Alhamdulillah, pesanan saya datang. Hum, sepiring nasi tempe pedas terhidang di depan saya. Sajiannya memakai samir daun pisang. Unik.
Dududu... gimana ya rasanya?Â
Saatnya mencicipi.
Pertama saya cicip kuahnya. Rasa pedas langsung menguar, menendang lidah saya. Ada rasa khas yang berbeda, meskipun sajiannya sederhana berbahan dasar tempe. Oh, ternyata tempe yang dimasak untuk sajian ini memakai tempe semangit, bukan tempe yang baru matang.Â
Tempe semangit merupakan tempe yang sudah terlalu matang. Tetapi justru itu menjadi enak ketika dimasak. Biasanya tempe semangit ini dijadikan masakan lodeh sebagai bahan pelengkap penambah lezat.Â
Hem, pantesan rasanya enak dan khas. Suap demi suap nasi masuk dalam perut. Aduh, Nasi Tempe Pedas ini sih enak. Mirip sayur kothokan. Memakai udang kecil-kecil sebagai pelengkapnya.
Bumbunya mirip-mirip kuah mangut. Memakai kunyit yang memberi warna kuning pada kuahnya. Bersantan tapi bukan yang mbleneg. Cabai yang dipakai adalah cabai rawit kuning yang biasa ada di Kota Pati. Rasanya juga khas.
Apalagi ada bonusnya petai yang menjadi daya tarik, meski hanya seiris. Loh, kok tandas nih isi piring saya, berpindah ke dalam perut. Hehehe... laper atau enak ya? Dua-duanya.Â
Alhamdulillah kenyang. Cukup menuntaskan sensasi kuliner saya. Sudah tidak kepo lagi, dan bisa bercerita kepada kawan saya tentang rasanya.Â
Benar juga kata orang Pati. Nasi Tempe Pedas ini, enaknya ora umum!Â