Kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin telah disusun. Hiruk pikuk diskursus siapa mendapat apa, siapa di posisi apa, dan posisi apa diisi siapa terjawab sudah.
Rabu (23/10/2019) Presiden dan Wakil Presiden telah mengumumkan serta melantik 38 (Tiga Puluh Delapan) anggota kabinet, dan selang dua hari kemudian, Jumat (25/10/2019) susunan kabinet itu telah disempurnakan dengan penghunjukan 12 (Dua Belas) Wakil Menteri yang mengisi 11(Sebelas) pos kementerian.
Posisi pembantu Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 2019-2024 ini telah mencerminkan beragam unsur kepentingan dan keterwakilan berbagai elemen dan kelompok.
Ada unsur partai, profesional, relawan, agama, keterwakilan daerah, keterwakilan gender, dan bahkan unsur keterwakilan generasi milenial pun tertampung dalam kabinet Indonesia Maju, sebagai nama dari kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo pada masa jabatan keduanya.
Pro kontra komposisi kabinet mendapat berbagai macam respons. Ada optimisme besar pada rakyat, dan ada juga banyak komponen yang menaruh pesimisme. Itu merupakan hal lumrah dan biasa dalam demokrasi kita, apalagi demokrasi multipartai yang kita anut saat ini.
Nama-nama beken Seperti Letjen (Purn) Prabowo yang mendapat amanah menjadi Menteri Pertahanan, Prof Mahfud MD sebagai Menko Polhukam, Jenderal (Purn) Fahrul Rozi sebagai Menteri Agama, serta penunjukan Nadiem Makarim sebagai Pendidikan dan Kebudayaan menjadi trending topic soal kabinet di dunia maya dan dunia nyata.
Presiden Joko Widodo paham betul bagaimana beliau bersama KH Ma’ruf Amin membawa kapal besar “Indonesia” ini berlayar. Apa dan bagaimana tantangan besar bangsa ini ke depan. Maka bagi beliau berdua tidak ada yang tidak mungkin menempatkan orang-orang yang tepat pada posisi yang tepat pula.
Sangat sedikit barang kali para tokoh dan pakar kita menghitung perkiraan ketika Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto mau ikut berada dalam gerbong pemerintahan dan menjadi pembantu presiden.
Begitu pun siapa sangka jabatan Menteri Agama diberikan kepada sosok yang bukan dari kalangan agamawan. Presiden bahkan menunjuk seorang Purnawirawan Jenderal.
Nadiem Makarim yang masih sangat muda dan tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam tata kelola bidang pendidikan dan kebudayaan ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan Ddn Kebudayaan.
Pun dengan penunjukan Prof. DR Mahmud MD sebagai Menko Polhukam yang dalam sejarahnya selalu diisi oleh Purnawirawan Jenderal senior. Keputusan-keputusan maha berat itu tentu sudah dalam perhitungan yang cukup matang dan pertimbangan yang cukup hati-hati.
Tetapi itulah sikap Presiden. Beliau berani keluar dari pakem yang lazim dalam system politik kita untuk menjawab tantangan dan ekspektasi yang begitu besar akan kemajuan bangsa ini.
Jenderal Pol. (Purn) Prof Budi Gunawan, Ph.D dan BIN
Tokoh sekaliber Jenderal Pol (Purn) Prof. Budi Gunawan Ph.D yang dianggap beberapa pihak sebagai tokoh yang berjasa besar menjadi fasilitator pertemuan Calon Presiden Prabowo Subianto dengan Calon Presiden dan Presiden Joko Widodo, serta Prabowo Subianto dengan Ibu Megawati Sukarno Putri pasca-usainya kompetisi Pilpres yang cukup menegangkan dan menguras banyak energi elemen bangsa, tidak tersebut namanya dalam susunan kabinet.
Teka-teki yang menyebutkan beliau akan menjadi salah satu orang kepercayaan Presiden Joko Widodo di kabinet terbantahkan sudah, setidaknya kabinet awal Indinesia Maju jilid I (sebelum adanya reshuffle kabinet pada masa datang).
Sosok Jenderal Budi Gunawan seolah menegasikan semboyan intelejen kita “berhasil tidak dipuji, gagal dicaci maki, hilang tak dicari dan mati tidak diakui”.
Sosok Jenderal Budi Gunawan merupakan sosok humanis dan penyabar, tahan banting atas keadaan sulit yang menerpanya.
Bagaimana tidak, barangkali publik tidak akan lupa ketika di bulan Januari 2015 Presiden Joko Widodo mengajukannya sebagi calon tunggal Kapolri menggantikan Jenderal Badrodin Haiti, kemudian dalam beberapa hari berikutnya Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dirinya sebagai tersangka. Padahal DPR telah menyetujui usulan Presiden dan merekomendasikannya untuk dilantik menjadi Kapolri.
Peristiwa politik di atas barang kali menjadi ujian atas kegigihan, ketulusan dan kesabaran bagi beliau. Dan ada hikmah besar pada dirinya ketika nama beliau diajukan kepada DPR oleh Presiden sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada bulan September 2016, tidak ada hiruk pikuk yang luar biasa, tidak ada penetapan tersangka kembali oleh KPK, tidak ada penolakan yang massif dari kelompok masyarakat sipil dan insitusi DPR pun menyetujuinya.
Dan beliau menjadi orang kedua dari unsur kepolisianyang menjabat kepala BIN setelah Jenderal (Purn) Sutanto yang menjabat pada periode 2009-2011.
Setelah melewati usia 3 (tiga ) tahun memimpin lembaga telik sandi tersebut, akankah Jenderal bergelar Profesor itu akan mendapat amanah baru yang lebih strategis sebagai ladang pengabdiannya? Ataukah 11 Desember 2019 menjadi hari terindah kepada beliau saat usinya genap beruisa 60 (Enam puluh) tahun dengan dengan kado istimewah menikmati masa pensiunnya? Hanya Allah SWT, Presiden Joko Widodo dan beliaulah tentunya yang lebih tahu.
Di balik kontroversi karir dan pengabdiannya, Jenderal Budi Gunawan merupakan salah satu tokoh penting dibalik pendinginan situasi pasaca pilpres yang cukup tegang.
Di samping itu peristiwa besar kerusuhan di Tanah Papua juga menjadi catatan yang kurang baik bagi dunia intelijen kita. Akankah Presiden Joko Widodo akan kembali membuat kejutan dengan memberikan amanah kepala BIN kepada tokoh sipil ( diluar unsur purnawirawan TNI/Polri)? Hanya waktulah yang akan menjawabnya.
BIN Pasca Jenderal (Purn) Prof Budi Gunawan
Badan Intelijen Negara (BIN) merupakan lembaga pemerintahan negara non kementerian yang memiliki tugas pemerintahan di bidang intelijen. Lembaga yang telah beberapa kali berganti nama sejak proklamasi kemerdekaan 1945 ini memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas nasional.
Tantangan Bonus Demografi 2020-2035, Era Disrupsi, dan Era Indsutri 4.0 menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga-lembaga negara termasuk Badan Intelijen Negara. Pendekatan militeristik dan pendekatan hukum perlu untuk ditransformasikan dan dilakukan uapaya-upaya baru yang inovatif.
Tantangan-tantangan di atas perlu untuk menjawabnya dengan memberikan peluang yang cukup besar kepada kelompok dan tokoh-tokoh sipil dalam membantu tugas besar negara ternasuk di antaranya dalam bidang intelijen negara.
Tokoh-tokoh sipil yang selama ini ikut berperan dalam tugas-tugas intelijen diberikan kesempatan menjadi bagian penting dalam upaya menyongsong era maju Indonesia.
Dan Badan Intelijen Negara perlu kiranya pula untuk diberikan kesempatan kepada tokoh sipil untuk menahkodainya sebagai bagian dalam upaya kita bertransformasi dalam upaya menghadapi tantangan zaman pada masa kini dan masa mendatang.
Jenderal (Purn) Profesor Budi Gunawan sebagai Kepala BIN pada pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam periode pemerintahannya yang pertama telah membuat terobosan baru membuka diri dalam upaya mengelola badan telik sandi tersebut. Tinggal bagaimana Presiden dan Wakil Presiden sebagai user dari dari tugas-tugas intelijen melanjutkan arah baru ini dan memberikan kesempatan kepada tokoh-tokoh sipil untuk ikut serta membangun era maju Indonesia di bidang intelijen.
Tokoh pejuang perekat sabuk nusantara seperti Suhendra Hadikontono yang telah malang melintang membantu upaya rekonsiliasi perdamain di Tanah Rencong, upaya membangun misi perdamaian dengan tokoh-tokoh penting di Papua, berperan besar membongkar jaringan mafia bola yang mengakar di Indonesia perlu diberikan kesempatan oleh negara untuk mengabdi dan memabawa era baru badan intelijen kita.
Sejarah pernah mencatat tokoh sipil sekelas DR.Soebandrio pada era orde lama pernah diberikan kesempatan oleh Presiden Sukarno memimpin lembaga telik sandi negara.
Begitu pun KH. As’ad Ali yang dalam beberapa tahun terkahir diberi kepercayaan oleh negara mendampingi para purnawirawan jenderal memimpin Badan Intelijen Negara.
Akankah ada semangat dan cara kerja baru lembaga telik sandi negara kita membangun peradaban Indonesia bisa terwujud? akankah tokoh sipil mendapat tempat memimpi Badan Intelijen Negara? Hanya Prseiden Joko Widodo dan Prof. DR. KH Ma’ruf Amin dan waktulah yang akan menjawabnya.
Semoga era baru Indonesia, era kemajuan bangsa kita akan segera hadir. Insya Allah.
Wassalam
Sumatera Utara, 30 Oktober 2019
*Wahyudi Hardianto
Ketua Umum Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Islam Indonesia Sumatera Utara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H