"Mampus kalian. Â Sebentar lagi istrimu akan jadi janda. Hahaha"
Namun tiba-tiba tanpa mereka ketahui datangnya muncul seseorang yang menceburkan diri dalam kancah pertempuran. Seorang pemuda bersenjata tongkat bambu tanpa diundang ikut melawan para berandal itu. Â
Gerakannya aneh, seperti hanya sembarangan saja ia mengobat-abitkan tongkatnya, seperti orang yang sama sekali tidak memiliki ilmu kanuragan. Beberapa orang anak buah Gagakijo meloncat mundur.Â
Mereka mengamati sejenak siapa yang mengganggu pertempuran mereka. Â Setelah tahu mereka segera berteriak-teriak marah.
"He siapa kamu anak gila ! Â Jangan ikut campur di pertempuran ini."
"Aku dipihak orang-orang berkuda ini. Â Kalian mengeroyok mereka. Â Itu tidak adil." Â Jawab pemuda itu sambil menggerakkan tongkat bambunya merangsek lawan di depannya.
"Setan alas. Â Kau juga akan jadi bangkai di sini."
Pemuda itu tidak menanggapi ocehan lawannya. Â Dengan cepatnya ia menggerakkan tongkat dengan gerak sembarangan, namun demikian gerakan-gerakan itu sangat mengherankan hati para pengawal.
Meski kelihatan seperti orang bodoh dan ngawur, hanya bermodal keberanian, pemuda itu dapat mengobrak-abrik perlawanan anak buah Gagakijo. Â Setiap pedang yang berbenturan dengan tongkatnya mesti pedang itu terlepas dari tangan musuhnya. Kemudian diikuti teriakan mengaduh dari lawannya karena bagian tubuhnya kena gebukan atau serampangan tongkat bambu.
Banyak anak buah Gagakijo yang kemudian meloncat mundur. Jika tidak kehilangan pedang, tubuh mereka yang terkena serangan tongkat pemuda itu. Â Bahkan ada yang kemudian kakinya pincang, kepala bocor, atau perutnya sakit bukan kepalang.
Para pengawal memamfaatkan situasi itu dengan menyerang sisa-sisa lawannya. Â Karena keterkejutan sesaat itu benar-benar merugikan anak buah Gagakijo. Â Senjata para pengawal sebentar kemudian telah memakan korban.