John McClane adalah seorang polisi yang berdedikasi dalam pekerjaan. Meski hanya seorang detektif polisi biasa namun ia mengalami sejumlah masa yang penuh dramatis dalam kehidupannya sebagai polisi. Ia harus berhadapan dengan teroris dan penjahat-penjahat profesional denganpersenjataan modern yang canggih, dan ajaibnya ia bisa mengalahkan para teroris dan penjahat-penjahat itu meskipun untuk itu ia harus berjuang mempertaruhkan nyawanya sendiri atau babak belur di akhir cerita. Yang menonjol dari seorang John McClane adalah keuletan dan keberaniannya serta egonya yang sangat besar.
Itulah gambaran sosok John McClane, sosok polisi Newyork dalam film Die Hard. John McClane yang diperankan oleh Bruce Willis jelas bukan seorang yang biasa-biasa saja. Ia adalah sosok yang sering kita gambarkan sebagai seorang super, memiliki integritas di balik keberaniannya menghadapi apa saja yang menurutnya bertentangan dengan hati nuraninya. Film dengan 4 sekuel ini adalah salah satu film action terbaik yang pernah saya nonton, khususnya pada Die Hard 4.
Tulisan ini bukanlah akan becerita tentang film. Uraian di atas hanyalah sebuah ilustrasi untuk menggambarkan seseorang yang saya pikir mewakili karakter dan nasib seorang John McClane: Anwar Ibrahim.
John McClane dan Anwar Ibrahim jelas memiliki kemiripan: keduanya adalah orang yang sangat berbahaya!
Anwar Ibrahim, tokoh oposisi paling berbahaya di Malaysia (Sumber foto: kompas.com)
***
Pada 16 Juli 2008, Anwar Ibrahim baru saja akan keluar dari rumahnya ketika belasan polisi bertopeng meringkusnya dengan senjata lengkap. Adegan ini mengingatkan aksi penangkapan orang-orang yang dicurigai sebagai teroris di tanah air.
Anwar kemudian dimasukkan ke dalam mobil berkaca gelap dan dibawa ke markas polisi. Di luar markas itu sudah berkumpul puluhan anggota oposisi termasuk istri Anwar, Azizah Ismail. Mereka tidak diizinkan masuk. Tidak akan kekerasan dalam peristiwa itu. Meski tidak diborgol, Anwar kemudian dibawa ke markas polisi tanpa siapa pun boleh menemaninya (Kompas, 16 Juli 2008).
Penangkapan Anwar Ibrahim ini terkait dengan tuduhan sodomi yang dilakukannya pada seorang mantan asisten pribadinya, Saiful Bukhari Azlan (23 tahun). Entah apa motif pelaporan yang dilakukan Saiful ini atas Anwar Ibrahim, karena sebulan kemudian, sebuah hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter independen tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sodomi pada diri Saiful. Saiful juga gagal menghadirkan empat orang saksi di pengadilan yang bisa memperkuat tuduhannya, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh hukum Islam yang berlaku di negara tersebut.
(Saiful Bukhari Azlan (23 tahun), mantan asiten pribadi Anwar Ibrahim yang menuduhnya telah melakukan tindakan asusila sodomi pada dirinya di kepolisian Malaysia. Sumber foto: kompas.com) "Saya tidak terlibat di dalam politik. Saya akan tetap mengatakan kebenaran. Tolong pahami profesi saya yang hanyalah sebagai seorang dokter," kata Mohamed Osman Abdul Hamid, dokter tersebut, dalam sebuah keterangan pers. Mohamed Osman mengaku sempat menjauhkan diri dari Malaysia karena mendapat sejumlah tekanan. Otoritas rumah sakit tempat Mohamed Osman bertugas menjelaskan dokter ini tidak berkualifikasi untuk menyampaikan laporan hasil pemeriksaan sodomi. Mohamed Osman memeriksa Saiful di sebuah rumah sakit swasta Malaysia, pada 28 Juni lalu, 2 hari setelah Saiful mengaku disodomi Anwar Ibrahim. Laporan independen yang beredar di beberapa situs internet kemudian menerbitkan laporan medis Mohamed Osman. Mohamed Osman menjelaskan tidak mengetahui bagaimana laporan medis tersebut sampai bocor. Mohamed Osman menekankan bahwa ia menghormati kerahasiaan data pasiennya dan tidak pernah melanggar kode etik profesi. Mohamed Osman mengakui sudah menganjurkan Saiful agar mengikuti pemeriksaan ulang di sebuah rumah sakit pemerintah. Namun, Mohamed Osman menjelaskan tidak mengetahui apa yang terjadi selanjutnya sampai Saiful mendatangi kantor polisi pada hari yang sama untuk melaporkan tuduhan terhadap Anwar Ibrahim di kasus sodomi itu (Kompas 4 September 2008). Polisi memang kemudian melepaskan Anwar Ibrahim dari tuduhan asusila, yang bermakna sangat serius di Malaysia. Anwar sendiri menuduh PM Abdullah Ahmad Badawi pada saat itu yang memerintahkan rekayasa tuduhan sodomi terhadapnya. Menurut Anwar, dengan tuduhan itu Badawi ingin mengalihkan perhatian publik dari masalah-masalah nasional. "Perdana Menteri Badawi sendiri yang harus bertanggung jawab atas rekayasa itu," kata Anwar, (Kompas, 6 Agustus 2008). Upaya pemitnahan dirinya serta perlawananya yang sengit ini sebenarnya adalah Die Hard sekuel kedua bagi Anwar Ibrahim.
***
Tuduhan asusila atas diri Anwar Ibrahim memang bukanlah yang pertama kalinya dilakukan. Sepuluh tahun sebelumnya (1998) ia juga telah dituduh melakukan tindakan asusila sodomi di sebuah hotel, padahal saat itu ia menjabat sebagai Deputi PM Malaysia Mahathir Mohamad merangkap Menteri Perindustrian dan keuangan atau orang nomor dua di Malaysia. Ia kemudian dipecat dari jabatannya dan digantikan oleh Abdullah Badawi. Tidak hanya tuduhan melakukan sodomi, ia juga dituding melakukan korupsi selama dia menjabat di pemerintahan. Tuduhan sodomi ini pada kenyataannya tidak terbukti dilakukannya. Namun ia tetap mendekam di penjara selama 5 tahun dengan tuduhan korupsi. Pada tahun 2004 ia dibebaskan oleh PM Abdullah Badawi. Kebohongan di balik tuduhan atas Anwar Ibrahim semakin terungkap ketika sebuah dalam rekaman video, seorang pengacara terkemuka, bernama V.K. Lingam, sesumbar menyatakan merasa bangga dapat menangani suatu kasus hukum penting lewat dukungan dari Mahathir. Rekaman video itu diproduksi bulan Desember 2001 dan dibocorkan pada bulan Desember 2007 oleh Anwar Ibrahim, yang menolak mengatakan dari mana ia telah mendapatkan rekaman itu. Mahathir Mohammad pun harus menghadapi pemeriksaan atas adanya video tersebut. Dalam kesaksiannya selama 90 menit, Mahathir mengaku bahwa ia tidak mengenal Lingam secara pribadi sampai belakangan pengacara tersebut disewanya untuk menangani kasus Anwar Ibrahim. Mahathir juga membantah klaim yang disampaikan Lingam dalam tayangan video bahwa pengacara ini berikut konglomerat Vincent Tan dan deputi perdana menteri Adnan Mansor telah menghubungi Mahathir untuk mempengaruhi pemilihan hakim. Hakim kemudian tidak mengabulkan tuntutan kubu Anwar Ibrahim dan membebaskan Mahathir dari tuduhan tersebut (Kompas).
***
Setelah menghadapi dua kali tuduhan melakukan tindakan asusila, beberapa waktu lalu Anwar Ibrahim kembali menghadapi tuduhan yang hampir sama. Sebuah video rekaman beradar di youtube yang memperlihatkan sosok yang mirip dirinya sedang berada di sebuah hotel dengan seorang wanita. Tak ada adegan mesum dalam rekaman itu, namun terlihat sosok yang mirip Anwar Ibrahim itu terlihat sedang mewayu wanita yang mengenakan handuk itu dengan memeluknya dari belakang.
Anwar Ibrahim sendiri telah mengklarifikasi bahwa orang yang di video itu bukanlah dirinya dan merupakan sebuah upaya fitnah yang kesekian kalinya dilakukan untuk menghancurkan kredibilitasnya. Dalam konferensi pers, Senin (4/4/2011) malam, Anwar mengatakan partai oposisi PKR mungkin mengalami sedikit goncangan menghadapi pemilu di Serawak tetapi ia tidak akan terganggu dengan adanya tuduhan tersebut.
Video ini dirilis pertama kali oleh kelompok yang menamakan dirinya trio Datuk T di depan para redaktur media pada 21 Maret 2011 lalu. Mereka adalah mantan kepala menteri negara bagian Malaka Tan Sri Abdul Rahim Tamby Chik, pebisnis Datuk Shazryl Eskay Abdullah, dan bendahara Perkasa Datuk Shuaib Lazim. Film ini aslinya berdurasi 22 menit, sedangkan yang diunggah di youtube hanya berdurasi 1 menit 47 detik. Youtube sendiri telah menghapus video tersebut karena bertentangan dengan kebijakan mereka yang anti-pornografi. Meski demikian keberadaan video ini masih bisa disaksikan di sejumlah situs yang terlebih dahulu telah mendownloadnya.
(Cuplikan salah satu adegan di foto dimana Anwar Ibrahim bersama seorang wanita dan seorang lagi laki-laki yang belakangan diakui oleh Datuk Shazryl Eskay Abdullah sebagai dirinya (Sumber foto: tribunnews.com))
Menjadi pertanyaan kemudian, mampukah Anwar Ibrahim (sekali lagi) bisa lolos dari tuduhan tindakan asusila yang ditujukan padanya? Jika pada dua kali tuduhan sebelumnya ia harus menghadapi pengadilan dan kepolisian sebelum akhirnya dibebaskan. Kali ini ia dihadapkan langsung kepada publik. Bukti rekaman di youtube ini jelas menunjukkan bukti kecanggihan berbagai upaya yang bertujuan membunuh karier politiknya. Apakah kejadian kali ini juga merupakan sebuah bentuk rekayasa untuk menjatuhkan dirinya? Dan pertanyaan terpenting adalah mampukah Anwar ibrahim mengulangi kesuksesan Die Hard I dan II? Apakah ini Die Hard III yang kemudian akan berakhir atas kemenangan dirinya, meski dalam keadaan babak belur sebagaimana yang dialami oleh John McClane dalam film Die Hard?
***
Bagaimana kira-kira seharusnya kita membaca kasus demi kasus asusila yang dituduhkan pada sosok seorang Anwar Ibrahim? Bagaimana kekuasaan berperan dalam setiap kasus yang terjadi dan relasi antara tuduhan tersebut dengan sepak terjangnya dan perpolitikan Malaysia?
Jika melihat pada dua kasus asusila terdahulu yang menimpa dirinya maka terlihat bahwa sebelum adanya tersebut ada pra-kondisi atau kondisi-kondisi tertentu yang melatarbelakanginya.
Anwar Ibrahim sebelum bergabung dengan UMNO dan kemudian memperoleh jabatan penting di pemerintahan Mahathir Mohammad dikenal sebagai seorang aktivis garis keras yang fundamentalis. Ia telah menjadi oposan dan pengkritik pemerintah nomor satu dan sangat menonjol dibanding yang lainnya. Yang lebih berbahaya dari dirinya adalah pemikiran-pemikirannya dan begitu besar dukungan publik atas dirinya.
Pada saat yang sama Mahathir Mohammad sedang mencanangkan apa yang disebut sebagai islamisasi Malaysia. Malaysia tengah berubah dan bertransformasi dengan cita-cita negara islam modern, termasuk mengadopsi sejumlah hukum-hukum islam dalam konstitusi Malaysia.
Dengan mengamati sepak terjang Anwar Ibrahim selama ini, Mahthir mungkin berpikir pada saat itu bahwa pemikirannya dengan Anwar Ibrahim sebenarnya memiliki titik temu dan ia bisa menjadi mitra potensial yang bisa semakin memperkuat posisinya dalam membangun Malaysia sejalan dengan konsepsi pemikiran-pemikirannya. Maka salah satunya jalan untuk memperkuat kekuasannya adalah dengan merangkul Anwar Ibrahim. Tidak tanggung-tanggung, ia langsung diberi posisi strategis, tidak hanya di pemerintahan namun juga di UMNO partai berkuasa yang dipimpinnya.
Gayung bersambut, di luar dugaan para pendukungnya, Anwar Ibrahim yang sebenarnya sangat ‘anti-pemerintah’ menerima tawaran itu. Jelas banyak yang kecewa dengan keputusan tersebut. Tapi Anwar Ibrahim tak bergeming. Ia mungkin telah punya misi tertentu dalam keputusannya tersebut.
Dalam beberapa tahun pemerintahan dan kebersamaannya dengan Mahathir tampak tak ada masalah-masalah yang serius dengan hubungan mereka berdua. Tapi kondisi sosial politik dan ekonomi global pada saat yang sama tengah mengalami goncangan yang besar. Dunia tengah dilanda krisis seiring dengan memburuknya perekonomian sejumlah negara-negara yang selama ini dikenal sebagai ‘Macan Asia’.
Pada tahun 1997 Korea Selatan mengalami krisis multidimensi yang dampaknya secara bersambungan dirasakan di negara-negara lain di sekitarnya. Dengan kata lain efek domino tengah terjadi. Thailand pun ikut ambruk dan menyusul Indonesia. Malaysia pun sebenarnya merasakan efek yang sama dari adanya kejadian ini.
Krisis ekonomi ini diperparah dengan imbasnya pada kondisi politik negara-negara yang terkena krisis. Indonesia, negara terdekat dari Malaysia, mengalami tsunami politik berupa adanya gerakan sosial masyarakat menumbangkan rezim pemerintahan yang ada, yang telah berkuasa selama 32 tahun. Indonesia memang kemudian mengalami suksesi kepemimpinan secara ‘keras’. Ini jelas momok yang menakutkan bagi pemerintahan Mahathir. Kepanikan tengah terjadi dan biasanya dalam kondisi-kondisi seperti ini apa pun bisa terjadi.
Di tengah krisis dan ancaman atas kekuasaannya Mahathir jelas membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Dan ini termasuk dari para pendukung-pendukungnya di pemerintahan. Ironisnya, di tengah kondisi ini, penentangan justru datang dari orang terdekatnya sendiri, Anwar Ibrahim. Orang yang telah ia persiapkan sebagai putra mahkota atau penggantinya kelak ketika ia lengser.
Anwar Ibrahim pada saat itu memiliki pemikiran yang berbeda dengan Mahathir terkait strategi penyelesaian krisis ekonomi yang terjadi. Sebagian mencatat bahwa ketika krisis ekonomi mengancam Malaysia pada tahun 1998, Anwar menolak rencana Mahathir untuk melakukan sistem kurs tetap dalam mata uangnya, ringgit agar tidak terimbas krisis, suatu langkah yang sama yang pernah ditawarkan Prof Steve Hanke kepada Presiden Indonesia, Soeharto untuk menerapkan kebijakan kurs tetap.
Selain itu, sebagaimana diulas Maruli Tobing (Kompas, 28 November 2008), sebagai menteri keuangan, Anwar menghendaki reformasi. Ia berbicara mengenai gawatnya korupsi dan nepotisme dalam pemerintahan Mahathir yang tidak transparan. Untuk mengatasi krisis ekonomi, Anwar melakukan penghematan anggaran, termasuk menunda pelaksanaan proyek-proyek raksasa dan menolak pemerintah menalangi utang swasta. Untuk meningkatkan penerimaan negara, ia membentuk tim yang akan memeriksa pajak perusahaan konglomerat.
Mahathir gusar terhadap kampanye antikorupsi dan nepotisme Anwar Ibrahim. Tetapi, lebih marah lagi karena proyek-proyek raksasa yang ditunda dikerjakan oleh perusahaan anaknya. Ditambah lagi perusahaan milik anaknya akan diperiksa pajaknya.
Tak ada jalan lain bagi Mahathir selain daripada harus menamatkan karir politik Anwar Ibrahim. Ia jelas-jelas telah menjadi ‘musuh dalam selimut’ dalam pemerintahannya. Untuk melengserkan Anwar Ibrahim begitu saja jelas-jelas memiliki potensi konflik yang begitu besar. Ditakutkan ia malah akan semakin menjadi kekuatan yang mampu meronrong kekuasaannya ketika berada di luar pemerintahan. Ia akan semakin berkoar-koar yang dapat memperlemah kekuasaannya. Maka jalan terbaik yang harus dilakukan terhadap Anwar Ibrahim adalah menjadikannya sebagai pesakitan. Menjelang pemecatannya, ia dituduh telah melakukan tindakan asusila dan serangkaian tindakan korupsi. Maka semakin kuatlah alasan bagi Mahathir untuk mendepak Anwar Ibrahim dengan cara yang sangat dramatis.
Terhadap kasus asusila Anwar Ibrahim I ini dapat lolos, meskipun untuk kasus korupsi ia tetap dinyatakan bersalah dengan hukuman 6 tahun, yang kemudian dijalaninya selama 5 tahun atas perintah PM Abdullah Badawi.
Banyak spekulasi yang berkembang seiring kebijakan Badawi mempercepat masa hukuman Anwar Ibrahim ini. Namun yang senter terdengar adalah karena adanya keretakan hubungan antara Badawi dengan Mahathir. Oleh Mahathir, Badawi dituduh melanggar komitmen yang telah mereka sepakati untuk melanjutkan sejumlah proyek yang telah digagas sebelumnya. Mahathir sendiri memprotes keras keputusan percepatan masa hukuman Anwar Ibrahim tersebut, namun Badawi tak mengubrisnya.
Pada kasus kedua tindak asusila yang dituduhkan padanya, Malaysia pun tengah memgalami krisis ekonomi yang cukup parah. Pada saat yang sama Anwar Ibrahim semakin percaya diri dengan berbagai kemenangan parti koalisi yang dipimpinnya.
Dalam kaitannya dengan Abdullah Badawi, Anwar Ibrahim memang pada saat itu juga sedang berseteru dengan PM Abdullah Badawi. Anwar Ibrahim telah memposisikan dirinya sebagai tokoh oposisi yang paling ditakuti di Malaysia. Semenjak dilepaskan pada tahun 2004, Anwar melanjutkan karier politiknya melalui Partai Keadilan dan kelompok oposisi Malaysia dan menyatakan tidak akan bergabung kembali dengan UMNO. Ia pun kemudian mengaggas terbentuknya Pakatan Rakyat, koalisi tiga partai politik yang oposan pada pemerintah yang berkuasa. Dalam pemilu Maret 2008, Pakatan Rakyat membuat kejutan dengan mematahkan dominasi Barisan Nasional (BN) yang selama ini menguasai mayoritas dua pertiga kursi parlemen. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, oposisi meraih 82 dari 222 kursi parlemen serta menang dalam pemilu lokal di 5 dari 13 negara bagian. Pada bulan Juli selanjutnya, Anwar kembali membuat kejutan melalui pernyataannya, lebih dari 30 anggota parlemen dari Barisan Nasional (BN) siap membelot ke Pakatan Rakyat. Ia akan mengambil alih kekuasaan melalui mosi tidak percaya di parlemen pada 16 September 2008. Pernyataan tersebut menimbulkan panik dan histeria. Media massa maupun blog di internet tidak henti-hentinya menurunkan opini dan analisis. Sejak itu hari-hari yang dilalui menuju 16 September penuh ketegangan. Revolusi damai yang digagas Anwar Ibrahim kemudian tidak terbukti terjadi karena 30 orang pembelot dari BN yang diharapkan akan memperkuat posisinya ‘membatalkan’ kepindahannya. Anwar Ibrahim sendiri menyatakan menolak jalan kekerasan dalam upayanya menumbangkan rezim Badawi karena ditakutkan akan menjadi alasan bagi pemerintah untuk beritndak refresif.
Jika melihat pada kedua di atas terlihat adanya pola yang sama yang melatarbelakangi penuduhan terhadap Anwar Ibrahim, yaitu ia adalah ancaman yang sangat nyata bagi eksistensi pemerintah yang sedang berkuasa. Bedanya, pada kasus pertama ia berada di dalam sistem yang ingin dirombaknya, sedangkan pada kasus kedua ia berada di luar sistem dan hendak menggulingkan pemerintahan. Kekuatan Anwar Ibrahim jelas tak bisa diremehkan mengingat besarnya simpati masyarakat terhadapnya. Kekuatan ini bahkan semakin membesar seiring dengan tidak terbuktinya tuduhan tindak asusila terhadapnya. Ia semakin mendapat simpati dalam masyarakat.
Tidak hanya bagi pemerintahan, Anwar Ibrahim juga sebenarnya ancaman bagi para raja-raja lokal yang selama ini memiliki hak politik yang sangat besar dari pemerintah. Mereka tidak dipilih oleh rakyat namun memiliki kekuasaan besar untuk menetapkan dan membatalkan suatu hukuman atau konstitusi. Suatu hal yang juga menjadi sasaran kritikan Anwar Ibrahim selama ini. Dalam hal ini Anwar Ibrahim sebenarnya sedang bertarung dengan masyarakat dan kebudayaannya sendiri. Melawan Anwar Ibrahim secara pemikiran hanya akan semakin membuatnya semakin mendapat simpati dari masyarakat, karena ia memang selalu menjanjikan reformasi jika ia terpilih sebagai Perdana Menteri. Tuduhan asusila jelas merupakan cara tercepat dan termurah yang bisa dilakukan bagi Anwar Ibrahim.
Jika pada kedua kasus sebelumnya Anwar Ibrahim kemudian terbukti tidak melakukan apa yang dituduhkan padanya, mengapa pada tuduhan ketiga ini pun juga menggunakan tuduhan yang sama?
Jelas ini merupakan upaya pengulangan (repitasi) secara terus-menerus dengan harapan bahwa dengan kondisi yang terus berulang maka perlahan ia akan menjadi keyakinan bagi masyarakat bahwa Anwar Ibrahim memang seorang yang tak bermoral dan asusila. Dalam hukum Malaysia kasus asusila adalah sebuah persoalan besar dan bisa menjadi berarti ‘hukuan mati’ bagi pelakunya. Cara yang sama telah dilakukan Orde Baru di Indonesia dalam menghadirkan ingatan kolektif pada masyarakat terhadap PKI. Pada masa Orba, setiap tahun dilakukan pemutaran film Kebiadaban G30S/PKI dengan suatu tujuan menghadirkan setiap saat ingatan pada masyarakat pada berbahaya dan sadisnya PKI (komunisme).
Jika memperhatikan ketiga kasus tuduhan ini secara berurutan, terlihat bahwa pada setiap kasus mengalami peningkatan tingkat kecanggihan tuduhan. Pada kasus pertama tuduhan diberikan begitu saja, pada kasus kedua adalah adanya pelapor dari orang terdekat Anwar Ibrahim sebagai korban dan ketiga adalah melalui video rekaman dengan kualitas yang sangat jelek, yang kemungkinan disengaja untuk mengaburkan subjek yang ada dalam video tersebut namun cukup untuk menggambarkan kemungkinan siapa yang berada dalam video tersebut. Kecanggihan dalam tuduhan asusila III ini bukan hanya karena adanya bukti berupa rekaman video tetapi juga karena Datuk Shazryl Eskay Abdullah, salah seorang dari trio Datuk D, tiga orang yang pertama kali mempertontonkan rekaman ini di depan readktur media 21 Maret 2011 lalu, telah mengakui bahwa sosok ketiga dalam rekaman itu adalah dirinya.
Lalu apakah tuduhan ketiga ini juga memiliki tendensi politik sebagaimana kasus pertama dan kedua?
Jika memperhatikan konteks yang terjadi saat ini maka besar kemungkinan ini juga merupakan suatu bentuk rekayasa. Apalagi trio Datuk D dikenal luas sebagai pendukung UMNO. Dan Anwar sudah memberi pernyataan bahwa fitnahan ini (lagi-lagi) datangnya dari UMNO. Tujuannya tentu saja untuk mempengaruhi opini publik. Anwar Ibrahim jelas masih merupakan ancaman nyata bagi pemerintahan yang berkuasa. Apalagi kemudian terdapat sejumlah peristiwa yang dimana Anwar Ibrahim terlibat di dalamnya.
Sebagaimana banyak diberitakan, pada bulan Desember 2010 lalu Anwar Ibrahim mendapat sanksi skorsing dari dewan rakyat selama 6 bulan karena tuduhannya bahwa pemerintah sedang mengadopsi metode Yahudi, melalui konsep ‘Malaysia Satu’. Anwar menyamakan slogan nasional yang diserukan Perdana Menteri Najib Razak, ”Malaysia Satu”, meniru slogan kampanye mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak pada tahun 1999. Pernyataan Anwar ini memicu kemarahan pemerintah dan para pendukungnya. Seperti dipahami, slogan nasional ”Malaysia Satu” merupakan kebijakan nasional negeri jiran itu untuk mendorong kesatuan multiras. Pernyataan itu peka karena Malaysia mendukung Palestina.
Selain itu, masih terkait kasus asusial II sebelumnya, banyak spekulasi lain yang berkembang bahwa kasus sodomi II tersebut disebut-sebut didalangi Najib Razak, Deputi PM pada saat itu dan kini menjabat sebagai PM Malaysia. Indikasinya, beberapa hari sebelum melaporkan kasusnya ke polisi, Saiful Azalan, yang mengaku korban sodomi, bertemu dengan Najib Razak. Najib Razak sendiri pada saat itu sedang dalam posisi kritis karena dugaan keterlibatannya dalam berbagai kasus, termasuk kasus pengadaan kapal selam buatan Prancis maupun kasus pembunuhan wanita Mongolia. Dua dari tiga terdakwanya adalah pasukan elite polisi yang bertugas mengawal Deputi PM Najib Razak. Seorang terdakwa lain, Abdul Razak Baginda, analis politik dan kawan dekat Najib Razak, bahkan divonis bebas. Vonis ini sesuai dengan SMS Najib kepada Razak Baginda yang bocor dan menghebohkan. Isinya, antara lain, agar Baginda bersabar karena ia akan bebas.
Jika spekulasi ini benar, apakah ini masih bagian dari dendam Najib pada Anwar? Kita masih terus menunggu bagaimana akhir dari kisah Anwar Ibrahim ini. Apalagi kemudian ada usul untuk menayangkan video rekaman ini di depan anggota parlemen sebelum akhirnya mereka menyimpulkan kebenaran dari video tersebut dan bagaimana sanksi yang harus diberikan pada Anwar jika memang terbukti. Usulan ini jelas adalah jebakan bagi Anwar karena bagaimana pun kelompok Barisan Nasional yang pro-pemerintah masih merupakan kekuatan dominan di parlemen, yang sudah memiliki preferensi dan sikap apriori terhadap Anwar. Di sisi lain penayangan ini kemungkinan diharapkan akan dapat mempengaruhi sikap para anggota parlemen oposisi pendukung Anwar karena sosok yang terekam dalam video tersebut memang mirip dengan Anwar meskipun terlihat samar-samar. Selain itu, media di Malaysia pun, yang memang selama ini oleh Anwar sendiri dinilai kurang bersahabat dengannya, secara jor-joran mengangkat masalah ini di pemberitaan mereka. Ini jelas neraka bagi Anwar Ibrahim.
Akankah sekuel Die Hard III ini akan berakhir dengan kemenangan bagi Anwar Ibrahim sebagaimana kemenangan John McClane dalam sekuel Die Hard versi film, meskipun berakhir dalam keadaan babak belur dan ia berjalan gagah perkasa keluar dari kobaran api? Jawabannya tentu saja akan kita temui di akhir cerita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H