Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Bab 50 Istana Giri Wana

6 September 2024   11:07 Diperbarui: 7 September 2024   10:48 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokpri

"Tentu tidak demikian adi. Di manapun kita bertugas selalu terikat oleh aturan-aturan yang tak boleh dilanggar. Kita tak bisa bebas semaunya sendiri." Kata senopati.

"Hahaha. Baiklah baiklah. Aku yakin kakang telah melaksanakan tugas dengan baik. Lalu, siapakah dua orang ini ?" Tanya Dyah Tumambong sambil menatap Sembada dan Sekar Arum.

"Merekalah yang telah menunaikan tugas dari senopati Narotama, mengambil kembali pusaka kerajaan. Songsong Tunggul Naga dan Keris Jalak Saleksa telah kembali." Jelas senopati.

"Menarik. Keduanya sangat muda. Telah mampu selesaikan tugas besar." Kata Rakyan Dyah Tumambong sambil memandang Sembada dan Sekar Arum.

Namun dua orang muda-muda itu menangkap sedikit sikap aneh dari punggawa dalam istana Giriwana itu. Ia selalu memandang Sekar Arum berlama-lama, dan menjelajahi seluruh tubuh gadis itu dengan pandang matanya. Sungguh sebuah perbuatan tercela bagi seorang punggawa.

"Apakah keperluanmu adi ? " kata Senopati Manggala.

"Oh, ya ya Kakang Manggala. Aku diperintah pangeran untuk mengundangmu menghadap beliau.  Nanti setelah lewat tengah hari, kakang beserta dua orang yang telah mengambil pusaka kerajaan diminta menghadap." Kata Dyah Tumambong.

"Tidakkah itu terlalu siang. Sekarangpun aku sudah siap menghadap." Jawab Senopati.

"Itulah perintahnya. Masih banyak yang harus pangeran kerjakan yang lebih penting ketimbang mengurusi orang yang mengambil pusaka itu." Kata Dyah Tumambong sambil melirik Sembada.

Senopati Wira Manggala Pati menggigit bibirnya. Ia heran dengan sikap punggawa dalam itu. Dyah Tumambong kini jauh berbeda dengan dulu, saat masih jadi prajurit biasa. Ia sahabat yang baik, suka menolong, dan penuh perhatian kepada siapapun. Namun ketika diangkat untuk menjabat Rakyan Punggawa Dalam sikapnya telah berubah.

"Baik kakang, aku pamit. Tugas telah aku tunaikan." Kata punggawa itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun