Sementara itu Kartika masih bercakap-cakap dengan Sambaya di rumah pemuda Majalegi itu. Mereka berdua sama-sama suka dengan sifat Sembada. Â Namun sama-sama heran kenapa ia tidak mau terbuka bahwa dirinyalah yang menolong mereka.
"Sikapnya terlalu hati-hati. Â Apakah dia tidak mau kehadirannya diketahui Handaka, Â sehingga ia menolak jadi anggota pasukan pengawal kademangan, tapi lebih memilih sebagai anggota Barisan Pagar Dusun saja."
"Bisa jadi Kakang. Â Masihkah kakang ingat ucapan Handaka saat itu kepadanya. Â Ia dituding lancang, pamer kemampuan, dan merendahkan pasukan pengawal kademangan. Â Sembada barangkali seorang perasa juga, ia tidak ingin muncul di Majaduwur menemui seorang yang menganggapnya deksura."
"Aku semakin tertarik berkawan dengannya."
"Aku juga kakang. Â Nampaknya ia memang menyimpan ilmu yang tinggi. Â Namun tidak ingin orang lain menganggapnya sebagai pendekar. Â Ia ingin hidup sebagai orang biasa di tengah-tengah kita."
"Jika demikian kita tak perlu bercerita tentang kehadirannya di kademangan. Â Jika Handaka mendengar nanti bisa timbul persoalan. Dua pemuda itu wataknya sangat berbeda. Kita rahasiakan saja"
Kartika mengangguk-anggukkan kepala. Setelah agak malam, Kartika pamit pulang ke dusun Jambu.
Sementara itu Sembada sedang merebahkan badannya di amben bambu di kamarnya. Â Tangannya menimang-nimang cambuk merah, yang ujungnya tersimpul beberapa keping baja yang terikat kuat.
Keping-keping baja yang tajam itulah yang mampu melukai lawannya. Â Setiap sentuhan bisa menimbulkan guratan atau bahkan luka tergantung ia menyalurkan tenaganya. Â Bahkan dari ujung cambuk itu bisa meloncat seberkas sinar jika ia menyalurkan tenaga saktinya.
Telah cukup lama ia tidak berlatih. Â Meski setiap hari dia tidak pernah berhenti kegiatan yang memeras keringat, namun melatih ilmu harus dilakukan setiap saat. Â Agar semakin lama semakin mantap ia menguasainya.
Tak secuwilpun keinginan ia mencari lawan. Â Tapi pantang baginya menghindar dari musuh. Â Apalagi terhadap orang-orang yang jelas telah menyimpang dari adat pergaulan yang baik. Â Seperti Gagakijo. Â Ia bertekad suatu saat akan menemuinya dan mengadu kesaktian dengannya.