Semangat bertubi-tubi datang dari Ibu. Perasaan sedih lenyap demi mendengar perkataan Ibu.
Sekarang, aku sudah memiliki dua anak balita yang sehat dan pintar. Suami pengertian yang bisa menjadi imam baik buat aku dan anak-anak. Meskipun sesunguhnya membutuhkan hamparan lapang dada yang luas. Tak ada manusia yang sempurna, termasuk suamiku.
Ketika keluhan capek, Ibu selalu membandingkan diriku dengannya.
"Baru segitu saja kamu sudah mengeluh. Ibu bahkan pernah lebih dari itu. Ayolah, menjadi ibu itu memang harus lebih kuat dari pada masalahmu. Bagaimana mampu menghadapi masalah, jika kamu menghindarinya? Hadapi, Raya, hadapi!"
Ibu benar, ternyata aku mampu. Aku hanya tak percaya diri. Awalnya aku tidak tahu bagaimana menjadi ibu yang baik. Ternyata setelah menjadi ibu, aku baru mengerti, betapa dulu ibu membimbing anak-anaknya tanpa mengeluh. Jadi, mengapa harus menggerutu?Â
Permasalahan memang datang bertubi. Saat ekonomi keluarga kecilku berada di titik bawah, aku harus membantu suami bekerja untuk menambah penghasilan.Â
Aku akhirnya menerima pekerjaan sebagai kasir di Kafe Anin. Tak mudah menjalani, karena aku lama tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga setelah melahirkan si sulung.
***
"Raya, Ibu kangen." kata Ibu di ujung telpon.
"Raya juga kangen Ibu."
"Kapan kamu pulang bersama cucu-cucu Ibu?"Â