Sembada mengangguk-anggukkan kepala. Pikirannya selama ini hanya berpusat pada upaya mengambil kembali payung keramat Tunggul Naga. Sama sekali tidak pernah berpikir tentang rencana besar golongan hitam, terkait usahanya mengumpulkan benda-benda pusaka itu.
"Benar Ki Ardi. Itulah sebabnya murid murid utama mereka menggalang kekuatan merebut kademangan Majaduwur. Rupanya kademangan yang subur itu hendak digunakan sebagai landasan kekuatan mereka. Namun upaya itu telah gagal."
"Yah, upaya itu telah kau gagalkan. Tapi bukan berarti mereka lantas berhenti. Mungkin mereka dulu tidak memperhitungkan keberadaanmu."
"Bukan aku yang menggagalkan Ki, tapi semua pengawal kademangan."
"Yah. Meski kaulah yang mengambil peranan menentukan. Tanpa kehadiranmu beserta seluruh kemampuanmu pasukan pengawal itu pasti ludes duluan. Mereka akan terlambat andai memanggil pasukan cadangan sekalipun. Aku melihat sendiri perang di padang ilalang itu, dari awal hingga akhir."
Sembada diam tak dapat mengelak.
Ia mengingat kembali peristiwa saat itu. Hampir saja ia kehilangan pengamatan diri. Hendak membinasakan setiap musuh yang dihadapi. Termasuk Gagak Ijo dan Klabang Ireng yang menghadangnya. Namun niat itu ia urungkan, karena tujuan awalnya ia terjun sekedar mengurangi beban berat para pengawal. Bukan membunuh musuh sesuka hatinya.
"Namun Ki Ardi, sekarang saat yang tepat mencari tahu di mana pusaka itu disimpan. Jika kelak ada kesempatan kita tak perlu bingung mencarinya." Kata Sembada.
Ki Ardi mengangguk-angguk. Iapun lantas memandang Nyai Rukmini. Wanita pendekar itu rupanya juga setuju dengan gagasan Sembada.
"Aku sepakat dengan pendapatmu Sembada. Tapi caranya bagaimana ?. Penjagaan ketat sekali, setiap jengkal tanah dijaga cantrik padepokan. Kita kesulitan masuk tanpa diketahui." Kata wanita itu.
"Aku ingin melihat keadaan padepokan itu. Sebelum memutuskan cara memasukinya, untuk mencari tempat di mana pusaka itu disembunyikan." Kata Sembada.