Sambaya tertawa pelan.
"Hahaha yayaya, baiklah, baiklah berlatihlah dengan semangat."
Di dusun Jambu Kartika juga sibuk melatih kembali ketrampilan olah senjata pemuda pemuda dusun itu. Di sebuah sanggar terbuka di belakang rumahnya yang luas mereka dengan penuh semangat membaja diri.
Demikian juga pemuda pemuda di dusun lain, seperti Bendo, Darungan, Wanaasri. Semua giat dan semangat membaja diri.
Pada suatu malam Sembada tidak hadir dalam latihan rutin yang diselenggarakan di rumah ki bekel Majalegi. Sejak sore ia berbaring di amben bambu di kamarnya. Saat simboknya menengoknya ia sedikit berbohong, ia berkata kepada simboknya bahwa ia sedang tak enak badan. Simboknya membiarkan anaknya beristirahat, barangkali ia kecapekan setelah bermalam malam ikut berlatih di kabekelan.
Namun ketika menjelang tengah malam Sembada keluar. Ia kenakan pakaian khusus yang belum pernah ia pakai selama ini. Dengan celana dan baju hitam, serta ikat kepala hitam yang menutupi mukanya ia menerobos gelap malam berlari menuju induk kademangan. Ia ingin tahu apa yang dilakukan oleh Handaka dan pemimpin pengawal kademangan di induk desanya. Namun yang menjadi pusat perhatiannya adalah Sekarsari, apakah gadis itu juga mempersiapkan diri menghadapi perang yang akan datang.
Di induk kademangan ternyata Handaka dan Sekarsari juga sibuk melatih kembali pemuda pemuda di sana.
Setelah selesai mereka berlatih berdua di sanggar. Kadang ditemani ki demang yang berkepentingan menuntaskan pewarisan ilmu kepada kedua muda mudi itu.
Nampaknya ki demang belum merasa puas dengan hasil yang telah dikerjakannya. Dua muda mudi itu belum mencapai tingkat kemampuan menerapkan ilmu sebagaimna yang ia harapkan. Namun lelaki tua itu tetap harus bersabar, ia berpikir hanya pengalamanlah yang akan mematangkan ilmu kedua anaknya itu.
Semua itu diketahui sembada secara sembunyi sembunyi mengamati saat mereka sedang berlatih. Ia harus ekstra hati hati melakukan penyelidikan itu agar tidak ketahuan, terutama oleh ki demang Sentika yang berilmu tinggi.
Sembada telah melakukan misi rahasia itu berulangkali. Pada suatu malam ia melihat Sekarsari sendirian berlatih di sanggar, tanpa ditemani calon suaminya maupun ki demang. Sembada pelan pelan mendekatinya, kemudian berdiri bersedekap tangan di balik dinding anyaman bambu di luar sanggar.