Ia mengingat kembali pesan Kakek Ardi, atau Ki Kidang Gumelar, yang telah berbaik hati memberi tahu tentang ilmu yang tersimpan di dalam goa. Â Cambuk itu adalah senjata sakti yang dihadiahkan kepadanya oleh orang aneh itu.
Sembada kemudian bangkit dari tidurnya. Â Ia lingkarkan cambuknya di pinggang. Â Kemudian turun amben bambunya dan keluar dari kamar. Â Ia sejenak mempertajam pendengarannya, ketika terdengar nafas Mbok Darmi sudah teratur, berarti wanita tua itu sudah tidur. Â Ia segera keluar rumah lewat pintu dapur.
Ia berjalan keluar halaman, setelah agak jauh dari rumahnya segera digunakan ilmu peringan tubuhnya. Â Dengan gesit dan lincah serta berkecepatan tinggi ia lari menuju sungai. Â Di sanalah ia temukan siang tadi sebuah tempat yang dapat dipakai untuk membaja diri.
Setelah berhenti sejenak, dan yakin bahwa di tempat itu tidak ada orang yang sedang mengawasinya, pemuda itu segera meloncat ke sebuah batu. Â Kemudian melenting dengan ringannya ke batu lain. Â Demikian terus ia lakukan berulang-ulang sambil melontarkan jurus-jurus ilmu yang ia pelajari di goa.
Meski malam begitu gelap, dicahayai sinar bintang-bintang di langit saja, namun penglihatan Sembada amatlah tajam. Â Dari jarak tertentu ia mengenali mana batu yang posisinya agak goyah jika diinjak, dan mana yang kokoh untuk jadi tumpuan ia melenting.
Jika ada mata yang memandangnya tentu orang itu akan terkesima. Â Tubuh tegap berotot itu seperti kapuk yang ringan melayang-layang dari satu batu ke batu yang lain. Â Bahkan tubuh itu dengan luwesnya berjumpalitan di udara.
Ketika terdengar ayam jantan berkokok yang pertama kali, Sembada menghentikan latihan keringanan tubuhnya. Â Ia ingin mengakhiri latihan malam itu dengan mencoba kembali ilmu pamungkas yang telah dimilikinya.
Ia keluarkan cambuknya dari balik baju yang telah basah oleh keringat. Â Ia pegangi tangkainya dengan tangan kanan, tangan kirinya memegang ujung cambuk itu. Â Kedua tangannya ia angkat ke atas, seperti orang yang tengah melakukan sembah kepada Sang Maha Dewa, kemudian menariknya ke bawah hingga keduanya sampai di dada.
Setelah getaran hawa sakti mengalir dari jantungnya menuju tangan kanannya, ia putar cambuknya hingga menimbulkan suara dengung yang dahsyat. Â Kemudian ia sentakkan ujung cambuk itu mengarah ke sebuah batu hitam di dekat tebing sungai.
Terlihat cahaya putih kebiruan meloncat dari ujung senjata itu, kemudian meluncur kesasaran yang ditujunya, sejenak kemudian terdengar ledakan dahsyat. Â
"Blaaarrr" Batu hitam itu hancur menjadi debu.