Bayangan itu lantas mengangkat kedua tangannya ke atas, menarik sedikit tangan kirinya ke bawah, dan tangan kanannya juga turun lantas bersamaan dengan tangan kiri turun sampai ke dada. Â
Tangan kanan itu bergerak lagi ke atas dan memperlihatkan gerak melontarkan sebuah ilmu dengan telapak tangannya.Â
Kemudian bayangan itu tiba-tiba hilang. Bersama pudarnya cahaya yang terang benderang di sekitarnya, terasa puncak kepalanya bergetar. Â Getaran itu terus turun lewat tulang belakang hingga sampai ujung ibu jari kaki. Â Sesaat pemuda itu menggigilkan badannya sebentar, kemudian membuka matanya. Ia telah sadar dari suasana samadi dan meraga sukma.
Pemuda itu menarik nafas dalam-dalam. Â Ia memandang patung itu sejenak, kemudian menelangkupkan kedua tangannya di dada, lantas membungkukkan badan. Â Ia menghaturkan hormat kepada benda yang ia bayangkan sebagai sosok gurunya.
Pemuda itu mengatur nafasnya sejenak, pandangannya menuju ke arah salah satu batu yang tertata melingkar, yang telah ia pakai sebagai alas latihan meringankan tubuh.
Kemudian ia mengangkat kedua tangannya, menariknya sedikit tangan kirinya ke bawah, kemudian menarik keduanya hingga saling menangkup telapaknya di depan dada. Â Kemudian pemuda itu menjulurkan tangannya ke depan dengan telapak tangan mengarah ke batu itu. Â
Terasa ada getaran mengalir dari jantungnya, merambat dengan cepat lewat tangan kanannya. Â Sebuah cahaya putih kebiruan terlontar dari telapak tangan itu, seperti kilat cahaya itu menyambar batu yang dipandangnya. Â Terdengarlah sebuah ledakan.
"Blaaarrr." Â
Batu itu hancur menjadi debu. Â Seperti asap, debu itu berhamburan menyebar sesaat memenuhi ruangan. Â Kemudian hilang turun ke tanah dan ruangan goa itu bersih kembali.
"Plok plok plok...horeee" terdengar suara tepuk tangan.
"Hebat. Â Ternyata kau mampu melontarkan puncak ilmu yang tertulis di kitab dalam goa ini". Â Terdengar suara bersorak kagum teriring tepukan tangan dari kakek tua yang tiba-tiba hadir di ruangan itu.