Setelah beberapa hari latihan ia dapat melontarkan badannya dari batu pertama ke batu ketiga atau keempat dengan ringannya. Kadang pula ia tidak berlarian memutari lingkaran batu itu, tapi ia lakukan secara acak, seperti jika ia tengah melakukan perkelahian.Â
Kakinya semakin kokoh kala berpijak satu batu, namun saat melontarkan tubuh tenaganya juga semakin kuat mendorongnya. Demikian pemuda itu berlatih, hingga gerakannya seperti gerak burung sikatan yang sedang terbang  mengejar belalang.
Pada hari kedua puluh jasmani pemuda itu sudah cukup untuk mendukung ilmu tenaga dalam yang telah bangkit dari dalam tubuhnya. Tenaga itu juga dapat ia gunakan mempercepat geraknya dalam ilmu meringankan tubuh.  Maka dalam waktu singkat pemuda itu telah meningkatkan ilmunya dengan pesat.Â
Ia sudah tergolong pemuda pilih tanding, tidak semua orang akan mampu melawannya. Â Hanya orang-orang tertentu yang memliki ilmu kanuragan tingkat tinggi yang bisa menghadapinya.
Kini tinggal ilmu puncak yang harus dilatihnya. Di permukaan dinding goa itu sudah tergambar petunjuk-petunjuk untuk membangkitkan ilmu itu.  Ilmu khusus yang hanya dimiliki oleh orang-orang dari perguruan Cemara Sewu. Â
Namun dengan hanya mengandalkan petunjuk gambar saja, tanpa ada bimbingan dari seseorang pemuda itu merasa ragu. Ia takut jika terjadi kekeliruan, dan syaraf atau jiwanya terganggu, tidak ada orang yang akan membantu untuk meluruskan. Â Akibatnya bisa gila.
Sesuai petunjuk dalam gambar di dinding goa, untuk mencapai puncak ilmu perguruannya, ia harus melakukan meditasi. Tidak hanya meditasi untuk menggapai suasana samadi, namun hingga bisa melepas sukmanya keluar dari raga. Â Orang bilang ia harus bisa meragasukma. Â
Sukma itu keluar dari raganya, dan melakukan gerakan-gerakan ilmu perguruannya hingga tuntas, yang akan diakhiri dengan rangkaian gerak tertentu untuk membangkitkan puncak ilmu itu. Rangkaian gerak akhir itulah kelak jika sukma dan raga menyatu kembali yang harus dipraktekkan untuk melontarkan puncak ilmunya.
Hingga hari kedua puluh lima pemuda itu belum melakukan upaya untuk menggapai puncak ilmu itu. Namun pada suatu pagi ia terkejut, ketika ia bangun terdapat sosok bayangan seseorang yang tengah duduk di sebuah batu besar di pojok ruangan. Â
Saat matahari sudah memancarkan sinarnya secara penuh, ia menghampiri sosok itu. Â Ternyata bayangan seseorang yang sedang duduk itu hanya sebuah patung kayu, yang dibuat dalam posisi tengah duduk seolah sedang menyaksikan dirinya yang sedang berlatih. Â
Namun patung itu lama-lama mengingatkan dirinya pada seseorang, jenggot panjang pada patung itu mengingatkannya pada jenggot gurunya, perawakan patung itupun juga perawakan gurunya, lebih-lebih wajahnya, persis seperti wajah gurunya. Pasti ada orang yang meletakkan patung itu di situ tanpa ia tahu siapa dia. Â Kemungkinan besar kakek tua itu, pikir pemuda itu.