Mohon tunggu...
Wahyu Agil Permana
Wahyu Agil Permana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka Berkelana dan Bercelana

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kontroversi RUU TNI-Polri: Rekonstruksi Otoriterianisme dan Pretorianisme ala Orde Baru?

20 Juni 2024   16:48 Diperbarui: 20 Juni 2024   16:58 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: sumselviral.com

Peran TNI dan Polri yang kian meluas dapat menjadi cikal bakal terbentuknya kembali sistem pemerintahan ala-ala Orde baru. Kendati tidak sekronis Orde Baru, tetapi tetap saja kedua sistem ini bersifat konfrontatif terhadap kebebasan masyarakat sipil di negara yang menerapkan sistem demokrasi.

Kekhawatiran Timbulnya Abuse of Power oleh TNI dan Polri

Kekhawatiran-kekhawatiran yang muncul akibat adanya Revisi UU TNI-Polri ini kian menjadi kegelisahan bagi masyarakat sipil. Kemungkinan TNI dan Polri menyalahgunakan kekuasaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sangat mungkin terjadi. Kekuasaan TNI dan Polri yang meluas dan tidak terkendali akan membuahkan tindakan yang sewenang-wenang dan berujung pada penyimpangan. 

Makin besar kekuasaannya, maka makin besar pula kemungkinan untuk melakukan penyimpangan wewenang. Pada akhirnya yang terjadi adalah wewenang yang pada patronnya diberikan sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, justru dipandang sebagai kekuasaan pribadi (Personal Power). 

Akibatnya, akan semakin banyak aparat dari TNI maupun Polri yang menghalalkan segala cara untuk bisa meraih kekuasaan tertinggi. Sebab, dengan memiliki kekuasaan yang semakin tinggi, maka akan semakin besar pula kebebasan untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki.

Berbagai catatan dan peristiwa telah memotret bagaimana aparat kepolisian menjadi "aktor" dalam melakukan tindakan kekerasan dan represif. Sebagai contoh, dalam rentang 2020-2024 banyak sekali praktik-praktik kekerasan yang melibatkan institusi kepolisian di Indonesia. 


Sepanjang Januari-April 2024, setidaknya terdapat 198 kasus kekerasan yang melibatkan kepolisian, meliputi penembakan, penyiksaan, penganiayaan, pembubaran paksa, intimidasi, penangkapan sewenang-wenang, hingga penculikan dan pembunuhan.

Peristiwa-peristiwa tersebut menjadi bukti nyata penyalahgunaan kekuasaan oleh kepolisian (Abuse of Power). Belum lagi, jika RUU TNI ini disahkan menjadi Undang-undang yang berimplikasi terhadap pelibatan TNI sebagai alat keamanan negara, mungkin secara drastis akan menambah persentase terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI dan Polri terhadap masyarakat sipil. 

Maka, jika memang nantinya RUU TNI-Polri ini disahkan menjadi Undang-undang, tidak menutup kemungkinan akan terjadi banyak pelanggaran HAM seperti yang terjadi pada era Orde Baru.

Kebangkitan Dwi Fungsi ABRI dalam Tubuh TNI-Polri

Ada hal yang mesti dipertanyakan dan dikaji ulang terkait RUU TNI-Polri ini. Mengapa DPR secara tiba-tiba menginisiasi Revisi Undang-undang tentang TNI dan Polri di tengah transisi estafet kepemimpinan Presiden Jokowi ke Capres terpilih Prabowo Subianto? Mungkinkah hal tersebut merupakan hasil dari kong-kalikong Prabowo dengan Jokowi untuk melanggengkan kekuasaan Prabowo kelak? Ah entahlah, semoga itu hanyalah prasangka pesimistis saya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun