Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berkah Ramadan Mengguyur Mbok Mirah

26 Maret 2024   09:34 Diperbarui: 26 Maret 2024   20:31 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sadli !!! Inilah rumah nenek." Katanya memberi tahu kepada anak laki-lakinya."

Anak itu berdiri diam di depan rumah kecil dari bambu itu.  Dengan sedekapkan tangan ia amati rumah neneknya. Iapun mengeriyipkan dahinya.

"Rumah nenek jelek sekali ayah.  Mau roboh lagi." Ujarnya.

Ayahnya diam.  Ada segores rasa bersalah dalam hatinya.  Lama sekali ia tidak menjenguk emaknya.

Mbok Mirah keluar kamar.  Urung menjalankan sholat dzuhur.  Ia lepas mukenanya.  Kemudian berjalan bertatih tatih menuju pintu depan.  Ia mengangakan mulutnya saat melihat tamu di depan rumahnya.

Badrun segera lari dan jongkok di depan emaknya.  Ia rangkul kedua kaki emaknya. Ia sembunyikan wajahnya di lutut emaknya. Ia menangis.  Di antara sedu sedannya ia memohon maaf kepada emaknya yang telah kelihatan sangat tua itu.  

Kedua mata Mbok Mirahpun basah.  Beberepa tetes air mata jatuh menetes di rambut Badrun.  Mulutnya bungkam, menahan isak tangisnya yang menekan.

Sadli dan ibunya melihat pemandangan itu dengan terpana. Keduanya terharu melihat anak dan emak itu bertemu. Merekapun menangis.  Mbok Mirah mengusap-usap kepala Badrun.  Diangkatnya tubuh gemuk itu agar berdiri.  Kini Mbok Mirah yang melongo.  Anaknya yang dulu kurus saat pamit pergi merantau.  Kini jadi gemuk dan gagah.

"Mbok.  Ini menantumu. Namanya Surti.  Gadis dari Banten.  Tapi sekarang ikut aku di Jakarta.  Dan ini oleh-oleh buat simbok.  Dua cucu yang ganteng dan cantik."

Mbok Mirah menatap wajah menantunya.  Wanita cantik itu mengangguk hormat.  Dengan membungkuk ia menyambut uluran tangan Mbok Mirah dengan kedua tangannya.  Jemari wanita tua itu diciumnya.  

Sadli mengikuti ibunya.  Dengan dua tangan pula menerima salam dari neneknya.  Tangan keriput itu juga diciumnya.  Ia diam saja ketika wanita tua itu merangkulnya dan mengucurkan air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun