Melalui pendidikan di Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya kesadaran nasionalisme di kalangan pelajar atau siswa. Beliau melihat pendidikan sebagai alat untuk membangun kesadaran kebangsaan dan mempersiapkan rakyat Indonesia menghadapi penjajahan sehingga mereka mampu memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Pendidikan yang diberikan tidak hanya berfokus kepada ilmu pengetahuan tetapi juga pembentukan karakter dan cinta tanah air.Â
Untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan sebuah konsep, terdapat dua konsep yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Tri Pusat Pendidikan dan Pendidikan Sistem Among.Â
Tri Pusat Pendidikan
Dalam konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara menjelaskan tentang tiga hal yaitu pertama, Pendidikan Keluarga. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan Taman Siswa, keluarga memiliki peran istimewa karena meskipun merupakan lingkungan kecil, keluarga adalah tempat yang suci dan murni dalam perspektif sosial. Oleh karena itu, keluarga berfungsi sebagai pusat pembelajaran yang sangat berharga. Di lingkungan keluarga, seseorang bisa mendapatkan berbagai nilai adat yang berkaitan dengan kehidupan sosial, agama, seni, ilmu pengetahuan, dan lainnya. Keluarga memainkan peran penting dalam pendidikan, karena bukan hanya menjadi tempat pembelajaran individu dan sosial, tetapi juga menjadi kesempatan bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai hati nurani kepada anak-anak mereka. Ketika keluarga berperan sebagai pusat pendidikan, orang tua secara tidak langsung bertindak sebagai pendidik yang membentuk perilaku, meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan, serta menjadi teladan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kedua, Pendidikan Alam Perguruan. Sistem pendidikan formal bertugas untuk memberikan pengetahuan, wawasan, dan ilmu sebagai upaya mencerdaskan generasi penerus bangsa. Pendidikan di tingkat perguruan tinggi diarahkan untuk membentuk pola pikir yang cerdas. Pendidikan yang efektif membutuhkan keterkaitan antara sekolah dan keluarga untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Jika kedua elemen ini terpisah, pendidikan yang diperoleh dari keluarga dapat terhambat. Sekolah berperan dalam membentuk kemampuan intelektual yang sejalan dengan pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga. Kedua komponen ini saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain.
Ketiga, Pendidikan dalam Alam Pemuda. Pada masa itu, para pemuda cenderung meniru budaya Barat dan menunjukkan sikap individualistis. Gerakan pemuda dianggap sangat penting dalam mendukung pendidikan, baik dalam meningkatkan kecerdasan intelektual, moral, maupun perilaku sosial. Oleh karena itu, gerakan pemuda dipandang perlu dijadikan sebagai pusat pembelajaran dan dimasukkan dalam rencana pendidikan. Pergeseran sikap pemuda ini menjadi perhatian khusus bagi Ki Hajar Dewantara. Pemuda terlihat mulai menjauh dari keluarga, yang akhirnya menimbulkan ketidakharmonisan. Para orang tua berperan penting dalam mengawasi perilaku para pemuda. Mereka perlu memberikan bimbingan dan nasihat guna menanamkan nilai-nilai moral untuk membentuk karakter bangsa.
Pendidikan Sistem Among
Sistem Among adalah wujud dari gagasan Ki Hajar Dewantara yang menempatkan siswa sebagai pusat dalam proses pendidikan. Dalam sistem ini, pendidikan bertujuan untuk membentuk anak-anak yang bebas dalam hati, pikiran, dan tenaga. Guru tidak hanya sekedar menyampaikan pengetahuan yang penting dan bermanfaat, tetapi juga perlu membimbing siswa untuk mencari pengetahuan sendiri dan mengaplikasikannya demi kepentingan umum. Pengetahuan yang baik dan diperlukan adalah pengetahuan yang bermanfaat bagi kebutuhan fisik dan batin dalam kehidupan bermasyarakat (social belong). Dalam sistem ini juga muncul semboyan-semboyan yang sering kali digunakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu: Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberikan contoh), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah memberikan motivasi atau semangat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan semangat).
Dalam pendidikan sistem among, didasarkan pada dua konsep yaitu pertama, kodrat alam. Kodrat hidup anak mencakup sifat alami yang merupakan potensi bawaan yang membatasi perkembangan karakter anak dalam proses pembentukan kepribadian. Berdasarkan pandangan ini, filsafat pendidikan progresif menyatakan bahwa pendidikan seharusnya berlandaskan pada pengetahuan dan keyakinan bahwa setiap individu perlu mengatasi masalahnya sendiri. Oleh karena itu, Ki Hajar Dewantara menolak pendidikan yang bersifat memaksa dan menyimpang dari jalur dasarnya.
Kedua, kemerdekaan sebagai hak untuk mengatur diri sendiri dalam kehidupan bermasyarakat dengan cara yang tertib dan damai. Peserta didik diberikan kebebasan untuk berpikir, berekspresi, dan mengeksplorasi kemampuan yang mereka miliki. Setiap peserta didik memiliki karakteristik yang unik, tergantung pada kreativitas, bakat, dan minat mereka. Landasan dari kemandirian ini adalah agar anak-anak dapat tumbuh menjadi individu dewasa yang mandiri secara fisik dan mental serta bertanggung jawab.
Organisasi-Organisasi yang Menyertai