Saat istirahat Biksuni  Kalyanapadmi sempat bertanya kepada Sekar Arum tentang sosok gurunya.
"Ananda Sekar Arum. Apakah kau murid Nyai Rukmini ? Pendekar wanita yang bergelar Si Walet Putih bersayap  pedang ?" Tanyanya.
"Apakah bibi mengenal guruku dari sebuah mimpi juga ?" Tanya Sekar Arum balik.
Biksuni itu tersenyum.
"Tidak semua peristiwa di dunia ini aku ketahui lewat mimpi. Â Namun aku mengenal jurus-jurus ilmu kanuragan yang engkau mainkan. Sepertinya aku melihat sosok Nyai Rukmini di masa muda. Cepat keras dan ganas mencerminkan wataknya." Kata Kalyanapadmi pelan.
Sekar Arum tertawa kecil sambil menunduk. Ia merasa telah kehilangan sebagian watak lembutnya semenjak mengikuti gurunya berpetualang di  jagat persilatan. Setiap kali  ia melihat bagaimana gurunya bersikap atas  musuh-musuhnya yang mengancam nyawanya. Pasti dibabat habis tanpa ampun.
Sikapnyapun pelan namun pasti meniru sikap gurunya. Tak secuwilpun rasa dihatinya keinginan memberi ampun kepada lawannya. Setiap bertempur semangatnya menggelegak untuk  menghabisi lawannya dengan  mengerahkan seluruh ilmu dengan cepat keras dan gagas.
"Kau tidak salah bibi. Aku murid Nyai Rukmini. Si Walet Putih bersayap pedang. Apakah bibi kenal beliau ?"
Kalyanapadmi menganggukkan kepala.
"Ia sahabatku, kami satu perguruan. Ia putri guruku. Namun karena kecewa atas hubungan cintanya tak disetujui orang tuanya ia lantas pergi. Sejak itu kami tidak pernah bertemu. Hanya mendengar kabar bahwa ia telah menjadi pendekar pembasmi kejahatan bergelar Si Walet Putih bersayap pedang. Dimanakah kini beliau berada ?"
"Beliau tinggal bersama kami. Di kademangan Maja Dhuwur, membantu kami berdua, aku dan  kakang senopati Naga Wulung, melatih para calon prajurit khusus atas perintah pangeran Erlangga."Â