Mohon tunggu...
Wahyu Agil Permana
Wahyu Agil Permana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka Berkelana dan Bercelana

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kontroversi RUU TNI-Polri: Rekonstruksi Otoriterianisme dan Pretorianisme ala Orde Baru?

20 Juni 2024   16:48 Diperbarui: 20 Juni 2024   16:58 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: sumselviral.com

Namun, poin yang perlu digaris bawahi adalah bahwa melalui RUU TNI-Polri ini, TNI dan kepolisian akan berpotensi menjadi aktor yang dengan mudah dapat dikendalikan dan dijadikan alat politik untuk memfasilitasi serta melanggengkan kekuasaan presiden. Bahkan, tidak kalah berbahayanya RUU TNI-Polri ini dapat menjadi pupuk untuk menghidupkan kembali benih Dwi Fungsi ABRI dalam tubuh TNI dan Polri sebagai aktor politik yang menyimpang dari skema negara demokrasi yang didambakan pasca reformasi.

Selain itu, pelbagai rancangan pasal dalam RUU TNI-Polri yang semestinya mendorong TNI-Polri menjadi institusi yang profesional justru malah membuat kedua institusi tersebut menjadi lembaga yang memundurkan reformasi. Dan ironisnya, perluasan fungsi dan kewenangan TNI-Polri yang dirancang dalam RUU ini tidak disertai dengan mekanisme pengawasan yang tegas dan ketat terhadap pelaksanaan fungsi dan kewenangan dari kedua aparatur negara tersebut. 

Berbagai kewenangan dan fungsi tambahan yang dirancang dalam RUU TNI-Polri bahkan berada di luar tugas TNI dan Polri yang termaktub dalam konstitusi sebagai alat negara dengan fungsi pertahanan dan keamanan-ketertiban.

Implikasi bagi Reformasi Demokrasi Indonesia

Kecurigaan di balik munculnya usulan RUU TNI-Polri ini berkiblat pada motivasi politik transisi kepemimpinan Presiden Jokowi ke Capres terpilih Prabowo Subianto. Mengingat RUU TNI-Polri ini dikhawatirkan akan menghidupkan kembali praktik otoriterian dan pretorian, mengganggu reformasi demokrasi serta merusak profesionalisme TNI dan Polri. 

Spekulasi lainnya adalah bahwa RUU TNI-Polri ini bertujuan untuk meningkatkan pengaruh militer dalam politik Indonesia, mengingat latar belakang Prabowo Subianto sebagai mantan perwira tinggi militer Indonesia. Dengan memberikan ruang yang lebih luas kepada TNI-Polri, pemerintah dapat menggunakan kedua lembaga tersebut sebagai alat politik untuk mengendalikan oposisi dan menjaga stabilitas pemerintahan.

RUU TNI-Polri juga dapat mengancam prinsip-prinsip dasar demokrasi yang dicita-citakan sejak reformasi 1998. Ada risiko bahwa kontrol sipil atas TNI dan Polri akan melemah. Tentu hal ini bertentangan dengan prinsip bahwa dalam sistem demokrasi kemampuan sipil untuk melaksanakan kebijakan negara harus bebas dari intervensi pihak militer. 

Selain itu, reformasi institusional dalam tubuh TNI-Polri yang dicanangkan oleh reformasi 1998 dengan tujuan untuk menciptakan TNI-Polri yang profesional menjadi terhambat jika RUU TNI-Polri ini disahkan menjadi Undang-undang.

Secara keseluruhan, implikasi RUU TNI-Polri terhadap reformasi demokrasi di Indonesia menjadi masalah yang serius bahkan dapat memundurkan reformasi yang dicita-citakan sejak jatuhnya Orde Baru. Oleh sebab itu, pentingnya melakukan pengkajian ulang lebih dalam dan kritis terhadap RUU ini guna memastikan demokrasi di Indonesia tetap terjaga dan tidak kembali kepada praktik-praktik otoriterian dan pretorian seperti pada masa Orde Baru.

(Wahyu Agil Permana)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun