Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Saat Ngabuburit, Mampir TBM Jambu, Anak Desa Jambu Bikin Buku, Keren

30 Maret 2024   20:28 Diperbarui: 30 Maret 2024   21:39 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia diam. Tercekat. Menulis buku? Dia waktu itu hanya membatin. Kesambet lelembut mana om Muh ini. Anak Jambu disuruh menulis buku? Dia masih mencoba menafsir ide nyleneh itu sambil terus membatin heran. Bagaimana mungkin anak Jambu yang jarang mendaras buku itu disuruh menulis buku? Lantas buku seperti apa yang akan mereka tulis?

Lha wong dia sendiri saja belum bisa menerbitkan buku. Bagaimana bisa dia mengajarkannya? Terlebih kenal dengan mereka saja belum karib. Bagaimana bisa pula dia  mengkondisikan mereka untuk mau menulis? 

Jadi begitulah hingga kemudian konsep, tempat, sampai hal yang teknis kami bicarakan saat itu. Perlahan saya mulai mafhum bagaimana mewujudkan gagasan mendirikan taman baca di Jambu. Kemurungan dia terjawab. Kini dia tidak lagi bekerja sendiri. Pertemuan itu sungguh memberi dia pencerahan. Buah dari silaturahim. Rasa optimis dia kembali bangkit. Sepenuh hati dia meyakini pasti bisa. Kuncinya hanya satu: aksi!

Dok,tbm.jambu
Dok,tbm.jambu

Awal Menulis, Menerbitkan dan Berkarya.

Seperti telah dia utarakan, bahwa ide nylenehom Muh tentang anak Jambu menulis buku. Sejujurnya saat itu dia merasa sangsi. Apakah bisa mereka diajak untuk menulis? Lantas apa pula yang akan mereka tulis? Belum lagi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mencetaknya? Pikiran dia dijajah oleh angan-angan yang pesimis. 

Yang dia pikirkan juga saat itu, ketika sebuah buku dicetak dan diterbitkan, tentu juga harus melihat segmen pembaca dan pasar. Laku atau tidak? Dia berpikir seperti ini karena sempat bekerja di bagian distribusi dan pemasaran salah satu penerbit di Jogja. Hal ini yang membuat dia berpikir sedikit kapitalistis

.Akhirnya dia memutuskan untuk diam dan menyimak. Saat penjabaran ide itu dia sesapi, hal itu sungguh bertolak belakang dari asumsi-asumsi pesimisnya. Ternyata ide tersebut begitu sederhana: menulis catatan harian. Tepatnya kumpulan catatan harian.

Memang bila ditilik dari sisi pasar jelas buku itu tidak laku untuk dijual. Karena memang tujuannya bukan untuk dijual. Tetapi lebih pada mengajak mereka untuk dekat dengan buku. Mencintai buku. Tak sekadar membaca namun juga menulis. Melatih mereka berproses kreatif. Memberi motivasi bahwa anak desa juga mampu menerbitkan buku. Meyakinkan mereka bahwa semua orang berhak cerdas. Semua orang berhak baca. Semua orang berhak
menulis.

Dia pun akhirnya memahami esensi ide nyleneh tersebut. Pun kenapa agar hal tersebut harus terus dilakukan. Adalah perlu mengajak mereka untuk menulis. Tak perlu berpikir apakah buku tersebut laku atau tidak. Karena yang terpenting Gelaran Jambu setidaknya juga mempunyai koleksi buku yang ditulis oleh orang-orang Jambu sendiri. Sebagai arsip.

Obrolan mereka lantas berujung pada format cacatan yang akan mereka kerjakan. Temanya sederhana. Tentang ibu. Tepatnya pengamatan selama satu minggu terhadap aktivitas ibu mereka mulai bangun tidur hingga kembali beristirahat menjelang malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun