Saya jawab, "Makan sini."
Memang biasanya kalau saya jajan di warung ini memesan nasi gandul dengan daging empal yang diiris. Enak dan aroma kayu. Orang tua saya memesan nasi gandul dengan lauk perkedel karena empal lidah yang empuk telah habis.Â
Nasi gandul di sini menjadi kegemaran mereka. Beberapa kali begitu, meskipun tidak tiap hari. Hanya ketika kami jalan sampai di lokasi itu saja dan mampir.Â
Lalu saya teringat kata kawan saya tentang nasi tempe pedas yang enak.Â
"Selain nasi gandul, apa menunya mbak?"
"Nasi tempe pedas." Katanya.
Aha! Ini dia yang saya kepoin sejak lama. Lalu saya memesannya. Sambil menunggu pesanan tersaji, saya mengamati situasi warung. Ada bapak penjual warung yang berambut gondrong ikut melayani selain mbak-mbak tadi.
Beberapa pengunjung datang selain saya. Memang tidak begitu ramai. Ternyata saat saya tanya, warung ini sudah buka sejak pukul 4 pagi. Pada jam-jam itulah pengunjung ramai hingga menjelang matahari terbit.Â
Saya datang sudah sekitar jam setengah tujuh. Pantas saja beberapa gorengan dan daging tinggal sedikit. Rupanya saya datang kesiangan. Tetapi malah kebetulan, karena tidak harus antre lama dan berjubel.
Daaan...Â