Kondisi ini tentunya menimbulkan situasi kerawanan akan kesehatan dan keselamatan buruh beserta keluarganya.
Kebijakan umum pembatasan sosial berskala besar membawa implikasi pembatasan aktivitas di tempat kerja, atau dikenal dengan bekerja dari rumah (work from home).
Namun dalam penerapannya kebijakan bekerja dari rumah ditanggapi bervariasi sesuai kondisi di masing-masing sektor usaha. Bagi sektor industri manufaktur, khususnya yang bersifat padat karya, tentunya sulit menerapkannya secara menyeluruh.
Kementerian Ketenagakerjaan dalam upaya perlindungan pekerja dan kelangsungan usaha terkait pandemi Covid-19, pada tanggal 17 Maret 2020 telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor M/3/HK.04/III Tahun 2020.
Dalam surat edaran tersebut pemerintah mengeluarkan arahan bagi pemerintah daerah dalam membina dan mengawasi aktivitas usaha di daerah administrasinya.
Menyikapi kebijakan pemerintah dalam surat edaran Kementerian Ketenagakerjaan di atas, terdapat dua persoalan yang timbul terkait upaya perlindungan hak-hak buruh di sektor industri manufaktur.
Pertama, surat edaran tersebut memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha yang terdampak Covid-19 untuk menentukan besaran upah sesuai kesepakatan antara pelaku usaha dan buruh.Â
Kebijakan ini perlu dikritisi karena menimbulkan ketidakpastian hak-hak buruh, terutama menjelang pembayaran THR. Kebijakan ini bertentangan dengan ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur jelas perihal pengupahan. termasuk dalam kasus-kasus dimana buruh terpaksa diliburkan atau dirumahkan akibat dinamika usaha.
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 bahkan telah mengatur prosedur penangguhan bagi pengusaha yang tidak sanggup membayar sesuai ketentuan. Pengusaha dimaksud harus membuktikan ketidaksanggupannya melalui laporan keuangan dan mengajukan persetujuan Gubernur, dengan sebelumnya mendapat pertimbangan Dewan Pengupahan.
Kedua, sebagai pelaksana pekerjaan operasional di pabrik para buruh tentunya rentan terpapar resiko penularan Covid-19. Namun demikian, surat edaran tersebut tidak mewajibkan pelaku industri untuk melaksanakan pembatasan kegiatan usaha, khususnya bagi pabrik-pabrik yang berlokasi di wilayah PSBB ataupun yang tergolong daerah-daerah rawan bahaya Covid-19 lainnya.
Kewajiban serupa diharapkan berlaku pula bagi pabrik-pabrik yang para buruhnya tinggal di daerah rawan bahaya Covid-19. Pabrik-pabrik tersebut harus menerapkan protokol pencegahan bahaya Covid-19 atau bahkan melakukan pembatasan kegiatan usaha.