kijang, babi hutan atau celeng. Daging binatang buruan ini sering dimasak sebagai dendeng oleh Mbah Pantes.

Ada cerita lucu, saat beliau tinggal di desa ini. Suatu saat Mbah Warsa menyelenggarakan selamatan. Diundanglah warga penduduk untuk hadir. Termasuk kyai yang ada di desa ini.

Saat makan daging yang disuguhkan ukurannya besar-besar. Habis makan sang Kyai bertanya, daging hewan apa yang dijadikan dendeng. Bapakku spontan menjawabnya.

"Kijang. Daging kijang. Enakkan kyai ?" Tanyanya balik.

"Enak sekali. Empuk." Jawab sang kyai.

Selesai kendurian, saat tamu sudah pulang, barulah ayah tertawa. Pertama kali dalam hidup ia terpaksa berbohong. Karena daging yang didendeng Mbah Pantes untuk suguhan kenduri sebenarnya bukan daging kijang, tapi daging babi hutan. Celeng atau bagong.

*****

Ada lagi cerita lucu saat ayah tugas di lereng kelud ini. Cerita yang menurut kakakku pertama lain ibu itu, tak layak untuk dibuka. Karena dianggapnya sebagai aib keluarga.

Namun bagiku, baik dan buruk kisah hidup itu tergantung dari mana memandangnya. Seburuk apapun kisah seseorang pasti ada hikmah yang bisa dipetik, tinggal orang lain yang memutuskan untuk memilih.

Daerah di lereng gunung kelud itu adalah wilayah perkebunan kopi. Dulu milik pengusaha partikelir belanda. Bisa jadi ayahku ditugaskan disini dibagian logistik terkait dengan keberadaan perkebunan ini.

Tapi personil yang ditugaskan sangat terbatas, dan tinggal terpencar berbaur dengan penduduk. Persenjataan yang dimilikipun juga terbatas, negara belum mampu memberi belanja untuk pengadaan senjata yang modern. Hanya memamfaatkan senjata hasil rampasan terhadap tentara Jepang.

Daerah ini sering menjadi daerah inspeksi tentara Belanda. Mereka datang dengan truk penuh tentara belanda bersenjata lengkap. Didahului oleh sebuah jip yang ditumpangi komandan dan sopirnya.

Warga penduduk selalu memberi tahu ayahku jika ada pasukan belanda datang berpatroli. Sehingga beliau punya kesempatan untuk sembunyi. Melawan mereka jelas percuma, jumlah personil dan senjata tak sebanding.

Jika ada inspeksi beliau sedang dirumah, tuan rumah buru-buru menyuruhnya masuk gledek, peti besar tempat bahan pangan, sekaligus tutupnya jadi ranjang tempat tidur tuan rumah.

Suatu saat ada inspeksi belanda dan beliau masuk gledek itu, ternyata didalamnya sudah ada penghuninya, anak gadis tuan rumah. Berdua disebuah tempat yang jelas sempit dan hanya bisa untuk tidur, maka terjadilah peristiwa yang tak pernah ia pikirkan. Tak perlu diceritakan detil disini, hanya akan menambah deretan peringatan dari kompasiana. 

Ibukupun mungkin tak pernah dengar cerita ini. Ayahku bertutur kepada kakakku perempuan yang merawatnya saat sakit sebelum meninggal. Barangkali beliau ingin melepas beban yang selama ini memberatinya.

Ternyata benih yang tertanam dirahim gadis gunung itu tumbuh. Namun ayahku tak tahu karena keburu dipindah tugaskan. Baru setelah beliau menjadi polisi dan telah beranak pinak, dan ditugaskan di Kepung, beliau bertemu lagi dengan wanita itu di pasar.

Saat itulah ia tahu bahwa ia punya anak disana. Anak pertama saat dirinya belum menikah.

Mendengar kisah itu aku mencoba mencari saudaraku itu. Saat aku bergabung LPKP Malang, menyelenggaran program pendidikan bagi anak buruh perkebunan.

Namun tinggal kisah sedih yang aku dapatkan. Wanita itu telah meninggal. Anaknya yang lahir tidak sepenuhnya normal. Mungkin akibat pernah dicoba menggugurkannya saat dalam kandungan.

Tetapi ada kebiasaan yang dihafal orang-orang dekatnya terhadap anak itu. Ia gemar berbaju tentara dan berlagak layaknya militer. Bisa jadi iapun tahu bahwa dirinya lahir ke dunia karena dulu ada tentara yang tinggal di rumahnya.

Kakakku itu mati muda. Kuburnya aku tak tahu dimana. Bahkan siapa namanya akupun belum tahu juga. Semoga ayahku diampuni dosa. Tanpa ia sadari ia menelantarkan seorang anak yang seharusnya juga disayanginya. Seperti kami sekeluarga.

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun