Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 41. Benturan Pertama

27 Juli 2024   11:56 Diperbarui: 14 Agustus 2024   23:22 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokpri

Ayam hutan berkokok bersautan. Semburat cahaya mentari pagi tersangkut di balik gunung. Udara masih berkabut, titik-titik embun membasahi dedaunan. Sebentar lagi sisa-sisa kelamnya malam dan kabut berembun itu akan tersingkir oleh mentari yang kian tinggi.

Burung-burungpun terdengar riang menyambut datangnya fajar. Kicaunya menghias keheningan pagi dengan suaranya yang indah dan merdu, sambil berlompat-lompatan di dahan-dahan pohon dengan ceria. Seolah-olah hidup mereka tak kenal sesal dan sedih. Tiada hari tanpa pengharapan memperoleh rezeki dari Illahi.

Empat orang muncul dari pepatnya pepohonan di hutan Wanajaya. Berjalan pelan menghampiri rombongan orang-orang Pasundan itu. Melihat gelagat guru mereka merasa gembira,  murid-murid Mang Ogel itupun menghias bibir mereka dengan senyum. Nampak mata mereka juga berbinar ceria. 

Dua orang di antara pendatang itu telah mereka kenal sebagai penolong yang mengurangi beban mereka menghadapi keroyokan para begundal yang mereka kejar, yang dibantu teman-teman mereka dari pesanggrahan.

"Aku ucapkan selamat pagi kepada kalian semua. Dan terima kasih kepada Sembada dan Sekar Arum yang telah menolong cantrik-cantrikku. Tanpa kehadiran kalian mereka semua pasti sudah dilibas oleh orang-orang pesanggrahan" kata Mang Ogel.

"Aku kira tidak semudah itu tuan, eh paman. Murid-murid paman semua pemuda yang tangguh, tidak gentar meski menempuh bahaya. Butuh waktu panjang untuk bisa melibasnya." Kata Sembada.

"Justru itulah yang aku takutkan. Semakin lama waktu berlangsung banyak kemungkinan terjadi. Gembong-gembong mereka tentu tidak tinggal diam." Kata Mang Ogel, pendekar bajang dari Pasundan itu.

Baca juga: Ramadan Buat Sinten

"Alangkah bahagianya murid-murid Mang Ogel. Sudah bukan anak-anak lagi masih terus dikawatirkan gurunya. Seolah mereka bermain di tepi jurang.

Ketahuilah para gembong itu belum hadir di pesanggrahan. Aku sudah melihat pesanggrahan itu dari dekat. Gubug-gubug yang dipersiapkan untuk mereka kosong. Bisa jadi mereka kelayapan seperti kita, melihat-lihat seberapa besar kekuatan lawan."kata Ki Ardi, orang tertua dari empat pendatang itu.

"Jika ilmu mereka setara Sembada yang terbukti mampu mengusir Singa Lodhaya dengan cambuknya, mungkin aku tak akan pernah kawatir kakang. Tapi anak-anakku ini belum mencapai separo dari tataran ilmu Sembada. Bahkan mungkin masih jauh di bawah ilmu Sekar Arum." Jawab Mang Ogel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun