Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 17: Persiapan Perang (Cersil STN)

27 Maret 2024   21:10 Diperbarui: 2 Juni 2024   22:48 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Latihan yang jelek. Jika kau hanya dengan cara itu meningkatkan ilmumu, selamanya ilmumu akan tetap jelek." Katanya pelan namun jelas terdengar telinga Sekarsari.

Gadus itu menghentikan latihannya. Ia bergerak berjalan mendekati dinding sanggar yang terbuat dari anyaman bambu, nsmun anyaman itu dibikin berlubang lubang. Jadi dia bisa melihat ada lelaki tengah berdiri di balik dinding yang baru saja mencela ilmunya.

"Siapa kau, berani sekali lancang mulut menghinaku. Masuklah jika kau ingin menjajagi ilmuku." Kata Sekarsari sewot.

"Hahaha kau akan menjebakku. Jika kau terdesak tentu kau akan memanggil pengawal, dan mengurungku di sanggar ini. Jika kau berani kita bertempur di tempat terbuka." Kata lelaki bertutup muka itu. Ia lantas balik badan dan bergegas berjalan lewat belakang sanggar.

Sekarsari tak membiarkan pergi begitu saja. Ia ingin memberi pelajaran terhadap orang yang telah lancang mulut itu.

"Berhenti !!!" Bentaknya.

Namun lelaki itu mempercepat jalannya. Sekarsari terpancing mengejarnya. Maka sejenak kemudian dua orang itu berkejar kejaran di gelapnya malam.

Nampaknya sengaja lelaki itu berjalan seperti orang pincang, sehingga Sekarsari merasa yakin akan dapat menangkapnya. Namun hingga beberapa ribu depa, melewati beberapa pategalan dan pekarangan Sekarsari belum juga mampu menangkapnya. Hatinya merasa panas, merasa dirinya disepelekan. Ia kerahkan sekuat tenaga kemampuannya menggunakan tenaga cadangan. Kelihatan ia akan berhasil, jarak antara dirinya dengan lelaki lancang mulut itu kian dekat.
Namun ketika mereka mencapai sebuah tanah lapang di dekat bukit kecil di perbatasan kademangan Majaduwur lelaki itu tiba tiba hilang. Sekarsari heran beberapa saat, ia menoleh kesana kemari mencari buruannya.

"Hai pengecut jangan kau bersembunyi. Keluarlah jangan jadi pecundang dan pengecut semacam ini"

"Hahaha, aku bukan pengecut dan pecundang seperti kau sangkakan. Aku hanya memberitahumu, agar kau sadar bahwa ilmumu masih dangkal. Jangan kau menyombongkan diri dengan ilmu semacam itu di hadapanku."

"Keluarlah, tunjukkan batang hidungmu jika kau bukan pengecut."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun