Semua yang mendengar informasinya tercengang. Terutama tiga orang tamu Soma Gedeg.
"Kau bilang pemuda bau kencur, siapa namanya ? Dan dari mana asalnya ?" Tanya Soma Gedeg.
"Namanya Sembada. Berdua dengan sahabatnya seorang gadis putri Ki Ageng Gajah Alit, bernama Sekar Arum, yang bisa mengembalikan pusaka keramat milik Medang Kamulan ke pangkuan ahli warisnya. Songsong Tunggul Naga dan keris Jalak Saleksa." Kata Dyah Tumambong.
"Itu alasan utama Erlangga mengangkatnya sebagai senopati. Tapi siapa pemuda ini belum kau jelaskan. Aliran keyakinannya apa, siapa gurunya dan dari mana asal-usulnya. Barangkali itu maksud pertanyaan Adi Soma Gedeg." Kata tamu tertua di rumah itu.
"Baiklah Ki,... Siapa nama Aki ?" Tanya Dyah Tumambong.
"Aku Aki Tangkis Baya. Guru dari dua orang muda ini. Mereka bernama Blungki dan Gempol." Jawab orang tua itu. Dyah Tumambong mengangguk-angguk.
"Sembada itu anak tunggal Rakyan Halu Dyah Wira Manggala Pati, lebih dikenal Senopati Manggala. Jika merunut dari ayahnya kemungkinan dia orang Shiwa. Sedangkan Sekar Arum dari golongan pengagung Wisnu, nama ayahnya memakai nama jenis hewan, Gajah Alit." Jawab Dyah Tumambong.
"Yah, Shiwa dan Wisnu bersatu dalam diri sepasang pendekar itu. Mereka akan menghimpun pemuda dan pemudi sealiran dengan mereka." Kata Tangkis Baya.
"Lantas siapa guru pemuda bau kencur itu ?" Tanya Soma Gedeg.
"Dari pembicaraan yang aku dengar, Sembada murid Senopati Kidang Gumelar dan pewaris cambuk sakti Naga Geni. Sedangkan Sekar Arum, murid terkasih Nyai Rukmini, Si Walet Putih Bersayap Pedang pendekar dari lereng Arjuna." terang Dyah Tumambong.
"Waaah kalau itu bukan bau kencur lagi, bisa jadi keduanya raksasa pemilik ilmu kanuragan zaman ini. Guru-guru mereka adalah dewa perang pada zamannya. Almarhum Mpu Panuda, ayah Mahadewi Panuda penguasa Lhodoyong, terbunuh oleh setan itu. Sampai sekarang junjunganku masih dendam dengan kaki tangan Dharmawangsa dari desa Adiluwih itu." Kata Aki Tangkis Baya.