TEMBANG TANTANGAN
Oleh : Wahyudi Nugroho
Pagi itu terlihat empat orang melangkahkan kaki keluar dari barak prajurit, mengayun kaki berjalan menuju istana. Mereka adalah Senopati Wira Manggala Pati, Sembada, Sekar Arum dan Kala Bajra. Â Bergiliran empat orang itu masuk lewat gapura bentar atau arga belah, gapura yang dibentuk seperti sebuah gunung yang terbelah jadi dua.
Sembada berdecak kagum melihat bangunan megah yang baru tampak atapnya itu. Setelah memasuki gapura pertama, mereka harus berjalan melewati tanah lapang yang luas. Tanah lapang itu baru ditanami rerumputan, namun belum kelihatan rumput-rumput itu bersemi dan menghijau daunnya.
Mereka berjalan menuju gapura kedua. Â Gapura yang sering disebut paduraksa itu bentuknya berbeda. Gapura paduraksa berwujud utuh, tidak seperti gapura bentar yang terkesan terbelah. Gapura ini memisahkan tanah lapang dan halaman utama kraton.
Sekar Arum tidak begitu heran dengan berbagai bangunan  di Istana Giriwana itu. Sebuah bangunan yang dikelilingi tembok tebal, dengan dua pintu masuk berupa gapura, bentar atau arga belah dan paduraksa.Â
Ia telah sering keluar masuk istana Medang Kamulan. Rupanya istana Giriwana tak jauh beda dengan istana Medang yang sangat terkenal indahnya. Para kawula memuji keindahan Istana Medang mirip Kaendran, Istana Bathara Indra.
Namun gadis itu sedikit heran, istana Giriwana dirasakannya lebih menyerupai tempat suci, ketimbang sebuah keraton tempat penguasa memerintah sebuah negeri. Bangunan itu lebih memanifestasikan konsep Tri Mandhala, sebuah keyakinan bahwa alam semesta terbagi dalam tiga ranah yang masing-masing sangat berbeda. Nistha Mandhala, Madya Mandhala dan Utama Mandhala.
Gapura bentar atau Arga Belah memisahkan Nistha Mandhala dengan Madya Mandhala. Sedangkan Gapura Paduraksa memisahkan Madya Mandhala dengan Utama Mandhala.
Beberapa calon bangunan nampak pula di tiga mandhala itu. Terutama di wilayah Madya Mandhala, di sana terlihat beberapa fondasi bangunan sedang ditata.Â