Oleh Wahyudi Nugroho
Ketika Mpu Barada tengah sibuk mengembalikan sukma Naga Kumala agar menempati bilah tombak milik Ki Ageng Gajah Alit, Nyai Rukmini telah bertemu dengan Mbok Darmi dan Nyai Gajah Alit di tempat pengungsiannya di dusun Tiga Wangi. Dua wanita tua itu telah tinggal di rumah bekel dusun itu sejak perang belum terjadi.
"Hampir aku lupa Nyai, jika aku telah menitipkan kalian di dusun ini. Maklum usiaku sudah senja, jadi gampang sekali melupakan sesuatu. Jika Ki Ageng Gajah Alit tidak datang berkunjung, mungkin aku tak ingat lagi. Sementara Sekar Arum juga telah jarang bertanya tentang keberadaan ibunya. Asal aku diam, ia menganggap ibunya baik-baik saja." Kata Nyai Rukmini.
Kedua wanita tua itu menanggapinya hanya dengan tertawa saja. Nyai Gajah Alit sudah tahu watak kedua putrinya yang tak ingin dimanja kedua orang tuanya.
"Apakah perang sudah selesai ? Sudah benar-benar amankah kademangan Maja Dhuwur ? Kami memilih tinggal di sini jika keadaan belum pulih kembali." Kata Nyai Gajah Alit.
"Sudah aman Nyai. Kademangan itu sudah kembali tentram. Nyai Ageng ditunggu Ki Ageng Gajah Alit dan kedua putri Nyai." Jawab Nyai Rukmini.
"Baiklah. Kita pulang sekarang Mbok. Aku sudah sangat rindu dengan dua putriku." Ajak Nyai Ageng Gajah Alit kepada Mbok Darmi.
Demikianlah ketiganya segera pamit kepada  Ki Bekel Tiga Wangi yang masih sangat muda itu. Mereka berjalan kaki di bawah sinar matahari musim kemarau yang sudah tidak terasa panas lagi. Angin semilir bertiup dari selatan membelai wajah mereka dengan lembutnya. Menjelang matahari tenggelam di barat mereka telah sampai di depan pintu butulan halaman rumah Mbok Darmi.
Ketika masuk rumah tak ada seorangpun yang ada di sana. Nyai Rukmini keluar rumah lewat pintu depan, beberapa prajurit dan pengawal sedang duduk di amben bambu depan rumah.