Masih diam.
Sepi.
Aku melirik tas yang kuletakkan di kursi. Ada buku dongeng di dalamnya. Orang bilang, saat koma seseorang tetap bisa mendengar bahkan merespon. Membacakan beberapa dongeng mungkin akan membuatnya lebih cepat terbangun. Tapi apa benar itu bekerja, maksudku, padanya, laki-laki itu. Orang yang bahkan tak pernah melihat orang lain sebagai manusia--tapi angka, uang.
Seorang perawat datang satu jam kemudian, ia memeriksa selang-selang yang nyaris melilit tubuh itu. Mencatat beberapa hal lalu pergi. Ia tak menyapaku, mungkin malas, mungkin juga bosan.
--
Aku masih duduk di taman rumah sakit. Â Secangkir kopi menemaniku menghabiskan waktu. Aku selalu mengagumi kopi racikan rumah sakit ini. Begitu nikmat--sekelas buatan barista handal di italia.
Sebuah limosin berhenti di depanku. Aku memperhatikannya sekilas, satu lagi orang kaya yang bersiap membuang uang. Seorang wanita paruh baya keluar dengan wajah angkuh. Ada beberapa keriput di sana. Melihatnya saja aku tahu, dia melewati hidup yang melelahkan.
"Apa kau yakin ini tempatnya?" ia bertanya pada laki-laki di sampingnya. Sepertinya seorang asisten.
Laki-laki itu mengangguk, "Rumah sakit ini adalah yang terbaik nyonya" jawabnya diplomatis, "Semua yang nyonya inginkan, pelayanan nomor satu, rahasia pasien, dokter yang..." ia tidak bisa meneruskan kalimatnya, wanita itu sudah melenggang pergi.
Uang selalu lebih dari segalanya.
~~