Sudah akhir pekan lagi nih. Rasanya baru kemarin, eh, sekarang sudah akhir pekan lagi. Waktu demikian cepat berlalu, ya? Tahunya sudah hari Sabtu, lalu Minggu, eh, Sabtu lagi. Tentu saja usia semakin bertambah.Â
Maunya sih muda terus, tetapi itu berarti harus berbohong pada diri sendiri, bukan? Jadi, nggak usah dipikirin deh, nanti cepat tua. Lha kok, malah...? Hahaha...
Nah, bicara tentang akhir pekan nih, daripada pikiran berkecamuk, bingung berkutat pada pekerjaan, kesibukan rutin, nah, dibawa senang saja. Mending mencari pengalaman baru yang positif, having fun, bertemu dengan orang-orang yang baru dikenal. Sesekali, kan? Tidak tiap hari.
Misalnya, mencari bibit bunga kesayangan ke tempat yang adem alias daerah dingin. Seperti pengalaman saya, tanpa sengaja bertemu hal baru. Saat mencari bibit bunga sepatu warna kuning, eh malah bisa mencicipi sayur sintrong. Kan aneh. Hahaha... Iya, jika saya tak berkunjung ke tempat itu dan tidak bertemu dengan penjual bunga, seumur-umur tidak bisa mencicipi sayur sintrong ini.Â
Saya penasaran. Kok tidak dibuang? Biasanya mereka membakarnya, setelah dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah lobang agar apinya tak mengganggu tanaman hidup lainnya. Lalu saya bertanya, ini untuk apa?
"Yang ini beda, bu." katanya.
"Memang apa bedanya?" tanya saya.
"Ini tanaman sintrong. Bisa dimasak, untuk sayuran. Setelah dicuci bersih, kemudian direbus. Cuma direbus saja sebentar, bu. Bisa diolah menjadi sayur urap, pecel, atau bumbu rujak. Orang sini biasa memasak daun sintrong. Coba deh ibu cari di pasar. Tidak akan ada. Karena tidak dijual di pasar." jawabnya.
Oh ya? Saya kepo sekali. Katanya, waktu merebus sayur hanya sebentar, setelah air mendidih, masukkan. Aduk agar matang merata, selesai. Tidak usah terlalu matang, karena nantinya tidak enak jika kelamaan. Tidak ada yang menjualnya di pasar, karena hanya bisa diperoleh dengan mengambil di kebun. Hem.
Lalu ibu tersebut membagi sayur sintrong kepada saya. "Loh, bu, saya jadi nggak enak nih. Saya nggak minta loh," kata saya.Â
"Nggak papa, bu. Nanti sampai rumah dimasak buat sayur. Pasti ketagihan, dan nanti kalau ke sini nyari lagi sayur sintrong," katanya.Â
Duh, ibu ini. Bikin saya memerah pipinya karena malu. Saya nggak minta loh ya. Tapi dikasih. Hehehe...Â
Ya deh, saya mau mencobanya. Sesampai di rumah, mulailah saya memasak. Karena bahan yang ada adalah bahan untuk bumbu rujak, maka saya memasak sayuran sintrong ini dengan bahan seadanya.
Bahan:Â
- Sayur Sintrong yang telah dicuci bersih
- Air untuk merebus sayur secukupnya
- Garam secukupnyaÂ
- Cabai rawit sesuai selera (saya suka pedas).
- Garam secukupnya.
- Bawang putih 1 siung kecil.
- Asam Jawa 2 ruas, buang bijinya.
- Gula merah 150 gr.
- Didihkan air dalam panci, beri garam secukupnya untuk membuat sayur lebih hijau dan gurih. Masukkan sayuran, aduk sebentar agar matang merata. Setelah matang, kemudian tiriskan. Sisihkan.
- Haluskan semua bumbu, terakhir haluskan gula merah. Cek rasa. Setelah halus, pindahkan dalam sebuah mangkok.
- Sajikan sayur dalam piring besar, taruh semangkok bumbu rujak di tengah piring.
- Siap dinikmati bersama nasi putih dan beberapa gorengan.
Rasa dari sayuran sintrong ini mirip-mirip sayur bayam. Hanya agak beraroma seperti sayur kenikir tetapi aromanya lebih ringan. Tidak terlalu menyengat seperti kenikir. Cocok jika dipadukan dengan bumbu rujak. Pas. Segar dan pedas mantap.Â
Manis dari sayur ini, juga cocok berpadu dengan gula merahnya. Asin manis gurih, karena seimbang dengan pemberian garamnya. Hem, sedap.
Menurut wikipedia, sayuran Sintrong (Crassocephalum crepidioides)Â memiliki banyak khasiat sebagai bahan obat tradisional. Seperti mengatasi gangguan perut, sakit kepala, luka. Sintrong bersifat sedikit astringen dan netral. Antiradang, hemeostatis, tonikum, pencahar, dan emetik (perangsang muntah).Â
Juga bisa digunakan untuk mengobati demam, radang amandel, dan eksem. Meskipun demikian, kata wikipedia juga, tumbuhan ini ditengarai mengandung alkaloid pirolizidina yang bisa memicu tumor.Â
Ternyata fifty-fifty. Ada kegunaan dan efeknya. Tetapi jika saya lihat, mereka tetap sehat. Karena katanya, sayuran ini sering mereka konsumsi dan merupakan sayuran favorit yang murmer.Â
Beruntung sekali saya bisa merasakan sayur sintrong yang sangat jarang ditemui di khalayak umum. Hanya di tempat tertentu, karena sintrong adalah tumbuhan liar dan hanya beberapa orang yang tahu, ternyata tumbuhan ini bisa dimakan.Â
Menyenangkan bisa mengenal orang yang baik hati. Jika baik pada orang, timbal baliknya juga kebaikan. Menurut saya itu sudah pakemnya. Kebaikan akan berbalas kebaikan. Jika sebaliknya, kebaikan berbalas keburukan, maka itu diluar pakem. Semoga saya tidak begitu deh. Berharapnya tetap dalam kebaikan. Aamiin.
Nah, untuk itulah, ada masanya kita butuh bepergian mencari udara segar di akhir pekan, sekadar mencicipi kuliner baru, atau boleh apa saja. Bisa bepergian kemana yang dimau, tempat refreshing yang cocok sesuai keinginan. Ayok!
Salam bahagia,Â
Semarang, 7 November 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H