Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Petambak di Pulau Lakkang: Hasil Tambak Melimpah, Sekolah Anak Lancar

11 Agustus 2016   15:38 Diperbarui: 12 Agustus 2016   11:30 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bantuan dari program CCD IFAD membuat anggota Kelompok Bonto Perak 1 bisa meningkatkan hasil panen. Mereka bahkan mampu menguliahkan anak-anak mereka dari hasil tambak (Foto: Wahyu Chandra)n

“Biar bagaimana cara kita berinovasi tapi kalau airnya memang sudah tercemar tetap saja kami tidak bisa apa-apa. Jadi kalau seperti itu biasanya kita lihat saja tunggu airnya sampai bersih. Kadang sampai 3 minggu kita tidak memasukkan air, karena bisa merusak seluruh isi tambak.”

Pencemaran ini membuat air sungai menjadi hitam dan berbau. Dampak paling nyata adalah banyaknya biota sungai yang mati, khususnya ketika pencemaran ini meluas. Warga sendiri sudah beberapa kali menyampaikan hal ini ke pemerintah, termasuk demonstrasi ke perusahaan, namun hingga saat ini tak ada penyelesaian yang nyata.

Tak adanya upaya penyelesaian masalah limbah ini membuat warga beradaptasi dengan kondisi yang ada. Mereka baru memasukkan air ke tambak ketika kondisi air sudah membaik. Indikatornya selain dari warna dan bau juga dengan melihat ikan-ikan yang ada di sungai. Kalau ikan-ikan sudah terlihat di permukaan artinya kondisi air sudah aman untuk tambak.

Umumnya petambak di Pulau Lakkang menggunakan tambaknya untuk budidaya udang dan ikan bandeng, namun prioritas pada udang karena harga yang lebih mahal dan panen yang singkat. Panen udang hanya butuh 3 bulan sejak penebaran banih, sementara untuk bandeng butuh waktu 6-7 bulan dan bahkan bisa sampai setahun.

Dalam 1 hektar tambak mereka biasanya menebar 15 ribu 20 ribu benih udang. Tak semua bisa berkembang dengan biak. Paling banyak yang mereka bisa panen berkisar antara 100 – 150 Kg, dengan harga jual Rp 75 ribu per Kg. Dalam setahun biasanya mereka panen dua kali. Hanya saja kadang muncul penyakit udang yang bisa membunuh sebagian atau malah seluruh isi tambak.

“Dengan hasil panen sekitar 150 Kg maka keuntungan bersih bisa sampai Rp 5 juta. Itu setelah kita pisah dengan biaya-biaya pembelian bibit, pupuk, pestisida, dan lainnya. Namun kadang kita hanya untung sedikit dan malah pernah tak kembali modal.”

Untuk budidaya ikan bandeng sendiri, ada yang menggabungkan dengan udang ada juga yang memisahkannya di tambak yang terpisah. Melihat pada faktor kepadatan tambak saja. Karena salah satu penyakit pada ikan bandeng adalah menjadi kerdil ketika kondisi tambak sangat padat.

“Kalau tambaknya terlalu padat maka pada usia tertentu sebagian ikan bandeng kita pindahkan ke tambak lain agar tidak menjadi kerdil karena gangguan pada pertumbuhan.”

Haris mengaku juga melakukan budidaya ikan bandeng namun hanya untuk konsumsi keluarga. Kalaupun dijual hasilnya maksimal Rp 1 juta saja.

Budiadaya tambak di Pulau Lakkang sudah dilakukan secara turun temurun. Bahkan 80 persen dari sekitar 3000 warga di pulau ini adalah petambak.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun