MENYEBERANG SUNGAI BRANTAS
Oleh Wahyudi Nugroho
Setelah berbincang panjang, menceritakan sedikit riwayat senjata pusaka Cambuk Naga Geni, ki Ardi diam. Suasana goa terasa sepi, hanya dengung suara angin yang masuk lubang itu yang terdengar. Kadang keras kadang pelan bahkan kadang diam, tergantung irama angin yang bertiup.
"Cobalah bermain sebentar dengan cambuk itu. Â Ilmumu sudah lengkap. Â Kau bisa memainkan dengan tenaga wantah saja. Tanpa perlu mengeluarkan tenaga dalam. Â Namun kau juga bisa menyalurkan tenaga dalammu lewat cambuk ini. Â Ia juga bisa menjadi saluran puncak ilmumu yang nggegirisi itu." Kata kakek itu.
Seperti mendapat perintah gurunya sendiri, pemuda itu lantas berdiri. Â Diikuti oleh kakek itu berjalan di tengah-tengah ruangan goa. Â Kemudian ia memainkan jurus-jurus perguruannya dengan menggunakan senjata cambuk itu.Â
Betapa trampil Sembada memainkan Senjata. Seolah ia pernah berlatih beberapa bulan. Hal itu karena semua jenis jurus telah dicipta untuk selaras dengan senjata lentur.
Dengan tenaga wantah ia menggerakkan cambuknya. Terdengar suara lecutan cambuk itu menggelegar memekakkan telinga. Namun ketika ia menyalurkan tenaga dalamnya, dan melecutkan cambuk itu lagi, suara lecutannya malah tidak sekeras semula. Â Tetapi ia yakin akibat yang ditimbulkannya akan sangat berbeda.
"Coba, salurkan tenaga saktimu lewat lecutan cambuk itu." Perintah kakek itu.
Pemuda itu menganggukkan kepala. Â Ia mendekati sebuah batu, kemudian mengangkat kedua tangan ke atas dan menarik salah satunya ke bawah sedikit, dilanjutkan menarik keduanya hingga bertemu di dada. Â Tangan kiri pemuda itu tetap di dada dengan posisi miring terbuka, tangan kanan memutar cambuknya. Â
Selang sesaat ketika cambuk itu dilecutkan mengarah sebuah batu, maka muncul sinar putih kebiruan yang menghantam batu itu. Terjadi sebuah ledakan dahsyat, ujung cambuk yang lentur itu mampu menghancurkan batu hingga lembut seperti tepung.