Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bagaimana Seseorang Dikatakan Berfikir (Paradigma Saintifik Vs Filsafat)

14 Juni 2023   13:13 Diperbarui: 14 Juni 2023   13:19 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Warfield Jennifer / Pinterest

Apa itu berfikir?? 

Bagi sebagian orang, akan bertanya-tanya apa itu berfikir, dan kenapa manusia berfikir. Definisi mengenai berfikir pun sudah banyak di gagas oleh para ilmuwan. Berfikir adalah bagaimana kita mampu menangkap objek, ataupun definisi lainnya seperti berfikir adalah penarikan sebuah kesimpulan dari beberapa pengetahuan. Berfikir memang akan membuat kita tahu tentang sesuatu. Karena dari berfikirlah manusia bisa dapat mengenal dan memahami objek. 

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa berfikir adalah penggunaan akal budi dal mempertimbangkan sesuatu, baik itu fenomena ataupun imajinasi. Berfikir bisa dikatakan juga proses fungsi dari otak untuk mengelola sebuah informasi yang didapatkan sebagai sebuah pengetahuan. 

Adapun menurut khodijah didalam bukunya psikologi belajar, menjelaskan bahwa berfikir merupakan aktivitas yang menentukan variabel-variabel dan menghimpun informasi secara kognitif dan mental. Sehingga menurut penulis sendiri, bahwa berfikir bisa dikatakan merupakan satu kegiatan manusia yang mengelola sebuah informasi yang didapatkannya menjadi sebuah pengetahuan. 

KENAPA HARUS BERFIKIR? 

Melihat bagaimana seseorang dikatakan berfikir, bahwa mereka mulai mempertanyakan arti dari sebuah objek, atau kata lain kesadaran dirinya sebagai AKU hadir untuk mempertahanyakan objek yang bukan bagian dari aku, ataupun aku bisa dipertanyakan sebagai pengetahuan (kemungkinan besar AKU akan menjadi subjek yang terpisah dalam kajian aku sebagai objek. Dalam psikolog,AKU 'huruf besar' dan aku 'huruf kecil' mulai di gambar kan sebagai subjek dan objek yang terpisah, walaupun dengan tubuh yang sama, namun paradigma yang berbeda) . Sehingga keluasan dalam berfikir bisa memproyeksikan bahwa keberadaan sebagai objek dimanapun dan kapanpun berfikir bisa dilakukan. 

Jika seseorang mempertanyakan dirinya "apa yang sedang kamu fikirkan?" Yang kemudian jawaban itu sendiri lalu dipertanyakan kembali secara lebih luas "kenapa kamu memikirkan itu? " Atau dalam ruang lingkup lebih partikular lagi mengenai "apakah kamu berfikir tentang fikiran?" Atau "apakah yang kamu fikirkan itu adalah fikiran? " Semua itu akan menghantui diri kita sendiri. Bahwa hingga hari ini kita masih mempertanyakan hal yang mendasar, seperti halnya konsep berfikir. 

Berfikir kadangkala menjadi misteri yang sukar untuk dipecahkan. Menjawab bahwa "aku sedang memikirkan A dan aku memikirkannya karena aku penasaran" Semua itu akan kembali kepada jawaban atas pertanyaan yang kita fikirkan itu adalah sebuah pengetahun. Jika suatu saat pertanyaan mengenai "kenapa kamu memikirkan itu? " Dilayangkan kepada kita sendiri, maka jawaban yang diperolehpun adalah "kita ingin memahami bahwa itu adalah bagian-bagian pengetahuan yang seharus nya difikirkan". Alasan-alasan yang lain sebagai argumentasi untuk memberikan pembelaan yang Radikal pada kita untuk mengetahui seluk beluk pengetahuan yang kita sebut sebagai berfikir. 

Berfikir akan segala hal artinya mempertanyakan segala hal. Semua pertanyaan yang kita ajukan, baik itu secara langsung ataupun tak langsung tak lain dari sebuah pertanyaan. Memang manusia adalah mahkluk penannya, selalu penasaran akan berbagai hal. Jika ditampilkan sebuah objek, maka mereka akan memikirkan itu sepanjang massa. Meragukan apakah objek yang ditampilkan itu adalah kenyataan sebenarnya dari objek ataukah sebuah manipulasi fikiran yang disengajakan. 

Namun, perlu diketahui kembali bahwa fikiran adalah pengetahuan yang kita ingin ketahui, berfikir adalah cara memproses apa yang kita ingin ketahui. Dengan kata lain, ketika kita berfikir, maka kita akan bertanya atas pengetahuan itu, kemudian pengetahuan yang dipertanyakan itulah yang menjadi objek pengetahuan, kemudian manusia dengan berbagai metode memperoleh pengetahuan tersebut. 

BERFIKIR SAINTIFIK

perlu diketahui kembali bahwa berfikir bukanlah bakat, melainkan itu merupakan hakikat manusia yang berbeda dengan mahkluk lainnya, seperti halnya hewan. Dengan berfikir, manusia bisa memilah dan memilih kondisi-kondisi sebuah objek sebagai sebuah pengetahuan. Konsep berfikir manusia yang menggunakan metode-metode tertentu yang dianggap sebagai metode objektif disebut sebagai berfikir ilmiah, atau berfikir seperti seorang ilmuwan. Dengan berfikir seperti itu lah manusia bisa membentuk konsep dan pengetahuan berdasarkan sebuah uji coba dari objek pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. 

Pemikiran ilmuwan bukanlah pemikiran biasa. Pemikiran ilmuwan merupakan pemikiran yang melalui berbagai seleksi dan metode-metode tertentu. Dengan berfikir ilmiah seperti pemikiran ilmuwan, seseorang bisa memproduksi sebuah ilmu pengetahuan secara objektif, dikarenakan tahapan sebuah output pengetahuan diperoleh dari spekulasi, hipotesis, observasi, eksperimen, perancangan teori pengetahuan hingga tahapan falsifikasi untuk menguji coba teori ilmu pengetahuan. 

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang (1) disusun secara metodis, sistematis, dan koheren (bertalian) tentang bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang (2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut. Semakin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (realitas), nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang seluruh kenyataan (realitas). Ilmu pengetahuan merupakan cara berfikir ilmiah untuk memproduksi pengetahuan yang objektif, universal dan dapat di pertanggungjawabkan. 

Pemikiran ilmiah merupakan sebuah pemikiran yang berlandaskan kepada keseriusan dan kedisiplinan. Tidak tendensius kemanapun, melainkan penelitian dilakukan murni objektif dan netral. Tujuan berfikir keilmuwan adalah untuk memperoleh pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Model pemikiran seperti ini berlandaskan pada aturan-aturan tertentu untuk memperoleh sebuah hasil. Tapi hasil yang diperoleh tidak akan dimutlakkan benar, melainkan akan selalu di uji dan terus di uji demi menemukan sebuah teori ilmu pengetahuan yang fleksibel, terpercaya, teruji dan bermanfaat. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan tidak ada yang memiliki kesempurnaan. Ilmu pengetahuan yang di gagas oleh manusia adalah ilmu pengetahuan yang relatif, akan tetapi. Kerelativitasan ilmu pengetahuan memperoleh keuntungan, seperti halnya setiap manusia sebagai pengamat atau subjek pemikir tidak mampu memperoleh pengetahuan mutlak, karena manusia adalah mahkluk terbatas. 

Setiap teori ilmu pengetahuan selalu mmengalami falsifikasi demi memperoleh pengetahuan yang kuat. Kemampuan untuk memperbaiki teori di dalam kesalahan ilmu pengetahuan diperoleh oleh pengamat melalui pengujian empirik dan logis. Oleh karena itu, sebuah teori pengetahuan dari berbagai metode tidak akan terlepas dari falsifikasi, pengecekan kekuatan dari teori hany semata-mata ingin memperoleh teori yang paling kuat dari teori-teori yang telah ditemukan. 

Dapat diperoleh satu jawaban singkat bahwa pengetahuan manusia mengenai ilmu pengetahuan akan selalu berubah-ubah. Karena sebuah objek tidak mampu diketahui secara totalitas oleh manusia. Seseorang yang disebut pengamat atau ilmuwan tidak mampu mengetahui hakikat sebuah fenomena atau objek pengetahuan. Sehingga, ilmu pengetahuan yang diperoleh adalah ilmu yang relatif, namun sejauh bisa falsifikasi dan masih kuat. Maka, masih bisa relevansi untuk digunakan

BERFIKIR FILOSOFIS

Definisi filsafat bisa kita katakan sebagai sebuah metode, ilmu berfikiran. Filsafat mengajarkan seseorang untuk selalu skeptis pada sebuah pengetahuan yang diperoleh manusia. Baik itu pengetahuan yang fisika maupun metafisika, semua itu tetap diragukan. Karena hakikat sebuah ilmu yang dinamakan filsafat adalah pengetahuan dari manusia yang mencintai kebijaksanaan. 

Al kindi mengatakan bahwa filsafat cara manusia menemukan hakikat tertinggi dari manusia. Dengan filsafat, manusia bisa melihat kebenaran tertinggi, manusia sendiri mampu menggapai hal tersebut dengan cara mengakui bahwa sesuatu kebenaran itu berasal dari yang tertinggi (Tuhan). 

"Kegiatan manusia yang bertingkat tertinggi, yaitu filsafat yang merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran." 

Adapun juga Karl Popper menjelaskan bahwa setiap manusia adalah filsuf, sebab setiap manusia pernah memiliki pengetahuan terbaik versi An sich (dalam dirinya). 

"semua orang adalah filsuf karena semua mempunyai salah satu sikap terhadap hidup dan kematian. Ada yang berpendapat bahwa hidup itu tidak berharga karena hidup itu akan berakhir. Mereka tidak menyadari bahwa argumen yang terbalik juga dapat dikemukakan, yaitu kalau hidup tidak akan berakhir, hidup adalah tidak berharga, bahwa bahaya yang selalu hadir yang membuat kita dapat kehilangan hidup sekurang-kurangnya ikut menolong kita untuk menyadari nilai hidup."

Dengan filsafat, kita bisa berfikir secara Radikal, mendalam, sistematis, konseptual, holistik dalam kompherensif. Filsafat mengajarkan kita untuk bisa melihat dalam berbagai sisi dan situasi sebuah fenomena. Berfikir filsafat seperti halnya berfikir hidup, kita tak lagi terbelenggu oleh apapun. Sehingga kebenaran yang kita peroleh didalam filsafat adalah kebenaran yang sejati. Namun, kebenaran didalam filsafat pun terbagi menjadi beberapa, yang di antara kebenaran didalam filsafat tersebut adalah. 

1. Kebenaran koherensi, dimana kebenaran ini sendiri dilihat dari seberapa konsisten sebuah pernyataan atau perbuatan, dan dilihat dalam situasi dan kodisi apapun. Semisalnya jika budi mengatakan bahwa rudi adalah pencuri, kemudian seterusnya ditanyakan kepada amir, alim dan lainnya,kemudian itu selalu dipertahankan kapan pun,dimanapun dan dalam kondisi apapun. Maka itu dianggap sebagai kebenaran koherensi. 

2. Kebenaran korespondensi

Kebenaran korespondensi merupakan kebenaran yang dilihat dari bagaimana sebuah pernyataan yang diberikan bersesuaian dengan kenyataan. Semisalnya prediksi cuaca besok pagi hujan. Jika kenyataan yang diberikan itu benar besok pagi hujan, maka dikatakan bahwa pernyataan itu benar. Sebaliknya, jika pernyataan besok tidak hujan, maka pernyataan nya salah. Dan dikatakan pernyataan tersebut salah. 

3. Kebenaran pragmatisme

Kebenaran ini dilihat dari seberapa berguna dan bermanfaat, Semisalnya tukang roti mengelola tepung menjadi roti, yang kemudian bermanfaat bagi dirinya untuk di jual dan bisa dimakan oleh siapapun

4.Kebenaran konsensus

Kebenaran dilihat dari seberapa banyak orang mengatakan itu benar. Semisalnya dalam pemilu, dimana hak suara pemilih dari pemungutan suara terbanyak, itulah sebagai pemenangnya. 

5. Kebenaran teosentris

Kebenaran dilihat dari perintah tuhan melalui agama. Semisalnya aturan agama dalam berpuasa, zakat, kebenaran isra miraj, kebenaran isa menghidupkan orang mati, dan kebenaran lainnya berdasarkan kepercayaan masing-masing. 

Kebenaran koherensi, korespondensi, pragmatis, konsensus maupun teosentris merupakan kebenaran dalam filsafat. Sehingga bisa dikatakan bahwa berfikir filsafat memperoleh kita pengetahuan yang luas dalam mengartikan sebuah kebenaran di dunia. Tidak dengan satu kacamata saja, melainkan kita akan menemukan kebenaran itu dalam ruang lingkup seluas-luasnya. 

KONKLUSI

Berfikir adalah cara kita memperoleh dan mengelola pengetahuan di tangkap. Dengan berfikir, kita bisa mengetahui dan memilah dan memilih apa yang dianggap sebagai kebenaran. Berfikir sainitifik mengajar kan kita sejauh mana pengetahuan yang secara fisika itu diperoleh, secara Metodis,sistematis dan objektif . Kemudian Adapun berbeda dengan berfikir filosofis memperoleh pengetahuan secara Radikal, mendalam, sistematis, holistik dan mendalam. 

Baik itu berfikir secara saintifik dan filosofis memperoleh nilai yang sama, yakni kita akan memperoleh informasi berupa pengetahuan. Dengan menggunakan konsep berfikir saintifik dan filosofis, setidaknya kita akan memiliki nilai yang berbeda dengan mahkluk lainnya. Bahwa manusia adalah mahkluk berfikir, baik berfikir tentang dirinya, berfikir tentang alam, maupun berfikir tentang Tuhan sebagai Sang Pencipta segala hal. 

Referensi

http://repository.unwira.ac.id/1989/3/BAB%20II.pdf akses pada

https://www.johnson.co.id/arti-berpikir-2/ akses

akses pada

https://idtesis.com/ilmu-dan-proses-berfikir/ akses pada

Tumanggor, Mike. Berfikir Kritis, (Cara jitu menghadapi). Ponorogo. Penerbit gracias. 2021

Sofyan, ayi. KAPITA SELEKTA FILSAFAT. Bandung. Pustaka setia. 2010

Pattah, abdul. Penghantar filsafat. Mataram. Institut Agama islam negeri (IAIN) Mataram. 2015.

Suriasumantri,jujun.s. Ilmu dalam filsafat. Jakarta. Yayasan obor Indonesia. 2003

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun