Namun keberadaan patung itu di dalam ruangan goa sangat berpengaruh terhadap tekad pemuda itu. Â Pelan-pelan hatinya semakin mantap untuk mencoba menggapai puncak ilmu perguruannya. Â
Jika diingat peristiwa ini persis sebagaimana pernah di gelar dalam pentas wayang purwa. Seorang pangeran yang ingin berguru kepada Resi Druna ditolak oleh pendeta dari atas angin itu, karena pangeran itu bukan darah raja Hastina. Namun semangatnya tidak padam untuk melatih kemampuan ilmunya, khususnya di bidang memanah.
Maka dibuatlah patung menyerupai guru sakti itu, dan ditempatkannya di goa tempat pangeran itu berlatih. Karena semangatnya membaja diri yang tinggi, kemampuannya justru mengungguli murid Druna yang disayanginya, Arjuna. Pangeran itu bernama Bambang Ekalaya.
Demikianlah, akhirnya pemuda itu segera berbenah diri, melakukan persiapan-persiapan yang harus dilakukan untuk membersihkan jiwanya. Â
Iapun lantas mandi, dengan membersihkan rambutnya dengan daun-daun lumut yang ada di dinding goa itu. Â Setelah selesai mandi, terhitung sejak malam itu, saat gelap telah menyelimuti goa, pemuda itu tidak lagi makan dan minum untuk tiga hari. Â
Ia hanya duduk bersila di tengah ruangan itu sambil mengheningkan cipta, mengatur nafasnya dan merasakan dengan penuh konsentrasi sedotan dan hembusan nafas yang keluar masuk hidungnya.
Pada hari pertama sudah ia rasakan suasana yang sepi dan senyap, hingga hari ketiga suasana itu tidak berubah.Â
Namun di akhir hari ketiga itu seolah badannya tegang sesaat, sesuatu bergerak-gerak mulai dari ujung ibu jari kakinya, kemudian merambat ke atas, lewat tulang belulang di punggungnya, naik terus ke atas hingga di puncak kepalanya, kemudian byar...Â
Sebuah cahaya yang terang benderang menyelimuti dirinya. Cahaya itu begitu sejuk dan nyaman ia rasakan. Tidak membuat silau pandang matanya, juga tidak panas mengenai kulitnya.
Kemudian muncul sosok bayangan bercahaya di depannya yang mirip sekali wajahnya dengan dirinya. Â Bayangan itu memandang dengan tajamnya ke arah mata pemuda itu. Â Tubuh jasmani pemuda itu tidak mampu ia gerakkan, hanya nafasnya saja yang masih terus berjalan.
Bayangan cahaya itu lantas bergerak-gerak memperagakan jurus-jurus perguruannya, kemudian bergerak dalam rangkaian jurus yang rumit berbelit-belit, kemudian berhenti. Â