Singa Lodhaya memandangi sahabat barunya itu sambil mengangguk-anggukkan kepala.
"Tanah mereka juga subur. Saban tahun bisa panen dua sampai tiga kali. Pemudanya juga cukup banyak. Jika kita menang mereka bisa kita kendalikan dalam barisan kekuatan kita." Kata Singa Lodhaya.
Ternyata singa galak dari padepokan hutan Lodhaya itu telah sembuh luka di dalam dadanya akibat sabetan cambuk Nagageni dari Sembada. Namun ia menutup semua berita tentang sakitnya kepada kawan-kawannya. Ia tidak mau martabatnya jatuh, kalah bertempur dengan pemuda yang dianggapnya masih ingusan itu.
"Biarlah mereka mencoba menghadapi pemuda itu jika ia turun di medan. Lebih baik aku menghindarinya daripada harus menderita luka dalam lagi." Bisiknya dalam hati.
Hingga saat ini ia masih heran dan takjub, sama sekali tidak mengerti cara menggembleng Ki Kidang Gumelar terhadap muridnya. Pada usia yang sangat muda anak itu telah menguasai puncak ilmu yang dimiliki gurunya. Pertahanan Aji Macan Liwung miliknya bisa ditembus dengan ujung cambuk yang dilecutkan di dadanya. Selama sebulan terpaksa ia bersembunyi untuk memulihkan lukanya.
Meski luka dalam tubuh itu telah sembuh, namun luka jiwanya masih menganga. Perih ia rasakan di hati. Betapa kini tumbuh rasa takut mengulang kembali perang tanding itu. Tentu pemuda itu kian besar rasa percaya dirinya, telah menemukan rahasia kelemahan ilmunya.
"Kita percepat saja usaha kita menggilas kademangan itu." Tiba-tiba suara berat Gagak Arga guru Gagak Ijo menyeruak keheningan malam.
"Aku setuju. Kelihatannya tidak ada persiapan yang berarti di kademangan itu menghadapi serangan yang bakal kita lancarkan." Kata Srigunting menanggapi.
"Kita tunggu dulu kedatangan adi Bonge Kalungkung"
"Tak perlu kita tunggu dia. Kedatangannya tidak menambah kekuatan pasukan kita. Selama ini dia hidup sendiri. Tak seorang muridpun yang ia miliki." kata Kelabang Gede.
Nampak sekali sebagian besar dari gembong-gembong itu sudah tak sabar lagi untuk memulai peperangan. Mereka sudah haus untuk menyemburkan darah lawan-lawannya. Nafsu membunuh lebih kuat membakar hatinya, ketimbang berpikir bagaimana membangun sebuah cara menyerbu dan menaklukkan lawan lebih mudah.