Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Mencicipi Sayur Sintrong dengan Bumbu Rujak

7 November 2020   09:43 Diperbarui: 7 November 2020   13:04 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencicip sayur sintrong dengan bumbu rujak. | Foto: Wahyu Sapta.

Sudah akhir pekan lagi nih. Rasanya baru kemarin, eh, sekarang sudah akhir pekan lagi. Waktu demikian cepat berlalu, ya? Tahunya sudah hari Sabtu, lalu Minggu, eh, Sabtu lagi. Tentu saja usia semakin bertambah. 

Maunya sih muda terus, tetapi itu berarti harus berbohong pada diri sendiri, bukan? Jadi, nggak usah dipikirin deh, nanti cepat tua. Lha kok, malah...? Hahaha...

Nah, bicara tentang akhir pekan nih, daripada pikiran berkecamuk, bingung berkutat pada pekerjaan, kesibukan rutin, nah, dibawa senang saja. Mending mencari pengalaman baru yang positif, having fun, bertemu dengan orang-orang yang baru dikenal. Sesekali, kan? Tidak tiap hari.

Misalnya, mencari bibit bunga kesayangan ke tempat yang adem alias daerah dingin. Seperti pengalaman saya, tanpa sengaja bertemu hal baru. Saat mencari bibit bunga sepatu warna kuning, eh malah bisa mencicipi sayur sintrong. Kan aneh. Hahaha... Iya, jika saya tak berkunjung ke tempat itu dan tidak bertemu dengan penjual bunga, seumur-umur tidak bisa mencicipi sayur sintrong ini. 

Tanaman liar yang s(e)trong ini cepat tumbuhnya. Kadang dianggap gulma karena mengganggu tanaman utama. | Foto: Wahyu Sapta.
Tanaman liar yang s(e)trong ini cepat tumbuhnya. Kadang dianggap gulma karena mengganggu tanaman utama. | Foto: Wahyu Sapta.
Memang apaan sih sayur sintrong itu? Saya juga baru tahu setelah saya bertanya pada ibu penjual bunga dan googling di internet. Sintrong atau bisa juga disebut Junggul, adalah tanaman gulma yang biasa hidup di tanah-tanah kosong di sela-sela tanaman lainnya.

Daun sintrong itu seperti ini loh! | Foto: Wahyu Sapta.
Daun sintrong itu seperti ini loh! | Foto: Wahyu Sapta.
Tanaman kuat alias s(e)trong yang cepat bertumbuh, jika dibiarkan akan menjadi banyak. Bagi petani, tumbuhan liar ini amat mengganggu pertumbuhan tanaman utama yang dirawat. Karena bibit tanaman utama, nantinya akan dijual. 

Sintrong tumbuh liar di sela tumbuhan lainnya atau bisa juga di tanah lapang yang kosong tidak terawat. | Foto: Wahyu Sapta.
Sintrong tumbuh liar di sela tumbuhan lainnya atau bisa juga di tanah lapang yang kosong tidak terawat. | Foto: Wahyu Sapta.
Saya melihat ada dua orang ibu yang sedang berjaga. Sambil melayani pembeli, mereka juga membersihkan tanaman gulma. Lalu sebagian tanaman itu ada yang disisihkan dan dimasukkan ke dalam tas kresek. 

Saya penasaran. Kok tidak dibuang? Biasanya mereka membakarnya, setelah dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah lobang agar apinya tak mengganggu tanaman hidup lainnya. Lalu saya bertanya, ini untuk apa?

"Yang ini beda, bu." katanya.

"Memang apa bedanya?" tanya saya.

"Ini tanaman sintrong. Bisa dimasak, untuk sayuran. Setelah dicuci bersih, kemudian direbus. Cuma direbus saja sebentar, bu. Bisa diolah menjadi sayur urap, pecel, atau bumbu rujak. Orang sini biasa memasak daun sintrong. Coba deh ibu cari di pasar. Tidak akan ada. Karena tidak dijual di pasar." jawabnya.

Oh ya? Saya kepo sekali. Katanya, waktu merebus sayur hanya sebentar, setelah air mendidih, masukkan. Aduk agar matang merata, selesai. Tidak usah terlalu matang, karena nantinya tidak enak jika kelamaan. Tidak ada yang menjualnya di pasar, karena hanya bisa diperoleh dengan mengambil di kebun. Hem.

Lalu ibu tersebut membagi sayur sintrong kepada saya. "Loh, bu, saya jadi nggak enak nih. Saya nggak minta loh," kata saya. 

"Nggak papa, bu. Nanti sampai rumah dimasak buat sayur. Pasti ketagihan, dan nanti kalau ke sini nyari lagi sayur sintrong," katanya. 

Duh, ibu ini. Bikin saya memerah pipinya karena malu. Saya nggak minta loh ya. Tapi dikasih. Hehehe... 

Satu kresek sayuran sintrong dibagikan ke saya. Alhamdulillah, bisa dimasak di rumah. | Foto: Wahyu Sapta.
Satu kresek sayuran sintrong dibagikan ke saya. Alhamdulillah, bisa dimasak di rumah. | Foto: Wahyu Sapta.
Etapi, saya jadi senang banget nih. Mendapat rezeki nomplok. Alhamdulillah. Kemudian saya mengajak mereka untuk berfoto. Mereka bersedia. Cekrik! Sama-sama senang. Saya berbelanja tanaman mereka, dan saya mendapat bonus sayuran sintrong untuk dimasak di rumah.

Sebagai kenangan, mengajak mereka berfoto bersama. Cekrik! Terimakasih ya bu. | Foto: dokumen pribadi.
Sebagai kenangan, mengajak mereka berfoto bersama. Cekrik! Terimakasih ya bu. | Foto: dokumen pribadi.
Setelah selesai berbelanja, saya tidak sabar untuk mencobanya. Eh, iya, saya jadi teringat pernah ngobrol dengan Mbah Ukik di status IG, pernah membahas tentang Sintrong ini. Walah, ternyata ini to sintrong itu. Jadi tahu.

Ya deh, saya mau mencobanya. Sesampai di rumah, mulailah saya memasak. Karena bahan yang ada adalah bahan untuk bumbu rujak, maka saya memasak sayuran sintrong ini dengan bahan seadanya.

Siapkan bahan dan bumbunya, ya. | Foto: Wahyu Sapta.
Siapkan bahan dan bumbunya, ya. | Foto: Wahyu Sapta.
Sayur Sintrong Bumbu Rujak

Bahan: 

- Sayur Sintrong yang telah dicuci bersih

- Air untuk merebus sayur secukupnya

- Garam secukupnya 

Sayur sintrong direbus pada air yang sudah mendidih sebentar saja, karena cepat matangnya seperti bayam. | Foto: Wahyu Sapta.
Sayur sintrong direbus pada air yang sudah mendidih sebentar saja, karena cepat matangnya seperti bayam. | Foto: Wahyu Sapta.
Bumbu Rujak:

- Cabai rawit sesuai selera (saya suka pedas).

- Garam secukupnya.

- Bawang putih 1 siung kecil.

- Asam Jawa 2 ruas, buang bijinya.

- Gula merah 150 gr.

Bumbu rujak dihaluskan pakai ulegan, ya. Tidak bisa memakai blender. Jadi sedikit kerja ekstra, ya. Kemudian pindahkan ke dalam mangkok saji. | Foto: Wahyu Sapta.
Bumbu rujak dihaluskan pakai ulegan, ya. Tidak bisa memakai blender. Jadi sedikit kerja ekstra, ya. Kemudian pindahkan ke dalam mangkok saji. | Foto: Wahyu Sapta.
Cara Memasaknya:

- Didihkan air dalam panci, beri garam secukupnya untuk membuat sayur lebih hijau dan gurih. Masukkan sayuran, aduk sebentar agar matang merata. Setelah matang, kemudian tiriskan. Sisihkan.

- Haluskan semua bumbu, terakhir haluskan gula merah. Cek rasa. Setelah halus, pindahkan dalam sebuah mangkok.

- Sajikan sayur dalam piring besar, taruh semangkok bumbu rujak di tengah piring.

- Siap dinikmati bersama nasi putih dan beberapa gorengan.

Taraaa... siap dinikmati bersama nasi putih hangat dan gorengan. Sedap sekali, loh. | Foto: Wahyu Sapta.
Taraaa... siap dinikmati bersama nasi putih hangat dan gorengan. Sedap sekali, loh. | Foto: Wahyu Sapta.
Simpel dan mudah, bukan? Murah meriah. Sajian istimewa karena mendapatkannya juga dengan cara yang istimewa. Tidak dijual di pasar, melainkan pemberian, mengambil dari tumbuhan liar yang ada di tanah lapang. 

Rasa dari sayuran sintrong ini mirip-mirip sayur bayam. Hanya agak beraroma seperti sayur kenikir tetapi aromanya lebih ringan. Tidak terlalu menyengat seperti kenikir. Cocok jika dipadukan dengan bumbu rujak. Pas. Segar dan pedas mantap. 

Manis dari sayur ini, juga cocok berpadu dengan gula merahnya. Asin manis gurih, karena seimbang dengan pemberian garamnya. Hem, sedap.

Menurut wikipedia, sayuran Sintrong (Crassocephalum crepidioides) memiliki banyak khasiat sebagai bahan obat tradisional. Seperti mengatasi gangguan perut, sakit kepala, luka. Sintrong bersifat sedikit astringen dan netral. Antiradang, hemeostatis, tonikum, pencahar, dan emetik (perangsang muntah). 

Juga bisa digunakan untuk mengobati demam, radang amandel, dan eksem. Meskipun demikian, kata wikipedia juga, tumbuhan ini ditengarai mengandung alkaloid pirolizidina yang bisa memicu tumor. 

Ternyata fifty-fifty. Ada kegunaan dan efeknya. Tetapi jika saya lihat, mereka tetap sehat. Karena katanya, sayuran ini sering mereka konsumsi dan merupakan sayuran favorit yang murmer. 

Beruntung sekali saya bisa merasakan sayur sintrong yang sangat jarang ditemui di khalayak umum. Hanya di tempat tertentu, karena sintrong adalah tumbuhan liar dan hanya beberapa orang yang tahu, ternyata tumbuhan ini bisa dimakan. 

Siapa sangka tumbuhan liar yang berbunga cantik ini bisa dimakan daunnya. Tentu saja yang masih muda ya. | Foto: Wahyu Sapta.
Siapa sangka tumbuhan liar yang berbunga cantik ini bisa dimakan daunnya. Tentu saja yang masih muda ya. | Foto: Wahyu Sapta.
Siapa sangka tumbuhan ini bisa dimakan? Kapan lagi bisa mencicipi sayur ini? Kalau saya ingin mencicipinya kembali, bakalan balik ke sana dan mereka dengan senang hati mencarikannya kembali. Mereka berjanji begitu. 

Menyenangkan bisa mengenal orang yang baik hati. Jika baik pada orang, timbal baliknya juga kebaikan. Menurut saya itu sudah pakemnya. Kebaikan akan berbalas kebaikan. Jika sebaliknya, kebaikan berbalas keburukan, maka itu diluar pakem. Semoga saya tidak begitu deh. Berharapnya tetap dalam kebaikan. Aamiin.

Nah, untuk itulah, ada masanya kita butuh bepergian mencari udara segar di akhir pekan, sekadar mencicipi kuliner baru, atau boleh apa saja. Bisa bepergian kemana yang dimau, tempat refreshing yang cocok sesuai keinginan. Ayok!


Salam bahagia, 

Wahyu Sapta.

Semarang, 7 November 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun