"Kenapa begitu serius," ucapnya sambil mengusap kedua wajahku, "bukankah kita bisa membuatnya lagi? Kapan saja kau mau." ia mencoba bercanda.
"Aku pasti sudah gila." balasku cepat lalu masuk ke mobil. Meninggalkannya secepat kilat.
Malam itu, aku tahu ia mengejarku. Aku sempat melihat mobilnya. Hingga tak lama kemudian dentuman keras disusul ledakan mengagetkanku. Mobilnya meledak. Ia menabrak mobil tangki pengangkut bahan bakar, aku baru tahu dua hari kemudian dari surat kabar. Dan ia hangus bersama mobilnya. Versi yang tragis. Aku baru tahu dia koma saat vivianne datang padaku menanyakan asuransi. Ibu dan adik tirinya ingin asuransi kematiannya dicairkan untuk pengobatan. Alasan yang bagus. Aku setuju dan mengambil sebagian besarnya untuk investasi.
Airmataku tiba-tiba jatuh. Aku memang tak cukup mencintainya selama ini. Membiarkannya terus bergantung pada selang-selang itu adalah obsesiku, bukan cinta. Aku hanya datang untuk memastikan tim dokter tidak melepas alat bantu hidupnya. Memastikan mayat hidup itu tetap terjaga.
"Maafkan aku junmyeon" gumamku pelan, "Aku hanya ingin memastikan putriku melihat cinta sejatinya."
--end--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H