ETIKA BISNIS DAN CORPORATE GOVERNANCE
Mempersepsikan tata kelola perusahaan (corporate governance) hanya sebagai fundamental hukum adalah sebuah kekeliruan, karena menjalankan perusahaan dengan tata kelola yang baik, dan bertanggung jawab adalah perkara etis yang perlu dilakukan siapa pun. Bisnis erat kaitannya dengan nilai social . Maka dari itu membangun bisnis berdasarkan nilai sosial yang berlaku adalah sebuah keharusan. Bagi perusahaan, melakukan hal yang benar dapat menghindarkan diri dari potensi masalah hukum yang berdampak kerugian material.
Corporate governance (CG) seharusnya memainkan peran vital tidak hanya sebagai pelengkap kepatuhan kepada hukum, namun juga untuk menegakkan etika bisnis. Praktik bisnis yang tidak etis diakibatkan oleh kegagalan regulator, yang memiliki tanggung jawab besar namun perannya sangat kecil (Asean Corporate Governance Association, 2021). Bagaimana cara mengatasi perilaku bisnis yang tidak etis, apalagi jika tidak jelas secara hukum? Jelas bahwa seseorang harus memulai dengan orang-orang di lapangan – manajer, karyawan, perwakilan dan perwakilan hukum lainnya.
PENGEMBANGAN DAN PELESTARIAN BUDAYA PERUSAHAAN YANG ETIS
Para Teoritist (misalnya: Brass et al., 1998)) berargumen bahwa keberadaan ethical corporate culture value merupakan suatu kondisi yang diperlukan-meskipun belum cukup, jika ingin meminimalkan terjadinya aktifitas tidak etis. Setidaknya teori ini didukung oleh bukti empiris. Misalnya, Survei Etika Bisnis Nasional tahun 2009 terhadap 2.852 karyawan AS yang dilakukan oleh Pusat Sumber Daya Etika (2010) menemukan bahwa dalam budaya etis yang lebih kuat, jauh lebih sedikit karyawan yang merasakan tekanan untuk melakukan pelanggaran (4% berbanding 15%), tingkat pelanggaran yang diamati jauh lebih rendah (39% berbanding 76%), karyawan yang mengamati pelanggaran lebih mungkin terjadi. untuk melaporkannya (43% berbanding 28%), dan mereka yang melaporkan pelanggaran cenderung tidak mengalami tindakan pembalasan (4% berbanding 24%).
Hubungan antara kepemimpinan etis dan perilaku etis juga telah diamati. Berdasarkan Hitt ( Hitt, 1990 hal: 3)) ''Hasil studi penelitian menunjukkan bahwa perilaku etis individu dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh para pemimpinnya.'' Persepsi di kalangan karyawan bahwa manajer mereka memiliki seperangkat nilai-nilai etika inti dan bertindak berdasarkan nilai-nilai tersebut telah terbukti berdampak signifikan terhadap budaya etis perusahaan.
REVOLUSI BISNIS: HARMONISASI ETIKA, TANGGUNG JAWAB SOSIAL, dan KEPENTINGAN BISNIS
Semakin etis budaya suatu organisasi, maka semakin etis pula perilaku pengambilan keputusan seorang individu (Ford & Richardson, 1994; Sinclair, 1993). Dengan demikian, upaya untuk memperkuat perilaku etis karyawan harus dilakukan di tingkat institusi.
Sebuah revolusi mengubah lingkungan bisnis di berbagai belahan dunia. Beberapa produsen kelas dunia mulai mengimplementasikan konsep bahwa manajemen puncak harus berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas serta perilaku etis di seluruh organisasi. Keputusan harus dibuat dalam lingkungan yang mendorong pertimbangan berbagai nilai, tidak hanya moneter. Berikut beberapa contoh:
- Pada pabrik perakitan Toyota di Jepang, setiap pekerja di sepanjang jalur produksi diberdayakan untuk menghentikan produksi jika muncul masalah kualitas (Womack & D. Roos, 1990).
- Mantan CEO Alcoa, Paul O'Neil, mempunyai reputasi peduli terhadap keselamatan karyawannya. Dia melakukan hal ini dengan mengunjungi pabrik dan menunjukkan kepada personel bahwa tidak ada batasan anggaran untuk masalah keselamatan; mereka harus mengeluarkan dana sebanyak yang diperlukan untuk memperbaiki semua bahaya keselamatan, berapa pun biayanya.
- Mantan CEO Perusahan Johnson & Johnson, James Burke, menempatkan keselamatan pelanggan di atas pertimbangan finansial dengan menarik kembali Tylenol (1982) secara nasional, meskipun biayanya sangat besar. Efek dari perilaku etis tersebut, memperoleh keunggulan kompetitif jangka panjang.
KESIMPULAN
Beberapa penelitian berhasil membuktikan bahwa penanaman dan pengembangan nilai etika dan budaya telah memberikan kontribusi cukup besar terhadap peningkatan tata Kelola dan mekanisme kontrol, yang pada akhirnya berdampak produktif pada kepentingan bisnis.