Sembada terharu melihat dua bersaudara itu saling berrangkulan. Mereka tentu sangat rindu setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Para penonton juga terbawa suasana itu, terbukti mereka terdiam, tak terdengar suara dari mulut mereka.Â
Bahkan anak-anak didik Sekar Sari, gadis-gadis kademangan yang telah diajari ilmu kanuragan itu, banyak yang tidak dapat menahan air mata mereka. Semua ikut menangis.
Setelah mengusap air mata yang membasahi pipinya, Sekar Sari melepas rangkulannya, dan menggandeng tangan Sekar Arum menghadap para penonton.
"Saudara-saudara, warga kademangan Maja Dhuwur yang saya hormati. Ketahuilah, gadis di sisiku ini adalah adikku, tepatnya saudara kembarku. Namanya Sekar Arum. Sudah lama kami tidak bertemu. Hampir sepuluh tahun kami berpisah. Karena perang besar yang melanda Medang Kamulan." Kata Sekar Sari.Â
"Kami tidak ingin pengalaman seperti ini berulang. Karena perang, keluarga terpisah-pisah. Ayah terpisah dengan ibu, orang tua terpisah dengan anak, dan saudara terpisah dengan saudara.
Oleh karena itu, marilah terus kita kobarkan semangat membela kademangan kita, mempertahankan keutuhan kademangan dan keluarga kita, dari niat jahat mereka yang ingin menyerang kademangan ini." Lanjutnya.
"Hidup Maja Dhuwur" teriak Sekar Sari mengakhiri sesorah singkatnya.
"Hidup Maja Dhuwur. Hidup Sekar Sari. Hidup Sekar Arum" sambutan kawula lebih bersemangat lagi.
Sekar Sari menarik tangan Sekar Arum hendak mengajaknya turun panggung. Namun Sekar Arum menoleh kepada Sembada dan mengajaknya turun pula.
"Kakang Sembada, ayo turun. Bukankah kakang ingin bertemu dengan ki demang ?" Ajak Sekar Arum. Namun sebelum Sembada menjawab, Sekar Sari bertanya kepada adiknya.