Di antara rombongan orang berkuda itu yang agak tidak senang hatinya adalah pemuda pendek gemuk itu. Â Yang lain merasa bersyukur terlepas dari bahaya dan kematian yang baru saja mencengkeram mereka.
"Kenapa kau ikut campur ? Â Apa urusanmu dengan kami ?" Tanya pemuda itu kepada orang yang membantunya.
"Tidak ada urusan apa-apa tuan. Â Saya tidak tahan melihat ketidakadilan. " jawab pemuda yang kelihatan bodoh itu.
"Jumawa. Â Kami belum kalah di arena ini. Â Kami juga punya kewajiban menghancurkan kejahatan. " kata pemuda gemuk pendek sambil bersungut.
"Apapun yang ia lakukan, dia telah melepaskan kita dari kesulitan kakang." Kata si gadis pelan.
Pemuda pendek gemuk itu menatap mata gadis. Â Ia merasa tidak mengerti apa yang dipikirkan gadisnya.
"Kita tidak minta pertolongannya. Â Lancang. Â Memangnya kami di sini betina semua."
Anak buahnya menundukkan kepala. Â Semua tidak paham atas sikap pemuda pendek gemuk yang menjadi pemimpinnya itu. Anak muda bertongkat itu tidaklah salah. Â Menolong orang dari kesulitan adalah naluri setiap orang yang waras.
"Kita lanjutkan perjalanan."
Pemuda pendek gemuk itu bergegas melangkahkan kakinya menuju kudanya ditambatkan. Â Si gadispun mengikutinya setelah ia mengangguk dan tersenyum ke arah pemuda bertongkat itu. Sembada membalas anggukan dan senyum gadis itu.
Sebentar kemudian dua belas orang sudah melarikan kuda mereka. Pemuda pendek dan gemuk itu tak mau menolehkan kepalanya sekalipun kepada Sembada. Â Hanya anak-anak buahnya yang diam-diam menganggukkan kepalanya ketika mereka lewat di depan Sembada.