Dia telah berteman dengan kami sejak kami masih bocah, saat kami sama-sama tinggal di Dalem Katumenggungan Gajah Alit, rumah orang tua kami berdua.Â
Namun kami berpisah kurang dari sepuluh tahun. Ketika pertama kali bertemu, aku merasa pernah kenal dengan Sembada. Tiga kali aku bertanya padanya, apakah dia Sembada yang pernah aku kenal. Jawabnya selalu, bukan.Â
Ia selalu mengaku anak Mbok Darmi, janda miskin dari dusun Maja Legi. Â Namanya saja yang sama. Saat aku katakan wajahnya mirip sekali dengan Sembada yang aku kenal. Ia bilang banyak orang yang mirip di dunia ini, meski tidak ada ikatan saudara. Pokoknya ia selalu mengelak.
Aku sangat marah saat tahu dari adikku, Sekar Arum. Bahwa Sembada, yang mengaku anak Mbok Darmi, memang benar-benar orang yang semula aku sangka sahabat lamaku itu.Â
Tega-teganya ia membohongi aku selama ini. Itulah sebabnya aku marah. Dan menyerangnya habis-habisan." Katanya menjelaskan duduk permasalahan.
Semua yang mendengar penjelasan Sekar Sari mengangguk-angguk. Semua bisa memaklumi kejengkelan Sekar Sari kepada Sembada. Pemuda itu selama ini ternyata tidak jujur kepada Sekar Sari, juga kepada warga kademangan Maja Dhuwur.
Akhirnya para penontonpun bubar dengan membawa perasaan masing-masing. Terselip juga pertanyaan dalam hati mereka, kenapa Sembada merahasiakan jatidirinya selama ini ? Pasti dia punya alasan.
Orang yang dapat menebak suasana hati Sekar Sari hanya ki demang. Tentu gadis itu sudah dapat menduga, bahwa pendekar yang pernah menelanjanginya adalah Sembada. Hanya saja Sekar Sari tidak tahu tujuan Sembada membuka seluruh bajunya, saat ia hendak memperbaiki sumbatan nadi dan saraf dalam tubuh Sekar Sari.
Tentu saja ki demang tidak akan menjelaskan itu semua kepada calon menantunya. Biar kesalahpahaman itu diselesaikan oleh mereka berdua.
Ki demang percaya kepada Sembada. Pemuda itu cukup dewasa dan dapat menyelesaikan persoalannya sendiri.
"Biar sajalah. Mereka pasti menyelesaikan masalah mereka sendiri. Tak perlu aku ikut campur." Kata ki demang dalam hati.