Para petugas yang mengurus korban perang hampir selesai melaksanakan kerjanya. Sebagian telah mengubur mayat-mayat musuh dalam satu lubang. Entah gembong atau bawahan tak mereka pedulikan, semuanya dimasukkan dalam lubang besar yang mereka gali di tengah sawah dan segera ditimbun tanah. Tak ada tanda secuwilpun mereka sertakan di kuburan, agar mereka hilang dalam kenangan.Â
Petugas lain mengangkat pengawal dan prajurit yang terluka parah yang tertinggal di medan. Â Mereka yang terluka ringan dan dapat berjalan lebih dulu pulang dituntun teman-temannya. Mereka yang parah dikumpulkan di balai kademangan agar bisa diupayakan pengobatannya.
Dengan keranda bambu yang meninggal diletakkan di balai-balai rumah-rumah penduduk yang telah dipersiapkan. Jasad mayat korban perang semacam itu tak pernah dimandikan, darma mereka bagi sesama telah menyucikan segala dosa yang pernah mereka lakukan, demikian keyakinan adat yang berlaku.Â
Kulit mereka akan langsung dibalur reramuan agar tidak cepat rusak dan berbau. Tiga hari kemudian baru diperabukan, jasad mereka dibakar dan abunya dilarung di sungai. Agar semuanya kembali ke alam abadi dari mana jiwa dan raga mereka berasal.
Ketika para petugas sebagian masih sibuk bekerja mengurus para korban perang itu, di regol masuk kademangan Maja Dhuwur para pengawal yang bertugas berjaga di gardu regol menghentikan langkah kaki empat orang yang hendak masuk ke kademangan.
Empat orang itu semua berjubah kuning dengan rambut tersanggul di atas kepala. Dari pakaian yang mereka kenakan tentu mereka bukan dari golongan musuh yang baru saja menyerbu kademangan itu. Namun mereka itu para pendeta guru agama suci yang sangat mereka hormati.Â
"Maaf bapa, akan pergi kemanakah bapa memasuki regol kademangan ini ?" Tanya pengawal kepada orang tertua rombongan itu.
"Maaf tuan. Kami sekedar mau lewat di jalan ini untuk pulang di padepokan kami. Kami tinggal di padepokan Tunggarana tuan. Padepokan kami di lereng bukit itu." Jawab lelaki yang dipundaknya tercangklong sebuah tas dari anyaman akar tanaman.
"Nampaknya rombongan bapa baru saja menempuh perjalanan jauh. Boleh kami tahu dari mana bapa pergi ?"
"Kami baru pulang dari pesisir selatan, untuk mencari kerang hijau sebagai bahan pelengkap reramuan obat luka karena senjata tuan."
"Apakah bapa berhasil menemukan kerang-kerang hijau itu di pesisir laut selatan itu, bapa ?"