Mohon tunggu...
Wahyu Aprilia
Wahyu Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Suka Jeno NCT

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Peran Ki Hajar Dewantara dalam Pergerakan Nasional Indonesia di Bidang Pendidikan

15 Desember 2024   08:50 Diperbarui: 15 Desember 2024   09:15 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara, yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta, dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Sebagai bangsawan dari keluarga Puro Pakualaman, Soewardi mendapatkan pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) dan kemudian melanjutkan ke STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), atau Sekolah Dokter Jawa. Namun, ia tidak menyelesaikan pendidikannya karena sakit dan juga karena dianggap membangkitkan semangat anti-kolonial lewat sajak yang dibacakannya. Walaupun gagal menjadi dokter, Soewardi tidak merasa kecewa dan justru memilih terjun ke dunia jurnalistik dan politik, yang ia pandang sebagai ladang perjuangan untuk membela rakyat.

Soewardi aktif dalam organisasi Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 dan mulai menulis di berbagai media untuk menyuarakan gagasan-gagasan kebangsaan. Pada tahun 1913, melalui tulisan yang sangat terkenal, "Als ik een Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), ia menyindir keras pemerintah kolonial Belanda yang merayakan kemerdekaan mereka di tanah jajahan. Tulisan ini membawanya pada hukuman pengasingan ke Belanda bersama rekan-rekannya dalam kelompok Tiga Serangkai, yaitu dr. Cipto Mangunkusumo dan Ernest Douwes Dekker. Di Belanda, Soewardi terus mempelajari ilmu pendidikan dan politik serta aktif berjuang melalui tulisan-tulisan yang mengkritik kolonialisme. Selama pengasingan, ia memperdalam ilmu pendidikan, yang kemudian mendorongnya mendirikan sistem pendidikan Taman Siswa.

Setelah kembali ke Indonesia pada 1919, Soewardi memfokuskan perjuangannya dalam bidang pendidikan. Ia yakin bahwa kemerdekaan harus dimulai dari jiwa yang merdeka, dan pendidikan adalah alat yang paling efektif untuk mencapainya. Pada tahun 1922, ia mendirikan Taman Siswa, sebuah institusi pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai kebebasan, keadilan, dan budaya Indonesia. Prinsip yang ia usung, "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" (di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang mendukung), menjadi panduan dalam mendidik generasi muda Indonesia. Sistem Among yang diterapkan di Taman Siswa menekankan pada pendidikan yang bersifat kekeluargaan dan bebas dari unsur paksaan. Perjuangan Soewardi melalui Taman Siswa tidak mudah. Pemerintah kolonial mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1932 untuk membatasi aktivitas pendidikan yang tidak berafiliasi dengan Belanda, termasuk Taman Siswa. Namun, melalui perlawanan pasif yang konsisten, Soewardi berhasil mempertahankan sekolah ini sebagai pusat pendidikan bagi rakyat Indonesia. Sejak saat itu, perannya sebagai pendidik dan pemimpin semakin besar hingga akhirnya ia mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara pada tahun 1928, sebagai simbol kedekatannya dengan rakyat.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan di kabinet pertama Republik Indonesia. Pada masa jabatannya, ia berusaha mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan nasional yang berbasis pada budaya bangsa. Atas jasa-jasanya, pada tahun 1959, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya dan menetapkan tanggal kelahirannya, 2 Mei, sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 dan dimakamkan di Yogyakarta.

Kontribusi dan Konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan

Ki Hajar Dewantara memiliki kontribusi yang besar pada masa pergerakan nasional terutama di bidang pendidikan. Beliau percaya bahwa pendidikan adalah sarana penting untuk membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan. Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus memerdekakan secara mental, sosial, dan kultural sehingga masyarakat bisa mandiri dan memiliki kesadaran nasional. Beliau juga memperkenalkan konsep-konsep pendidikan yang menekankan kebebasan, kreativitas, dan nilai-nilai kebangsaan. 

Sebelum terjun ke dalam dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantara merupakan seorang aktivis dan jurnalis. Beliau membuat beberapa tulisan yang berisi tentang kritikan terhadap sistem pemerintahan serta kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda yang sangat merugikan bagi pribumi. Salah satu tulisan beliau yang paling fenomenal adalah "Als Ik een Nederlander Was" yang artinya Seandainya Aku Seorang Belanda. Tulisan ini memuat kritik tajam terhadap pemerintah kolonial yang merayakan pesta 100 tahun Nederland lepas dari penjajahan Prancis, dan biaya pesta dibebankan kepada masyarakat bumiputera dengan cara menarik pajak. Tulisan tersebut mendapatkan balasan dari pihak Belanda yang ditulis oleh H. Mulder, seorang redaktur harian Preanger Bode berjudul "Als Ik een Inlander was" (Sekiranya saya seorang pribumi) yang isinya merupakan caci maki dan hinaan terhadap martabat rakyat pribumi. Tersebarnya tulisan karya Ki Hajar Dewantara memicu amarah dari pemerintah kolonial. Akibatnya beliau beserta rekan-rekan seperjuangannya ditangkap dan diasingkan ke Belanda. 

Saat berada di pengasingan, tidak mematahkan semangat Ki hajar Dewantara untuk terus berjuang demi tanah air. Pada bulan September 1918 beliau mendirikan kantor berita "Indonesisch Persbureau" atau Badan Pers Indonesia yang kemudian digunakan sebagai pusat informasi dan propaganda untuk gerakan nasional Indonesia di Den Haag. Inisiatif ini menandai pertama kalinya nama "Indonesia" digunakan di surat kabar Belanda. Ki Hajar Dewantara memanfaatkan biro pers ini untuk berkomunikasi dengan media di Indonesia dan melalui berbagai artikel, Indonesisch Persbureau melawan rencana pemerintah kolonial Belanda membentuk "Koloniale Raad". Semua aktivitas di kantor berita Indonesisch Persbureau mencerminkan keberanian Ki Hajar Dewantara serta menunjukkan kecerdasannya dalam memahami kekuatan media massa dalam membentuk opini publik. Langkah-langkah Indonesisch Persbureau memperlihatkan kecakapan Ki Hajar dalam menggunakan berbagai sarana perjuangan, termasuk media massa sebagai alat politik.

Setelah melewati masa pengasingan, Ki Hajar Dewantara beserta keluarganya kembali ke tanah air. Pada 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara dibantu oleh rekan-rekannya mendirikan sebuah sekolah di Yogyakarta yang diberi nama "National Onderwijs Institut Taman Siswa". Taman siswa muncul sebagai reaksi terhadap sistem pendidikan kolonial yang sangat diskriminatif terhadap masyarakat pribumi. Pemerintah kolonial hanya menyediakan pendidikan yang memadai untuk diakses oleh para bangsawan dan golongan-golongan elit saja. Sementara masyarakat pribumi dari kalangan bawah tidak diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang layak. Hal tersebut kemudian memicu semangat Ki Hajar Dewantara untuk mendirikan Taman Siswa. Tujuan didirikannya Taman Siswa adalah untuk menyediakan pendidikan yang terbuka bagi semua kalangan, khususnya rakyat biasa agar dapat memiliki akses yang sama terhadap ilmu pengetahuan. 

Berdirinya Taman Siswa sangat ditentang oleh pihak Belanda. Mereka menganggap jika masyarakat pribumi diberikan pendidikan yang memadai, maka akan menimbulkan semangat nasionalisme dalam diri mereka dan akan menyulitkan terhadap kontrol kolonial. Hal tersebut tentu saja menjadi ancaman besar bagi pihak kolonial dan dalam perjalanannya Taman Siswa selalu diawasi secara ketat oleh pemerintah kolonial Belanda. Taman Siswa dibubarkan pada tahun 1932 karena dikeluarkannya Undang-Undang Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordonantie) oleh Belanda. Undang-undang ini dibuat untuk membatasi perkembangan pendidikan di Indonesia, termasuk Taman Siswa yang tidak didirikan oleh pemerintah Belanda.

Melalui pendidikan di Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya kesadaran nasionalisme di kalangan pelajar atau siswa. Beliau melihat pendidikan sebagai alat untuk membangun kesadaran kebangsaan dan mempersiapkan rakyat Indonesia menghadapi penjajahan sehingga mereka mampu memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Pendidikan yang diberikan tidak hanya berfokus kepada ilmu pengetahuan tetapi juga pembentukan karakter dan cinta tanah air. 

Untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan sebuah konsep, terdapat dua konsep yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Tri Pusat Pendidikan dan Pendidikan Sistem Among. 

Tri Pusat Pendidikan

Dalam konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara menjelaskan tentang tiga hal yaitu pertama, Pendidikan Keluarga. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan Taman Siswa, keluarga memiliki peran istimewa karena meskipun merupakan lingkungan kecil, keluarga adalah tempat yang suci dan murni dalam perspektif sosial. Oleh karena itu, keluarga berfungsi sebagai pusat pembelajaran yang sangat berharga. Di lingkungan keluarga, seseorang bisa mendapatkan berbagai nilai adat yang berkaitan dengan kehidupan sosial, agama, seni, ilmu pengetahuan, dan lainnya. Keluarga memainkan peran penting dalam pendidikan, karena bukan hanya menjadi tempat pembelajaran individu dan sosial, tetapi juga menjadi kesempatan bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai hati nurani kepada anak-anak mereka. Ketika keluarga berperan sebagai pusat pendidikan, orang tua secara tidak langsung bertindak sebagai pendidik yang membentuk perilaku, meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan, serta menjadi teladan dalam kehidupan bermasyarakat.

Kedua, Pendidikan Alam Perguruan. Sistem pendidikan formal bertugas untuk memberikan pengetahuan, wawasan, dan ilmu sebagai upaya mencerdaskan generasi penerus bangsa. Pendidikan di tingkat perguruan tinggi diarahkan untuk membentuk pola pikir yang cerdas. Pendidikan yang efektif membutuhkan keterkaitan antara sekolah dan keluarga untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Jika kedua elemen ini terpisah, pendidikan yang diperoleh dari keluarga dapat terhambat. Sekolah berperan dalam membentuk kemampuan intelektual yang sejalan dengan pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga. Kedua komponen ini saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain.

Ketiga, Pendidikan dalam Alam Pemuda. Pada masa itu, para pemuda cenderung meniru budaya Barat dan menunjukkan sikap individualistis. Gerakan pemuda dianggap sangat penting dalam mendukung pendidikan, baik dalam meningkatkan kecerdasan intelektual, moral, maupun perilaku sosial. Oleh karena itu, gerakan pemuda dipandang perlu dijadikan sebagai pusat pembelajaran dan dimasukkan dalam rencana pendidikan. Pergeseran sikap pemuda ini menjadi perhatian khusus bagi Ki Hajar Dewantara. Pemuda terlihat mulai menjauh dari keluarga, yang akhirnya menimbulkan ketidakharmonisan. Para orang tua berperan penting dalam mengawasi perilaku para pemuda. Mereka perlu memberikan bimbingan dan nasihat guna menanamkan nilai-nilai moral untuk membentuk karakter bangsa.

Pendidikan Sistem Among

Sistem Among adalah wujud dari gagasan Ki Hajar Dewantara yang menempatkan siswa sebagai pusat dalam proses pendidikan. Dalam sistem ini, pendidikan bertujuan untuk membentuk anak-anak yang bebas dalam hati, pikiran, dan tenaga. Guru tidak hanya sekedar menyampaikan pengetahuan yang penting dan bermanfaat, tetapi juga perlu membimbing siswa untuk mencari pengetahuan sendiri dan mengaplikasikannya demi kepentingan umum. Pengetahuan yang baik dan diperlukan adalah pengetahuan yang bermanfaat bagi kebutuhan fisik dan batin dalam kehidupan bermasyarakat (social belong). Dalam sistem ini juga muncul semboyan-semboyan yang sering kali digunakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu: Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberikan contoh), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah memberikan motivasi atau semangat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan semangat).

Dalam pendidikan sistem among, didasarkan pada dua konsep yaitu pertama, kodrat alam. Kodrat hidup anak mencakup sifat alami yang merupakan potensi bawaan yang membatasi perkembangan karakter anak dalam proses pembentukan kepribadian. Berdasarkan pandangan ini, filsafat pendidikan progresif menyatakan bahwa pendidikan seharusnya berlandaskan pada pengetahuan dan keyakinan bahwa setiap individu perlu mengatasi masalahnya sendiri. Oleh karena itu, Ki Hajar Dewantara menolak pendidikan yang bersifat memaksa dan menyimpang dari jalur dasarnya.

Kedua, kemerdekaan sebagai hak untuk mengatur diri sendiri dalam kehidupan bermasyarakat dengan cara yang tertib dan damai. Peserta didik diberikan kebebasan untuk berpikir, berekspresi, dan mengeksplorasi kemampuan yang mereka miliki. Setiap peserta didik memiliki karakteristik yang unik, tergantung pada kreativitas, bakat, dan minat mereka. Landasan dari kemandirian ini adalah agar anak-anak dapat tumbuh menjadi individu dewasa yang mandiri secara fisik dan mental serta bertanggung jawab.

Organisasi-Organisasi yang Menyertai

Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pendidikan dan pejuang kemerdekaan yang tidak hanya dikenal melalui pemikiran dan gagasannya, tetapi juga melalui aksi nyata dalam menciptakan lembaga pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai kebangsaan. Dalam perjuangannya, Ki Hajar Dewantara tidak berjalan sendirian, Ia mendapat dukungan dari berbagai organisasi yang turut memiliki visi dan misi serupa dalam memajukan pendidikan dan meningkatkan kesadaran nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia. Organisasi-organisasi seperti Indische Partij, Komite Bumiputera, dan beberapa lainnya memainkan peran yang signifikan dalam memperkuat pembangunan bangsa.

Boedi Oetomo didirikan pada 20 Mei 1908 oleh Dr. Soetomo dan mahasiswa School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), dengan tujuan memperjuangkan pendidikan, budaya, dan kemajuan sosial bagi pribumi Indonesia. Ki Hajar Dewantara terlibat dalam Boedi Oetomo pada masa awal pendiriannya dan memberikan kontribusi penting dalam mendorong kesadaran nasionalisme di kalangan intelektual pribumi. Meskipun Boedi Oetomo tidak secara langsung menuntut kemerdekaan Indonesia, organisasi ini berfokus pada pengembangan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui jalan reformasi sosial yang lebih damai dan moderat. Di sinilah Ki Hajar Dewantara mengembangkan pemikirannya tentang pentingnya pendidikan bagi kebangkitan bangsa, karena ia percaya bahwa kunci dari kebebasan dan kemandirian bangsa terletak pada pendidikan. Kontribusi Ki Hajar Dewantara di Boedi Oetomo turut memperkuat gerakan pendidikan nasional yang kemudian mewujudkannya dalam bentuk Perguruan Taman Siswa. Meskipun Boedi Oetomo lambat laun beralih lebih ke arah kegiatan sosial daripada politik, organisasi ini tetap diingat sebagai salah satu pelopor kebangkitan nasional yang menjadi inspirasi bagi perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.

Indische Partij, didirikan pada 25 Desember 1912 oleh tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Ki Hajar Dewantara, Ernest Douwes Dekker, dan Cipto Mangoenkoesoemo, merupakan partai politik pertama yang secara eksplisit memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Tujuan utama dari Indische Partij adalah untuk menyatukan seluruh elemen masyarakat Hindia Belanda, baik itu pribumi, Indo-Belanda, maupun etnis lainnya, untuk melawan diskriminasi kolonial dan memperjuangkan kebebasan serta persamaan hak. Dalam konteks penjajahan yang ketat, partai ini membawa visi revolusioner, tidak hanya menuntut perbaikan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat Hindia Belanda, tetapi juga menyerukan perlunya pembentukan negara yang merdeka dari segala bentuk penjajahan. Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu pendiri berperan aktif dalam menggerakkan kesadaran politik masyarakat melalui tulisan-tulisannya yang tajam dan penuh kritik terhadap pemerintah kolonial.

Komite Bumiputera (1913) adalah sebuah organisasi atau kelompok yang dibentuk dengan tujuan untuk memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan penduduk asli atau pribumi dalam sebuah wilayah tertentu, terutama dalam konteks pemerataan ekonomi, politik, dan sosial. Dalam sejarahnya, istilah "Bumiputera" banyak digunakan di berbagai negara, seperti di Malaysia dan Indonesia, untuk merujuk kepada penduduk asli atau pribumi yang sering kali dipinggirkan secara sosial dan ekonomi oleh pengaruh kolonialisme dan dominasi kelompok pendatang atau asing. Komite ini berfungsi sebagai platform advokasi yang berfokus pada peningkatan akses terhadap sumber daya, pendidikan, dan peluang ekonomi bagi komunitas Bumiputera, sembari memastikan bahwa kebijakan pemerintah lebih inklusif terhadap kebutuhan mereka. Salah satu pilar utamanya adalah memperjuangkan agar hak-hak masyarakat adat, baik dalam hal tanah, sumber daya alam, maupun tradisi budaya, diakui dan dihormati oleh negara dan institusi lainnya. Selain menjadi wadah advokasi, Komite Bumiputera juga berperan penting dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai sejarah, budaya, serta kontribusi penduduk pribumi terhadap perkembangan bangsa.

Setelah kembali dari pengasingan, Ki Hajar Dewantara melanjutkan perjuangan Indische Partij dengan menjadi Sekretaris Nasional dari organisasi yang kemudian berkembang menjadi National Indische Partij (1919). Organisasi ini bertujuan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan meningkatkan partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Sebagai tokoh sentral, Ki Hajar juga berperan sebagai direktur majalah NIP yang bernama "De Beweging." Majalah ini menjadi sarana penting untuk menyuarakan kritik terhadap pemerintah kolonial dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya perlawanan serta kemerdekaan. Melalui "De Beweging," NIP mengajak rakyat Indonesia untuk menyadari hak-hak mereka dan terlibat aktif dalam perjuangan melawan kolonialisme demi mencapai kemerdekaan bangsa.

Paguyuban Selasa Kliwon (1919) adalah sebuah komunitas kebudayaan yang berfokus pada pelestarian dan pengembangan tradisi, khususnya terkait dengan kepercayaan spiritual dan adat Jawa. Nama "Selasa Kliwon" merujuk pada hari dalam kalender Jawa yang memiliki makna khusus bagi beberapa kelompok spiritual dan budaya, dimana pertemuan-pertemuan rutin atau acara-acara sakral sering diadakan pada hari tersebut. Paguyuban ini tidak hanya berfungsi sebagai ruang bagi para anggota untuk melestarikan tradisi leluhur, tetapi juga untuk wadah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka sepakat membagi tugas, Ki Hajar Dewantara mengurusi masalah pendidikan anak. Ki Ageng Suryomentaram menangani jiwa merdeka bagi orang dewasa. RM Soerjopranoto ditugasi mematangkan pikiran kaum buruh. Ki Hajar memiliki gagasan mendirikan sebuah perguruan. Perguruan itu yakni Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922 di Tanjung Weg 32 Yogyakarta. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Referensi

Darsiti, S. (1985). Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dewantara, K. H. (1967). Ki hadjar dewantara. Jogjakarta: Majelis Leluhur Taman Siswa.

Zuriatin, Z., Nurhasanah, N., & Nurlaila, N. (2021). Pandangan Dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara Dalam Memajukan Pendidikan Nasional. Jurnal Pendidikan IPS, 11(1), 48-56.

Marisyah,Firman, dan Rusdinal.(2019).Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan.Jurnal Pendidikan Tambusai. Vol. 3(6), 1514-1519

Kumalasari,D.(2010).Konsep Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Dalam Pendidikan Taman Siswa.ISTORIA.Vol. 3(1),48-56

Anisa,A.(2023).Ki Hajar Dewantara dan Revolusi Pendidikan Pada Masa Pergerakan Nasional di Indonesia. Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah FKIP UNJA. Vol.3(1), 90-93

Efendy,T. (2023). Konsep Sistem Among Dalam Pendidikan Menurut Ki Hadjar Dewantara. Jurnal Multidisiplin Indonesia. Vol. 2(6), 1239-1240

Fitroh,I dan Moh. Imron. (2023). Taman Siswa: Pemikiran Ki Hajar Dewantara Dalam Tinjauan Historis. Journal on Education. Vol. 5(2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun