Warga penduduk selalu memberi tahu ayahku jika ada pasukan belanda datang berpatroli. Sehingga beliau punya kesempatan untuk sembunyi. Melawan mereka jelas percuma, jumlah personil dan senjata tak sebanding.
Jika ada inspeksi beliau sedang dirumah, tuan rumah buru-buru menyuruhnya masuk gledek, peti besar tempat bahan pangan, sekaligus tutupnya jadi ranjang tempat tidur tuan rumah.
Suatu saat ada inspeksi belanda dan beliau masuk gledek itu, ternyata didalamnya sudah ada penghuninya, anak gadis tuan rumah. Berdua disebuah tempat yang jelas sempit dan hanya bisa untuk tidur, maka terjadilah peristiwa yang tak pernah ia pikirkan. Tak perlu diceritakan detil disini, hanya akan menambah deretan peringatan dari kompasiana.Â
Ibukupun mungkin tak pernah dengar cerita ini. Ayahku bertutur kepada kakakku perempuan yang merawatnya saat sakit sebelum meninggal. Barangkali beliau ingin melepas beban yang selama ini memberatinya.
Ternyata benih yang tertanam dirahim gadis gunung itu tumbuh. Namun ayahku tak tahu karena keburu dipindah tugaskan. Baru setelah beliau menjadi polisi dan telah beranak pinak, dan ditugaskan di Kepung, beliau bertemu lagi dengan wanita itu di pasar.
Saat itulah ia tahu bahwa ia punya anak disana. Anak pertama saat dirinya belum menikah.
Mendengar kisah itu aku mencoba mencari saudaraku itu. Saat aku bergabung LPKP Malang, menyelenggaran program pendidikan bagi anak buruh perkebunan.
Namun tinggal kisah sedih yang aku dapatkan. Wanita itu telah meninggal. Anaknya yang lahir tidak sepenuhnya normal. Mungkin akibat pernah dicoba menggugurkannya saat dalam kandungan.
Tetapi ada kebiasaan yang dihafal orang-orang dekatnya terhadap anak itu. Ia gemar berbaju tentara dan berlagak layaknya militer. Bisa jadi iapun tahu bahwa dirinya lahir ke dunia karena dulu ada tentara yang tinggal di rumahnya.
Kakakku itu mati muda. Kuburnya aku tak tahu dimana. Bahkan siapa namanya akupun belum tahu juga. Semoga ayahku diampuni dosa. Tanpa ia sadari ia menelantarkan seorang anak yang seharusnya juga disayanginya. Seperti kami sekeluarga.
(Bersambung)